Rabu, 10 November 2021

Malam yang Sejuk & Siang yang Ramah

Kadang dalam hidup kita akan belajar menjadi malam yang sejuk. Tidak dingin juga gigil. Begitu pula, kita belajar menjadi siang yang ramah. Tak panas juga terik. Namun siang yang ramah dan malam yang sejuk, bukanlah harta yang dapat kita wariskan, atau juga secangkir langit yang bisa kita nikmati selagi kita ingin.

Malam adalah segenggam doa berisi kasih, dan siang adalah serangkaian usaha penuh sayang, atau sebaliknya.

Minggu, 31 Oktober 2021

Rindu yang Tumpah dan Jatuh

Aku bertanya-tanya tentang mengapa hujan turun semau-maunya, begitupun jua terik yang telah beberapa masa terakhir tidak lagi sesuai dengan ketika masa kecil dulu.

Dahulu, musim berbagi ruang per sekian masa. Ada waktunya hujan jatuh, ada masanya terik tumpah. Enam bulan, enam bulan. Sekarang, selain tidak lagi terpisah, keduanya semakin sering datang semasa.

Apakah mungkin karena hujan dan terik telah saling bersama? Hingga tumpah dan jatuh tak terpisahkan lagi.

Atau adakah hujan dan terik ini sengaja melakukannya, tumpah dan jatuh bagi para perindu yang senantiasa berdoa untuk segera pulang ke kampung dimana langit dan laut adalah nama yang sama.

Kemungkinan itu niscaya, sampai ada yang mampu menemukan bila ternyata hujan dan terik hanya tersesat, dan tidak menemukan dirinya.

Senin, 18 Oktober 2021

Merantau

La ogi, pada suatu masa terpanggil untuk menguji nasib sebagaimana teman-teman sejawatnya yang telah terlebih dulu sompe'. Ada yang ke Malaysia, Papua, Jawa, dan ada juga yang menyeberang ke tanah misteri seperti yang menjadi arahnya, Kalimantan.

Ketika hendak berangkat, La Ogi sama sekali tak berbekal apa-apa, kecuali keberanian. Izin kepada kedua orang tuanya pu ia tuliskan pada sepucuk surat yang sengaja ia tinggalkan tepat di dekat sarung samping bantal yang biasa Mama La Ogi siapkan untuk anaknya setiap kali membersihkan kamar.

Sebelum subuh La Ogi berangkat. Larik-larik kalimat dalam kertas selembar tulisan tangan La Ogi itu sesekali tersibak angin. La Ogi menggoreskan permohonan, atau yang biasa kita menyebutnya harapan, juga doa-doa.

"Emma', pura metto'ni atikku sompe'. Taddampengekka konarekko laoka temmappesabbi, nasaba' mompo ammeni esse bebbuata' na engka ki terri tassenge', na engkaka matane' salaiki.

Emma', tassengkeruang mana' kasi' ri laleng nafasse' parillau doangeng ta', sarekkuammeng ni engka tokka lau sappa' deceng, mita deceng, sibola deceng, na lisu mappadeceng.

Emma', pura engkani tu ujujung sininna arajangetta', sarekuammeng ni tapada madising-dising maneng, na ta siduppa paemeng mappasiame' sengereng ri tana uddani."

Hingga waktu itu tiba, La Ogi memilih kembali. Orang-orang tertegun. La Ogi pulang bergelimang "kekayaan". Namun apa hendak dikata, ibarat pepatah "sedalam apapun cinta daun kepada ranting, tetap tanah berkuasa, sebab gugur adalah kepastian". Emma' tidak lagi bisa bersua secara lahir dengan La Ogi.

"Emma', engka na ro lau pole. Usabbarakeng meni akkatuongeng'e nennia sukkuru'ka temmaggangka. Saya bisa seperti saat ini bukan karena pintar, berani dan atau pun karena baik, tapi semua ini karena Allah yang menghendaki terkabulnya doa-doa ta' yang tak berhenti", ratap La Ogi terisak di pusara makam ibunya.

Sompe' bagi La Ogi menjelma simpul pengingat akan sesuatu yang pernah maujud dan mengikuti perjalanan ke perjalanan. Tak ubahnya hal yang tak saling mencari, namun sama-sama silih menemukan.

