Selasa, 16 April 2013

The Smartest Slave

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah bahwa saya adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada."

"Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang akan datang kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja."

"Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim.

"Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi penganut ujian yang terhebat. Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik melakukan hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu."

"Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya-lah yang akan tersesat dalam kehidupan saya?"

"Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah rutinitas untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar."

Kamis, 14 Februari 2013

Fucklentine Day

Valentine Day kata mereka. Hari kasih sayang katanya. Hari penuh cinta.

Sungguh glamour idup mereka. Luar biasa mewah. Indah banget. Gak terjangkau. Seperti kehidupan dewa dewi yang sibuk bersenggama di atas langit sana. Warna pink dan warna merah, bentuk jantung dan sejenisnya, coklat batangan sampe kondom rasa coklat, rok mini baju ketat, hak tinggi dan G-string, lipstick dan segala jenis barang entah apa yang dicarut-marutkan di atas kulit muka para gadis itu.

Hari kasih sayang katanya. Hari penuh cinta. Tapi tidak begitu buat mereka yang ada di Muara Angke, nelayan-nelayan pinggiran yang semakin terpinggirkan, tergusur oleh kekuasaan atas nama pembangunan atas nama kemewahan dan keindahan kota demi mereka yang merayakan hari kasih sayang di hari ini. Buldozer merenggut rumah dan sekarang tinggal tenda darurat, pantai dan laut tempat menggantungkan leher direnggut untuk menyediakan komplek perumahan kelas atas atau mall-mall mentereng untuk ber-palentins-dei taun depan.

Tidak ada kasih sayang untukku. Tidak ada cinta untuk kami. Entah manusia yang sudah gila mungkin memang sudah tidak waras. Uang memperkosa cinta sampai mampus di hari ini, cinta yang tinggal seonggok mayat kering tanpa jiwa, mengkomersilkan dan menggadaikan cinta, melacurkannya hingga bisa dijual dalam bentuk lembaran-lembaran kertas pink berbentuk jantung, dikemas dalam blok-blok coklat, tanda kasih sayang katanya.

Dunia mencapai salah satu puncak ketololannya di hari ini. Kegilaan internasional. Sebuah wabah penyakit menular yang mempertolol dan mempergoblok umat manusia; menghasilkan lembaran-lembaran uang dan blok-blok emas, pemacu laju ekonomi, meningkatkan penjualan, memompa income, meledakkan profit, membuat modal beranak-pinak: Untuk kembali mengeksploitasi dan memperkosa kedunguan manusia di taun depan.

Sebuah ilusi luar biasa hebat yang membuat manusia berpikir bahwa dirinya telah mencurahkan rasa cinta dan telah berkasih-sayang pada orang lain, hari terkutuk di mana manusia telah sedemikian mempersempit dan menginjak-injak arti kata cinta dan kasih sayang hingga lebih rendah dan lebih busuk dari neraka yang paling jahanam.

Minggu, 09 Desember 2012

Surat Cinta Seorang Edan


Kepada Yang Kukagumi,
entah siapa nama kamu.

-----

Nona, sudah beberapa minggu kuperhatikan kamu karena hampir tiap pukul delapan pagi dan sekitar sore hari kamu lewat di jalan depan sana. Kecuali hari Sabtu dan Minggu, kamu gak pernah keliatan. Karena itu aku pikir mungkin kamu pekerja kantoran. Tapi lebih mungkin kamu mahasiswi yang kuliah di universitas di pinggir jalan besar sana.

Sebelum beberapa hari ini aku ngga pernah liat kamu. Itu bukan salah kamu, karena sebelumnya jam segitu aku selalu masih tidur. Tiga atau empat jam sesudah aku mulai tidur, kurang lebih.

Jadi baru sekitar sebulan ini aja aku ngeliat kamu. Awalnya karena tiba-tiba waktu subuh aku dapet ide untuk tulisanku, itu bulan lalu. Setelah beberapa jam aku nulis, niatku jadi ilang, dan akhirnya kubuang juga kertas yang tadinya udah mulai aku tulisi itu. Udah ampir pukul delapan pagi waktu itu.

