Selasa, 19 Desember 2006

Kesadaran Kemanusiaan

Aku berada di antara kehidupan kotaku yang modern dan kehidupan di desa. Mereka sederhana dan bersahaja. Kadang di malam-malam gelap yang sunyi, aku masih bertanya, yang manakah kehidupan? Padahal akupun tahu, indraku seluruhnya menyampaikan kalau kaki, kepala, tangan, seluruh tubuhku lahir tatkala modernitas tengah menggerogoti seluruh sudut ke-kampung-an dan melahapnya hidup-hidup. Seluruhnya, pranata dan perkakas budayanya, tak kecuali agama. Aku lahir dalam jaman tunggang langsung sambil jungkir balik, aku tahu tapi yang manakah pegangan?


Awalnya aku berpijak pada satu tonggak yang kukira kokoh, tapi ternyata tunggangnya ia tak punya seperti untaian tentakel gurita, ia melambai mencari-cari dan menemukan sesuatu lalu mengatakan bahwa inilah yang patut dijadikan pegangan dan pada saat yang lain lagi merengkuh sesuatu yang lain dan menjadikannya pula pegangan yang lain. ‘Sesuatu’ yang digenggamnya itu, kadang ambigu, hingga kadang pula standar ganda tak dapat dihindarinya. Manusia macam apa yang membangun dan dibangunkan oleh keadaan macam ini?

Ada juga sesuatu yang lain, hampir semua orang menggenggaminya erat hingga hidup pun dikorbankan untuk itu. Bukan hanya hidupnya sendiri, melainkan hidup seluruh dunia bila perlu. Sekilas tampak mengejar keseimbangan dan memang itulah yang menjadi kesadaran mereka, tetapi bagiku tampak sebagai pelampiasan hasrat. Hasrat apa saja; keinginan, dendam, kehormatan, ketiadaan… . menolak kejahatan dengan melakukan kejahatan adalah watak fatalis, watak fatalis tak berbeda sama sekali dengan kejahatan sendiri.

Aku lelah oleh paradoks umat manusia. Aku yakin, aku tak sendiri. Aku tahu bahkan filosof, teolog, ilmuwan, dan teoritikus, ulama dan rohaniawan, semua orang yang terus berfikir bergumul dengan hal ini pula sampai akhir hidupnya, juga para sufi dan nabi. Yesus mengutuk sebuah pohon ara karena tak mampu memberi satu buah pun untuk rasa laparnya, Muhammad mengharamkan babi untuk tubuh umatnya. Tapi semua itu tak bisa menjadi alasan untuk berkata lanjutkan saja hidupmu tanpa soalan-soalan itu, kenyatannya semua manusia-manusia besar pun mempersoalkannya, kenyataan-kenyataan selalu muncul sebagai masalah. Maka saya tetap mempersoalkannya bahwa ada keadaan yang lebih baik dari kenyataan ini tapi kenapa ini yang kita adakan?

Kita berpengharapan terhadap suatu keadaan, termasuk utopi sebagai salah satu. Pengharapan itu, keinginan yang hadir tidak dengan serta-merta tanpa melalui proses sadar. Harapan itu, keinginan itu adalah keadaan yang pernah sangat dekat dengan kita, entah itu melalui bantuan panca indera atau bahkan pernah kita alami meski sesaat, pun halnya dengan utopi. Tetapi manusia terlanjur telah membuat pembeda, sekat, pembatas. Bukan hanya beberapa tapi sejumlah tak terhingga sehingga kita mesti berhati-hati terhadap watak fatalis bahwa di dunia ini hanya dirimulah yang boleh kau percayai, setiap manusia adalah rintangan-rintanganmu atas sesuatu yang terbatas sehingga harus dapat kau lenyapkan atau setidaknya kau manipulasi.

Semakin kompleks kehidupan ini semakin jauhlah kesadaran. Maka persaingan, kompetisi atas hidup adalah watak fatalis yang utama. Betapa tidak? Bahkan agamapun dimanipulasi atau bila tidak, dijadikan alat manipulasi atas kesadaran makhluk untuk memenangkan persaingan. Sepatutnyakah? Betapa mahal kesadaran. Tapi betapapun mahalnya, untuk memperolehnya tak perlu merogoh kocek sekian juta seperti kesadaran manipulatif yang diperjualbelikan oleh institusi pendidikan, kau hanya harus setia dan konsisten pada kesadaran hidupmu yang pertama, kesadaran kemanusiaan.