Minggu, 10 Mei 2020

Berhentilah Menawar Kepada Pedagang Kecil

Suara hati dari seorang pedagang kecil.

Untuk Renungan

Tadi pagi, diantara beceknya pasar tradisional, aku mengantri untuk dilayani, di tukang ikan.

“mahal amat, kurangi deh, ikan kayak gini, udah nggak segar,”tawar ibu berambut hasil rebonding itu.

“25ribu itu udah pas Bu, karna udah siang, kalo pagi, nggak kurang dari 30ribu,”jawab ibu penjual ikan.

“Ahhh 20ribu kalo mau, udah sisa-sisa jelek begini kok,” tawar si ibu rebonding.

Mata tua penjual ikan mengerjap pelan, mata tua yang selalu mengundang iba, menatap dagangannya. Masih bertumpuk. Hari mulai beranjak siang. Sebuah anggukan ia berikan. Menyerah pada keadaan. Hidup, tak memberinya banyak pilihan.

Dan tangan tua keriput itu mulai menyisik ikan. Ujung jari melepuh terlalu lama terkena air. Beberapa luka di jari tertusuk tajamnya duri ikan, cukuplah sebagai bukti, bahwa kehidupannya bukanlah kehidupan manis bertabur mawar melati.

Oh dunia,

Kenapa kita sedemikian kejam pada orang yang lemah? Mengapa di sebagian semesta diri, kita begitu puas jika berhasil memenangkan penawaran pada orang orang yang sudah terseok-seok mencari makan?

Apa yang kita dapat dari hasil menawar ? 3 atau 5 ribu?

Akan kaya kah kita dgn uang segitu? TIDAK.

Uang mungkin terkumpul, tapi keberkahan hidup nggak akan didapat. Bisa jadi, saat memasak, lupa, lalu gosong dan terbuang, kerugiannya lebih dari 5 ribu. Atau bisa jadi, saat masakan udah matang, anak anak malah kehilangan selera makan, dan minta dibelikan ketoprak atau apalah, sehingga uang yg 5 ribu tadi abis juga, capek memasak nggak dihargai oleh anggota keluarga.

Apalagi menawar dengan bahasa yg tidak baik. “ikan kayak gini, udah nggak segar, ikan kayak gini, sisa-sisa udah jelek begini,”

Omongan adalah doa. Setelah deal membeli, bisa jadi ikan itu memang membawa pemakannya menjadi tidak segar, atau ikan itu membawa kejelekan bagi pemakannya. Hati hati dengan lisanmu, doa seseorang menggetarkan langit, kalimat yg burukpun bisa menggetarkan langit.

Saat kita masih meringkuk di kamar ber AC, jam 3 dini hari, kala tubuh masih dibalut oleh selimut wangi dan jiwa dibuai mimpi, ibu tua pedagang ikan itu sudah berkubang dengan aroma ikan, mengangkat ikan berbaskom baskom, menyentuh es batu, mengeluarkan isi perut ikan, dll. Sungguh bukan kehidupan yang gampang.

Apa ruginya kalau kita melebihkan bayaran, atau minimal, tidak menawar atas harga yg telah dia tetapkan.

Bukankah sudah jelas, tak ada sekat antara dhuafa dengan Rabb-nya, bahwa doa kaum dhuafa, doa orang yg papa, adalah doa yang mampu mengetuk pintu langit.

Lantas kenapa kita mampu memberi kado pada teman yg melahirkan seharga ratusan ribu, atau membelikan kado ulang taun ratusan ribu pada anak teman yg merayakan ulang taun di mall , bukankah mereka sudah kaya, kado kado ratusan ribu itu mereka bisa membeli sendiri.

Sementara kita begitu berhitung pada mereka yg telah menggadaikan jam tidur dan tenaga, mereka yang terseret seret oleh arus nasib kejamnya jaman untuk sekedar mencari uang sebagai bekal pelanjut hidup.