Tapi justru karena itu aku bisa ngeliat kamu. Sekitar lima belas menit aku nongkrong di depan kosku, tiba-tiba kamu lewat. Kamu yang manis dan cantik lewat di seberang jalan. Dengan tas hitam, celana bahan hitam, dan kemeja putih. Tanpa make up. Rambut kamu masih agak basah, muka kamu jernih, dan entah apa yang membuatku saat itu juga langsung jatuh cinta padamu. Kontan.

Sejak beberapa minggu yang lalu itu, aku jadi semangat. Semangat untuk nggak tidur sampe pagi. Aku begadang sampe pukul delapan pagi meskipun nggak ada ide mau ngapain dan nggak ada yang mesti aku kerjakan. Tentu aja ngga ada yang mesti aku kerjakan, karena aku emang nggak punya pekerjaan tetap.

Memang jadi ngantuk dan aku jadi bangun semakin siang aja. Kalo dulu aku bangun sekitar pukul dua belas siang, sekarang aku baru bangun sekitar pukul dua. Tapi itu nggak jadi soal dibandingkan dengan kebahagiaan yang aku dapet waktu bisa ngeliat kamu, meski cuma sebentar.

Jujur aja, aku bener-bener jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku emang ngga pernah denger suara kamu, aku ngga tau nama kamu, apalagi nyentuh kulit kamu. Tapi semua itu mesti sangat-sangat sempurna. Pasti jadi sempurna begitu semua itu kamu yang punya, begimanapun keadaannya. Sempurna karena kamu yang memiliki, karena aku jatuh cinta pada kamu.

Aku nggak sedang membual, aku sungguh-sungguh. Aku bukan orang yang suka bercanda. Kamu emang membuatku jatuh cinta. Walaupun kata temanku dulu hatiku seperti batu dan kata orang tuaku aku sedikit edan, tapi kenyaannya begitu. Aku jatuh cinta pada kamu.

Tapi jangan kamu kira aku jatuh cinta cuma pada wajah dan tubuh kamu aja. Aku emang nggak kenal kamu, ngobrol pun nggak pernah, dan cuma sekali kita ketemu pandang secara nggak sengaja. Aku jatuh cinta pada setiap hal tentang kamu. Wajah kamu, rambut kamu, kaki kamu, hidung kamu, mata kamu, bibir kamu, buah dada kamu, pantat kamu, pinggang kamu, leher kamu, kaki kamu, cara kamu berjalan, cara kamu berpakaian, cara kamu menghela rambut, bros yang kadang kamu pakai di bagian atas kemeja kamu, semuanya. Semuanya.

Dan bukan cuma sewaktu kamu tampil rapih saja aku cinta kamu. Pernah satu kali kamu lewat sore-sore. Sungguh mengagetkan tapi sayang cuma sekali itu saja. Kamu pake semacam daster waktu itu, dan rambut kamu digulung di iket konde. Aku tetap jatuh cinta pada kamu dalam kesederhanaan seperti itu. Malah justru sebenernya, dengan daster seperti waktu itu, kamu kelihatan semakin cantik dan luar biasa dan... entahlah, apa ada kata yang tepat untuk menggambarkannya.

Bukan cuma hatiku saja yang terkoyak-koyak oleh cinta waktu itu. Untuk selalu jujur dan terbuka kepada kamu, birahiku pun ikut terbangun melihat penampilan kamu. Buah dada kamu yang nggak besar itu sungguh lebih indah daripada kepunyaan Sarah Azhari sekalipun. Pantat kamu yang mungil berisi dan kencang, leher terbuka, pinggang yang ramping. Semuanya bikin aku bener-bener pengen meluk kamu, aku membayangkan mencium kamu, menggendong kamu, membawa kamu ke dalam kamarku, membuka baju kamu, mengagumi tubuh kamu. Tidak kuteruskan karena bisa jadi tidak sopan lagi.

Mohon kamu yang manis jangan marah dengan imajinasiku yang sungguh nakal itu. Tetapi kenyataannya emang sungguh begitu dan aku nggak nutup-nutupin. Aku mau jujur ke kamu.