Bahwa dalam kehidupan ini, semua makhluk berproses, tak ada subjek apalagi objek. Menjadi khalifah di atas muka bumi tidak berarti pengabsahan bagi manusia untuk menjadi subjek dan karenanya boleh menentukan pantas atau tidak pantasnya ’seekor’ nyawa dilenyapkan. Bahkan Tuhan tidak mengambil posisi subjek dalam kehidupan kita, yang akan turut campur ketika kita hendak membantai seorang bocah dengan kelaparan atau menyarangkan sebutir peluru algojo di kepala seseorang, atau tebasan pedang di leher musuh kita, atau ketika kita hendak melampiaskan hasrat seksual atau ketika memberi makan anak yatim, atau ketika hendak menyeberangkan seorang nenek di lalu lintas yang ramai, dan seterusnya. Sekali lagi, memang ia mengatakan jangan atau silahkan, tetapi ia memberi pilihan dan kesempatan.

Sekali lagi, tetaplah setia dan konsisten kepada para kesadaran yang pertama atas kehidupan, kesadaran kemanusiaan, bahwa kau hanyalah setitik debu di bumi ini, yang bila angin berhembus maka kaupun akan lenyap dan tempatmu tidak akan mengenalmu lagi. Bila masih tak bisa kau rasakan jua kesadaran itu, cobalah sesekali mendaki gunung. Seorang diri atau bersama kawan-kawanmu maka akan kau lihat sebesar apa dirimu dalam hamparan alam semesta. Atau bila tak sanggup, kecaplah kehidupan pedalaman yang murni, maka kau akan lihat inilah manusia yang sungguh; dan kesadaranmu pun tumbuh dan dipulihkan.

Kesadaran yang datang terlambat selalu hadir sebagai penyesalan, penyesalan yang akan datang selamanya melalui ratapan-ratapan, seperti diriku. - 

Sabtu, 16 Desember 2006

Mempertanyakan Jati Diri Sebagai Bangsa & Jati Diri Sebagai Individu

Sedang membaca Koran? Kalau masih punya sedikit waktu sempatkanlah mengamat-amati keadaan sekitar, misalnya pada tong sampah-sampah kita. Apa yang terlihat? Manusia yang tengah memakan sampah. Di kolong-kolong dan jembatan, rumah? Di perempatan jalan, pengemis dan pengamen. Sekarang mari kita coba-coba bertanya pada orang-orang yang mungkin kita tanyai, “kerja apa, dimana?”… . Pengangguran nyata. Di pelosok-pelosok desa, petani. “Luas lahannya berapa?” … . Pengangguran terselubung. Sayangnya kita tidak punya angka-angka yang pasti tentang berapa jumlahnya, ada yang bilang data-data BPS (Balai Pusat Statistik) sulit dipercaya kevalidan datanya kecuali kantornya telah membuka cabang sampai ke tingkat RT/RW.

**

Bencana, bencana dan bencana… sangat marak akhir-akhir ini, booming. Sampai-sampai ada yang mengatakan kalau negeri ini adalah negeri bencana. Kelaparan, kekeringan, banjir, longsor, gunung meletus, gempa dan tsunami. Menurut pengalaman, bencana di Negara kita sudah selalu pasti dibarengi efek kompleks, efek dan kompleks. Efeknya yang pasti adalah korban jiwa dan harta benda, beban mental korban dan beban keuangan Negara. Kompleksnya bermacam-macam, tergantung pada kompetensi dan spesialisasi pendidikan pengidap kompleksnya. Tetapi sifatnya yang paling mencolok adalah kompleks proyek dengan berbagai turunannya seperti KKN dan penyalahgunaan wewenang.

**

Salah seorang dosen saya pernah mengatakan kalau bangsa ini menderita sejenis bisul yang kronis, sulit disembuhkan. Menggerogoti sekujur tubuhnya. Mulai dari Aceh, Jawa, Sulawesi, Ambon, sampai Papua. Malahan sudah ada bahagian tubuhnya yang sudah diamputasi, antara lain Timor Timur, Sipadan dan Ligitan dan entah bahagian mana lagi yang segera menyusul.

**

Lain lagi halnya dengan yang satu ini, seorang Ibu yang tak mengenal dan dikenal anaknya sendiri dan bahkan Sang Anak tak lagi mengenali dirinya sendiri. Sang Anak tumbuh menjadi kikuk, gagap, gagu, peniru dan pemalu. Ia tahu keadaannya, maka dicobanya menutupi kekurangannya itu dengan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, dengan segala cara. Kemudian ia tampil dalam berbagai bentuk dan topeng, sangat simpatik. Maka segera saja ia berterima bagi yang lain dan bahkan menjadi penguasa segala bidang kehidupan. Tak perlu lagi dipertanyakan kenapa, kemunafikan saling dukung mendukung lalu makan memakan. Inilah hasil demokrasi, senjata yang amat beringas ditangan orang-orang jahat dan setetes air zam-zam di tangan orang-orang baik.

