Kamis, 26 Oktober 2006

Our Manifesto

Akhir-akhir ini aku begitu merindukan saudaraku, Nas. Sudah sekitar 5 tahun aku tidak bertemu dengannya, ngobrol, berdiskusi mengenai apa saja yang menarik, atau bercerita tentang kenangan masa kecil. Bersamanya merupakan momen yang sangat berharga yang pernah kurasakan. Ia adalah kakak merangkap teman bertukar pikiran.

Teringat masa kanak-kanak kami dulu. Kami sering berdiskusi mengenai hal-hal yang mungkin sangat jarang dibicarakan oleh anak-anak seumuran kami waktu itu. Ketika anak-anak lain mungkin sedang membicarakan tentang 'siapa yang berhasil menangkap layangan putus itu sore lalu', kami membicarakan mengenai 'seberapa luas sebenarnya alam semesta ini', atau 'apa itu Black Hole'. Bahkan pembicaraan kami sampai pada 'kemungkinan adanya makhluk hidup lain di luar tata surya kita'.

Huahaha.. Lihatlah! Dua anak ingusan bersaudara itu mencoba menggunakan otak mungilnya untuk berfikir semendalam itu! Dua anak kecil itu membicarakan hal-hal yang bahkan orang dewasa pun enggan untuk memikirkannya.

O, tidak, bukannya kami pada saat itu tidak bersosialisasi dan bergaul dengan teman-teman sepermainan kami. Bukan kami berdua mengisolasi diri dalam rumah, bukan begitu. Kami selalu berkelana dengan anak-anak lain sampai jauh dari rumah dan bahkan pernah tersesat pulang, hanya untuk mengejar seekor kupu-kupu. Kami sering bermain "ma'cincillojo" sampai matahari di atas kepala kami tersenyum melihat keceriaan kami. Halaman rumahku adalah ajang tempat bermain kelereng yang selalu ramai bersama teman kecil kami dulu. Kami adalah figur kecil yang disuka karena kami jujur dan tidak pernah curang dalam bermain, walaupun kadang-kadang kamilah yang dicurangi.

Kami berdua hanya manusia kecil yang baru beberapa tahun ada di dunia ini, dan ketika hadir, begitu terkagum-kagum oleh hidup dan kehidupan. Kami terpesona melihat sekuntum bunga yang tumbuh sendirian di antara semak belukar di bawah pagar yang rapuh. Kami kagum keheranan melihat anak kecil lain yang tidak kami kenal dan berpikir 'betapa jauh lebih miripnya kami dengan dia ketimbang berbeda'. Kami bergandengan tangan menelusuri jalan-jalan berkelok dan mengamati segala sesuatu yang kami lewati sepanjang perjalanan. Memperhatikan iring-iringan semut yang kemudian meninggalkan makanan besar mereka dan mulai berlarian panik ketika kami menghembuskan udara ke arah mereka. Kami hanyalah anak kecil yang penuh dengan rasa keingintahuan tentang segala hal, tetapi mereka menyebut kami anak nakal.

Mungkin. Bisa jadi kami memang anak nakal. Berarti kenakalan kami adalah rasa keingintahuan kami. Berarti kenakalan kami adalah menjadi lebih tahu tanpa mau sok tahu seperti yang orang-orang dewasa sering lakukan. Kenakalan kami adalah mengisi tempurung kepala kami yang selalu 'lapar' akan segala bentuk pengetahuan, di mana pada saat yang sama anak-anak lain mengisi perut mereka yang juga lapar akan segala bentuk jajanan.

Rabu, 25 Oktober 2006

IED Mubarak

Hari ini, takbir, tahmid tahlil berkumandang memenuhi jagat raya, tak kuasa tuk membendung air mata, teringat akan dosa-dosa, ma'afkanlah aku sahabatku. aku akan berusaha untuk tidak mengulangi kekurangan di lain waktu, SELAMAT HARI RAYA IEDUL FITRI 1427 H. Mohon Ma'af lahir & bathin.

Hari ini aku mempertanyakan kembali idealisme mahasiswa yang dulu menjadi jubah kebanggaanku. Apakah itu murni idealisme ataukah hanya ego masa muda? Entahlah. Buat mereka yang dipukuli oleh aparat karena memperjuangkan kepentingan rakyat kecil, buat mereka yang tidak menggadaikan idealismenya demi kenikmatan yang fana, buat mereka yang rumah-rumahnya tergenang oleh 'lumpur-lumpur panas kapitalisme', buat mereka yang telah mencapai titik di mana tidak mau menyerah melawan kebobrokan, apapun yang terjadi, kalian tetap sahabatku...

Senin, 09 Oktober 2006

Surat Yang Tidak Pernah Sampai

Assalamualaikum.

Sebelumnya aku ingin minta maaf. Aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu. Mungkin ini kedengarannya lucu, konyol, bodoh. Tapi hal itu justru sangat mendorongku untuk menuliskan surat ini. Dan sebenarnya aku berharap, kamu tidak akan pernah membuka lembaran ini, karena ada hal di dunia ini yang kita tidak harus mengetahuinya.

Malam itu, aku bermimpi. Aku bermimpi tentang dirimu. Mimpi yang membuatku bahagia bercampur sedih. Bahagia karena aku bersamamu, walaupun hanya dalam mimpi. Sedih, karena ternyata mimpi itu tidak berakhir seperti yang aku inginkan.

Ketika aku terbangun, tiba-tiba aku merasakan kerinduan yang amat sangat kepadamu. Serasa aku ingin kembali ke mimpi itu dan ingin segera bertemu denganmu lagi. Lama sekali aku memandangi langit-langit kamar, berfikir gerangan apa yang aku rasakan? Mengapa tiba-tiba aku merindu? Dan tak terasa aku menitikkan air mata.

Ketahuilah. Akulah orang yang paling sering memandangimu dari kejauhan. Seandainya bangku-bangku kayu itu adalah makhluk hidup, mereka pasti tahu itu. Tiap sudut di lorong-lorong koridor yang suram, mereka akan membenarkan itu. Mereka tahu kalau aku memandangimu lama sekali. Tapi ketika kamu membalas tatapanku, aku tertunduk. Aku merasa tidak pantas disoroti oleh kemilai keindahanmu. Aku memang bodoh. Aku seharusnya mengucapkan salam. Atau paling tidak, memberikan senyuman. Tapi tidak tahu mengapa, aku tidak bisa saja.

Aku menulis ini, aku hanya ingin menumpahkan perasaanku saat ini. Aku tidak berharap kamu membalasnya, atau menyapaku ketika kita bertemu lagi suatu saat nanti. Aku bahkan berharap kamu tidak pernah mengetahui keberadaan tulisan ini. Biarlah kerinduanku ini kutumpahkan lewat tulisan ini. Atau lewat orang-orang dekatku di dunia nyata dan dunia maya.