Seperti udah kukatakan, cuma sekali kita pernah ketemu mata. Itu karena waktu itu ada barang kamu yang jatuh. Kamu ambil sambil sedikit celingukan, maka bertemulah mata kita. Cuma sekejap, memang. Tapi rasanya buatku seperti beberapa menit, dan rasanya juga aku rela mati saat itu juga ketika rasa senang mentok hingga ubun-ubun kepalaku. Entah dengan kamu, karena setelah itu kamu langsung lanjut jalan lagi seperti nggak terjadi apa-apa. Padahal kamu baru saja "merobohkan pintu gerbang neraka dan memasukkan surga ke dalamnya".

Maka aku jadi semakin rajin begadang hingga pukul delapan pagi, sekadar menunggu kamu lewat, sekadar berharap kamu lewat dan sekali lagi bertemu mata denganku. Aku nggak tau apakah kapan-kapan aku bakal melakukan lebih dari sekadar menunggu, nyoba ngajak kenalan, misalnya. Karena aku tau bahwa aku nggak tau apakah kamu akan sudi berkenalan denganku.

Yah, aku cuma seorang penulis lepas, dengan honor yang dateng sekali-kali kalau ada tulisanku yang dimuat di koran. Atau jasa pengetikan atau yang lainnya. Aku memang masih melarat. Tapi kamu bisa yakin, aku akan melakukan apa aja untuk mendongkrak nasibku ini. Kerja banting tulang, apapun, supaya satu saat kelak aku cukup layak buat berkenalan sama kamu.

Tapi walaupun begitu, aku tau perempuan yang begitu sempurna seperti kamu nggak akan ngeliat aku cuma dari sisi berapa banyak duit yang aku punya, atau dari berapa banyak baju yang ada di lemariku. Aku tau aku emang melarat, aku juga tau aku cuma punya empat lembar baju butut dan lima dengan yang kupakai sekarang. Tapi sekali lagi aku yakin kamu nggak akan ngeliat aku dari sisi betapa melaratnya aku. Kamu terlalu sempurna untuk jadi perempuan yang seperti itu. Paling tidak aku berharap kamu nggak seperti itu.

Karena itu aku tulis surat ini. Hari ini hari Minggu, besok Senin kamu akan lewat lagi di jalan depan sana. Aku akan kasih surat ini ke kamu, dan sesudahnya aku nggak tau apa yang bakal terjadi. Tapi aku nggak bisa terus-menerus seperti ini, suatu waktu perasaanku ini harus kuberitahukan padamu. Dan besok adalah waktu yang sempurna, kupikir.

Bukan cuma sebuah perkenalan yang kuharapkan, tentu aja. Kenalan sama kamu dan kemudian cuma bisa ngeliat kamu dari jauh sama aja dengan memandangi surga dari dasar neraka. Tentu aja aku mau lebih dari itu. Aku mau kamu jadi kekasihku.

Dan kuberitahu kamu, lebih dari itu adalah aku mau kamu jadi istriku. Aku pikir aku akan ngelamar kamu suatu waktu.

Soal yang ini aku lebih nggak tau lagi apakah kamu akan mau atau enggak. Tapi aku nggak terlalu peduli tentang itu. Aku yakin dengan perasaanku, dan kamu harus tau perasaanku itu. Aku tau tujuan dan takdir hidupku emang kamu seorang. Nggak lebih.


Somewhere, someday in 2008

Sabtu, 08 September 2012

I must be in a good place now

Wild apple trees blooming all around
I must be in a good place now
Sunshine coming through
Rainbow colored sky
Paints pretty pictures in my mind

Oh what a good day to go fishing
And catch the sunset in the hills
Dream of my yesterdays and tomorrow
And hope that you'll be with me still

Saw a butterfly and I named it after you
Your name has such a pleasant sound
Love is all around and all I see is you
I must be in a good place now


Bobby Charles

Minggu, 26 Agustus 2012

Seonggok Tinja yang Diberi Nama "Sinetron"

OK let straight to the point.