Minggu, 03 November 2019

Hutangku Banyak pada Anak-anakku

Tidak jarang, kita memarahimu saat kita lelah.
Kita membentakmu padahal engkau belum benar-benar paham kesalahan yang kamu lakukan.
Kita membuatmu menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan.

Tetapi,
seburuk apapun kita memperlakukanmu, segalak apapun kita kepadamu, semarah apapun kita pernah membentakmu...
Engkau akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilmu.
Menghibur kita dengan tawa kecilmu,
Menggenggam tangan kita dengan tangan kecilmu,
Seolah semuanya baik-baik saja,
seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Engkau selalu punya banyak cinta untuk kita,
meski seringkali kita tak membalas cintamu dengan cukup.

Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaanmu,
tetapi kenyataannya engkaulah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita.

Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihanmu atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecilmu,
tetapi,
Sebenarnya kitalah yang selalu engkau bahagiakan.
Engkaulah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita,
melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.

Kita berhutang banyak padamu nak.
Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap dan bermain denganmu?

Dari waktu hidup kita bersamamu, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-harimu, melukis senyum sejati di wajah mungilmu?

#######

Tentang anak-anak,
Sesungguhnya merekalah yang selalu "lebih dewasa" dan "bijaksana" daripada kita.
Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya.

Seburuk apapun kita sebagai orangtua, mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita punya.

Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita.
Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi.
Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa.
Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri.

Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang masa depan kita sendiri.
Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.

#######

Maka akan kudekap anak-anakku, kan kutatap mata mereka dengan kasih sayang dan penyesalan dan akan kukatakan kepada mereka:
"Maafkan bapak untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan"

Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Allah tak berkenan.
Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup bapak dan ibu lebih baik dari sebelumnya.
Iya, lebih baik dari sebelumnya.

Kamis, 16 Mei 2019

Senantiasa

Kau kan tau, aku selalu mengedepankan logika. Layaknya kebanyakan laki-laki pada umumnya.

Tapi begitu aku melihatmu, aku tak pernah menganggap ukuran relatif lebih baik atau lebih buruk.

Aku tidak menggunakan angka seperti matematika.

Atau menggunakan kuantitatif sebagai nilai.

Apalagi menggunakan statistik untuk mendeskripsikan.

Tapi aku selalu menggunakan hati untuk mengukur.

Bahwa kita telah tertakdirkan untuk bersama, seberapa muak pun kita pada kenyataan itu.

Maka bersabarlah, dan memaafkanlah terhadap lelakimu ini. Senantiasa.

Senin, 17 Desember 2018

Ode to my father

Aku tidak bisa menundanya lagi.
Aku tidak bisa menahannya lagi.
Aku harus mengikuti kata hatiku.
Aku harus pulang.
Aku harus berada di samping ranjang bapakku.

Untuk sekedar membuatkannya secangkir teh hangat.
Untuk sekedar membantunya berbaring.
Untuk sekedar meluruskan letak bantalnya yang miring.
Untuk sekedar hadir di pandangannya. Untuk sekedar ada di sekitarnya.

Aku sudah terlalu lama pergi.
Aku sudah terlalu renta melanglang buana.
Aku sudah terlalu lelah mencari pengakuan manusia.
Aku sudah terlalu bosan mengejar asa dunia.

Sungguh, aku ingin pulang.


*Suatu hari di bulan Juni 2017

Selasa, 21 November 2017

Kepulangan

Saat umurku lebih muda dulu, pernah terbesit di dalam benakku untuk tidak pernah kembali ke tempat ini. Aku ingin pergi dan tinggal di tempat lain. Membangun dan membentuk keluargaku sendiri, bersama istri dan anak-anakku kelak. Juga teman-teman dan lingkungan baru. Aku ingin membangun kehidupan yang ideal menurutku, begitulah pikirku waktu itu.

Dan sungguh, rencanaku sangat detail, aku bahkan sudah bisa membayangkan bentuk rumah masa depanku, lengkap dengan ruangan-ruangan beserta isi-isinya. Semuanya sudah terancang dalam otakku.