Sinetron alias sinema elektronik merupakan produksi dalam negeri dengan mutu klitoris kutu busuk. Dari hari ke hari yang dihasilkan cuma tontonan-tontonan goblog yang didominasi oleh bacot-bacotan remaja dengan intonasi yang monoton serta tipikal tatapan-tatapan mata yang belum sekalipun berubah semenjak bertahun-tahun lampau.

Konflik-konflik rumah tangga yang ceritanya aduhai tajir bin gemah ripah loh jinawi, makan pagi pake roti dan garpu plus pisau, diikuti dengan mobil-mobil mentereng yang parkir di depan rumah berpilar dobel seperti istana, ditambahi dengan pembantu rumah tangga yang bolot, serta peran-peran naif ketolol-tololan. Sinetron religi yang BAHLUL!!nya minta ampun. Film horor hantu-hantuan dicampur tetek-tetekan yang menghasilkan film hantu bertetek buatan bangsa kita yang sangat tidak berperikehantuan sama sekali.

Kemudian rumah produksi yang lain membuat lagi yang serupa, tidak lupa menjiplak dari tontonan (yang sesungguhnya tidak kalah goblognya) dari luar negeri, lalu diikuti dengan rumah produksi yang lain, lagi dan lagi.

Kalaupun bukan sinetron kacrut semacam itu yang dilahirkan oleh bangsa ini, paling banter tontonan gosip, reality show, ataupun acara musik lipsync geblek yang tingkat kesontoloyoan dan keidiotannya selalu saling bersaing adu-beradu satu sama lain. Semuanya atas nama selera masyarakat yang "lagi in", yang selain memang goblog bin dungu binti bebal, juga selalu dan dengan manisnya meminta untuk disuapi tontonan yang lebih dungu dan lebih bebal lagi.

Kamis, 05 Juli 2012

Dan

Dan...

Kurasakan pandangannya meneteskan kering air mata, tapi terjatuh hanya di ulu hati. Menyimpan sebuah pengharapan mulia, tentang satu permintaan sederhana yang mungkin tidak mudah dia dapatkan.

"This party is over", tulismu di secarik kertas pada hari yang kau pilih itu.


Semoga hambar segera berlalu, dan mendekatlah rasa. Tenang dan nyamanlah engkau... selalu, sahabatku. Selalu.

Sabtu, 30 Juni 2012

...as the days keep turning into night

Well I have been searching all of my days
All of my days
Many a road, you know
I?ve been walking on
All of my days

And I've been trying to find
What's been in my mind
As the days keep turning into night

Well I have been quietly standing in the shade
All of my days
Watch the sky breaking on the promise that we made
All of this rain

And I've been trying to find
What's been in my mind
As the days keep turning into night

Well many a night I found myself with no friends standing near
All of my days
I cried aloud
I shook my hands
What am I doing here
All of these days

For I look around me
And my eyes confound me
And it's just too bright
As the days keep turning into night

All My Days - Alexi Murdoch

Kamis, 07 Juni 2012

Pencarian

Cinta, apakah yang kau cari? Angin, debur ombak, dan badai yang kau lalui, apa yang kau dambakan?

Cinta, tidakkah kau lelah, tidakkah kau ingin berhenti? Tidakkah matahari akan selalu terbit dan memerah terbenam di pantai manapun?

Cinta, akankah kau temukan apa yang kau cari? Atau kau hanya akan mati dalam sepinya perjalanan dan pencarian, terburu waktu tenggelam dalam birunya lautan?

***

Cinta, pergi dari pantai yang satu ke pantai yang lain. Untuk mencari tempat bernaung, tempat ia bisa hidup dan kemudian mati bersama senyuman. Pencarian akan kedamaian hati, jiwa yang hilang.

Cinta, ialah sang pencari. Yang akan membayar pencariannya dengan kemusnahan sekalipun! Yang akan tetap mencari apa yang mungkin tak akan pernah ditemukannya.

Cinta, pergilah. Tinggalkan apa yang ingin kau tinggalkan, carilah apa yang ingin kau cari, temukan apa yang ingin kau temukan. Wahai pendamba matahari bagi jiwa, sang surya penerang hati!

Minggu, 20 Mei 2012

Bunga-bunga Kesadaran

Di lima bulan pertama dari taun ini sudah terjual kira-kira tiga ratus ribu lebih unit mobil. Sementara target penjualan taun ini adalah enam ratus ribu unit mobil. Satu buah mobil model terbaru bisa berharga lima ratus juta, sementara perkiraan penjualan mobil pada sebuah pameran mobil bisa mencapai trilyunan rupiah.

Itu semua terjadi ketika dua puluh tiga koma sembilan persen (23,9%) dari ibu hamil di Indonesia mengalami kekurangan gizi, ketika di NTT saja ada enam puluh enam ribu enam ratus delapan puluh lima (66.685) orang anak yang mengalami gangguan gizi berstatus dari "kurang gizi" hingga "kwasiorkor", ketika seratus delapan puluh ribu (180.000) anak balita di Indonesia sekarat karena kurang makan setiap tahunnya, ketika empat koma delapan belas juta (4.180.000) orang anak-anak Indonesia harus putus sekolah dan menjadi pekerja anak, ketika dua puluh satu ribu (21.000) anak di bawah delapan belas tahun dilacurkan, ketika seorang pemulung di Jakarta bahkan tidak memiliki uang untuk menguburkan anaknya yang mati, ketika..., ketika..., dan jutaan "ketika" lainnya.

Senin, 12 Maret 2012

Di Balik Jeruji Besi

Robby tertunduk dan sesengukan menangis. Disorot kamera TV dan mata-mata jalang pak polisi yang siap menghajar sewaktu-waktu. Sebelum ditempelengi pak polisi, dia digebuki massa karena mencopet. Mencopet dompet berisi uang dua ratus ribu rupiah. Badan kerempeng jadi babak belur benjut kena bogem di sana-sini. Kamera TV masih menyoroti, pertanyaan-pertanyaan mengalir deras, jadi bahan pemberitaan acara-acara TV yang ngga pernah dia nikmati. Dan pak polisi tampak makin angker.

Robby: Buruh bangunan usia muda. Nyopet dompet karena kepepet untuk kuret sang kekasih yang kepalang bunting. Dompet udah berhasil dibawa lari tunggang-langgang, tapi ternyata masih sial. Puluhan tinju dari belasan orang mendarat di atas kulit, juga di kepala dan wajah; sehingga bibir jontor dan mata bengep pedih nyut-nyutan. Lantas diseret pak polisi ke kantor polisi buat ditanya-tanya sambil digaploki (lagi) sama pak polisi. Wajah jelek amburadul tambah berantakan nggak karuan, rambut awut-awutan, dan rasa-rasanya kepengen pingsan.

Kamera TV sudah pergi dengan hati puas karena abis nyorot seorang copet sampah masyarakat buat ngisi acara kriminal siang di TV. Robby dilempar ke balik jeruji besi, telentang di lantai dan mulai merem melek. Pertama kepikiran bibirnya yang jontor, lantas kepikiran nasib karirnya sebagai tukang copet yang gagal di percobaan pertama, terakhir kepikiran pacarnya yang udah bunting jabang bayi - eh sekarang dianya masuk penjara. Sial bener. Merem melek berlanjut terus dan terus...

------
Keesokan paginya, di balik jeruji di sudut lain;

Akhirnya pagi, entah pukul berapa. Langit meremang biru di balik jeruji besi di seberang ruang. Udara dingin membekukan waktu, membungkus segalanya dalam kebungkaman subuh.

Pening di kepala belum hilang, dan belum kulupakan tampang dua laki-laki yang beberapa hari lalu memukuli, menyeretku ke tempat biadab ini, dan menghancurkan sumber hidupku; gerobak jualanku beserta isinya. Kantuk membayang sejak lama, tetapi mata ini enggan menutup. Tak ada apapun yang kutunggu, hanya sinar mentari pagi yang hangat.

Datanglah ia kini, seberkas sinar putih dari lubang jendela. Perlahan keheningan menguap bersama hari, dan mengendap membatu dalam jiwaku. pikiranku membeku, hanya sepotong tanya yang selalu muncul; bagaimana nasib anakku?