--------
Hammam selalu tertidur pulas dalam perjalanan. Hanya sesekali dia terbangun, itupun hanya karena rasa lapar atau haus, dan dengan mudah kembali tertidur setelah disusui. Banyak hal yang terbesit dalam otakku, tentang keputusanku untuk pulang, tentang kehidupan di Balikpapan yang akan kutinggalkan, tentang zaujati yang akan merantau keluar dari tempat kelahirannya untuk pertama kalinya.
-----

Sungguh, niatku pulang bukan karena lelah merantau, atau karena menginginkan sebagian dari harta orang tua. Tidak. Aku hanya ingin mendampingi Ibuku, merawatnya di masa tuanya kini. Sudah cukup ibuku bersedih atas berpulangnya bapak. Semoga kehadiranku bisa sedikit meringankan beban beliau. Atau setidaknya bisa menjadi penyejuk atas hari-hari yang akan dilalui di sisa umur.

Dan aku tidak mengharap seonggok simpati atau sunggingan senyuman atau sedikit balasan kebaikan apapun di kehidupan dunia ini. Semoga Allah yang akan membalasnya di akhirat kelak, jika memang itu layak untuk dibalas. Dan aku berharap semoga Allah memelihara niatku dari riya dan ambisi dunia dari awal hingga akhir.

Dan tinggallah kini mimpi akan kehidupan ideal masa mudaku. Terkikis habis bersama putaran roda kendaraan yang kutumpangi. Esok akan kubangun mimpi yang baru, yang mungkin tidak lebih ideal, tapi pasti lebih bijak.

Jumat, 10 November 2017

Ya Hammam, ya Bunayya

Dari Abu Wahb al-Jusyami ash-Shahabi radiyallahu 'Anhu, beliau berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

تَسَمَّوْا بِأَسْمَاءِ اْلأَنْبِيَاءِ. وَأَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ إِلَى اللهِ سبحانه و تعالى: عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمنِ، وَأَصْدَقُهَا: حَارِثٌ وَهَمَّامٌ، وَأَقْبَحُهَا: حَرْبٌ وَمُرَّةُ.

'Namakanlah diri kalian dengan nama-nama nabi, dan nama yang paling disukai Allah Subhanahu waTa`ala adalah Abdullah dan Abdurrahman, dan yang paling benar di antaranya adalah Harits dan Hammam, sedangkan yang paling buruk di antaranya adalah Harb dan Murrah'."
(Sunan Abu Dawud 3: 4140)

Begitulah kuberi nama anakku ini. Dia lahir pada 17 september dini hari yang tenang. Alhamdulillah, dia terlahir normal dan sehat. Semoga menjadi anak yang soleh, dan semoga kelak menjadi orang yang senantiasa memiliki tekad kuat untuk meraih kedudukan yang tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. 

Semoga Allah senantiasa menjaganya.

Senin, 25 September 2017

Abati rahimahullah

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada bapakku. Beliau adalah sosok sederhana, panutan yang baik sebagai seorang bapak. Sungguh, hingga detik kepergiannya, aku merasa belum begitu mengenalnya. Kisah hidupnya, masa mudanya, perjalanannya di tanah perantauan yang pernah ia singgahi dalam hidupnya, kebanyakan aku dengar dari orang lain; kakak-kakakku, ibuku, paman. Sementara bapakku, beliau lebih memilih banyak diam. Beliau lebih memilih untuk fokus bekerja, mencari rezeki untuk istri dan anak-anaknya. Biarlah pengorbanan dan perjuangan yang pernah dilaluinya, Allah yang akan membalasnya dengan pahala yang banyak, insya Allah. Semoga Allah mengampuni kesahalan-kesalahan beliau di masa lalu.

Bapakku wafat dengan tenang dalam tidurnya. Sungguh, ada janji yang tidak sempat kupenuhi kepada beliau, bahwa aku akan pulang merawatnya selepas istriku melahirkan. Qoddarullah, beliau lebih dulu dipanggil.

Semoga beliau khusnul khotimah, semoga Allah senantiasa merahmati beliau, memuliakannya dan mengampuni kesalahan-kesalahannya.

Saya akan senantiasa mendoakanmu bapakku. Saya akan senantiasa menyisipkan namamu dalam munajatku kepada Allah. Semoga Allah mengumpulkan kita di jannah-Nya kelak.