**

Dahulu, kejahatan terpencil seperti jeritan, kini universal seperti sains. Albert Camus meneriakkannya hampir enam puluh tahun yang lalu, adakah yang berubah? Perubahannya hanyalah bahwa kini kejahatan tampil dengan wajah yang lebih lembut, mengambil bentuk dalam etika, budaya dan bahkan agama. Bukankah wajah sang jahat kadang tampil di hadapan kita sebagai pahlawan?

**

Inikah wajah Ibu Pertiwi, ibu kita?

**

Andai hari ini adalah 55 tahun yang lalu, mungkin semarak panji-panji dan pekik merdeka masih akan menggelorakan semangat dan harapan. Tetapi kini lihatlah, Ia berkawan ragu. Inikah buah kemerdekaan? Untuk apa Nasionalisme bila ia mengusir aku dari tanahku, tumpah darahku sendiri? Buat apa primordialisme bila yang diberikannya padaku bukannya jati diri melainkan ketertundukan dan ketaklukan? Apa urusan nasionalisme mempertanyakan agama, dan asal usul suku kami? - dream blog -

Selasa, 12 Desember 2006

Pesan & Kesan Buat Calon Dekan

Fakultas Ekonomi Unhas adalah fakultas tertua di Unhas, dan Unhas adalah Universitas terbesar di Indonesia Timur. Oleh karena itu Fakultas Ekonomi senantiasa membutuhkan pemimpin yang merupakan Intelektual tercerahkan (Rauzan Fikr). Terkait dengan hal tersebut, hari selasa (12 Des 2006) adalah hari yang sangat menentukan bagi FE Unhas kedepan, karena pada hari tersebut akan dilakukan pemilihan Dekan.

Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang Dekan yang ideal. Begitu pula dengan Mahasiswa yang merupakan stackholeder terbesar. Oleh karena itu dari lembaga kemahasiwaan telah melakukan suatu proses untuk menampung aspirasi di tingkatan keluarga mahasiswa.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh fakultas saat ini adalah minimnya fasilitas, banyaknya dosen malas, adanya beberapa dosen yang kurang cerdas mengajar, ada pula beberapa dosen yang menomorsatukan kepentingan proyek dari pada mengajar. Selain itu mahasiswa sebagai anak didik senantiasa berharap para dosen yang dalam hal ini juga sebagai orang tua di kampus agar kiranya dapat menjadi teladan bagi seluruh stackholder.

Yang menjadi kesedihan juga di tingkatan mahasiswa adalah mulai tertutupnya ruang-ruang musyawarah di kampus, hal tersebut bisa terlihat dari adanya beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh birokrat kampus yang dimana kebijakan tersebut bersentuhan langsung dengan mahasiswa namun tidak melibatkan mahasiswa yang dalam hal ini lembaga kemahasiwaan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, di beberapa fakultas adanya pola-pola militeristik yang digunakan untuk melihat suatu masalah/menafsirkan suatu fakta sosial. Hal tersebut terlihat dengan dijatuhkannya sanksi skorsing kepada sekitar 30 orang mahasiswa Fisip Unhas, serta sekitar 20 orang mahasiswa Tekhnik Unhas yang menjalankan agenda pengkaderan awal lembaganya. Yang kita harapkan bersama adalah adanya sikap dewasa oleh masing-masing pihak, baik mahasiwa maupun birokrat ketika terjadi perbedaan perspektif. Dimana pendekatan rasionalitas yang dalam hal ini metode dialog agar kiranya dapat diutamakan.

Dalam kajian lembaga kemahasiswaan, yang perlu juga dipikirkan oleh Dekan terpilih ke depan adalah bagaimana FE Unhas mampu melahirkan Sarjana-sarjana yang memiliki kualitas pada wilayah Cognitif (pengetahuan), afektif (watak) dan Psikimotorik (Skiil). Selain hal tersebut, yang perlu juga untuk dikaji kedepan adalah tentang paradigma dominan yang digunakan oleh FE Unhas dalam kurikulumnya. Di mana lebih banyak menggunakan paradigma positivistik (Newtonian maupun Cartesian) dalam melihat permasalahan ekonomi. Ajaran tersebut biasa kita sebut dengan ajaran kapitalisme. Sehingga tidak mengherankan kemudian ketika output yang dihasilkan oleh Fakultas ini adalah Ekonom-ekonom serakah, yang berwatak individualis, dan berjiwa pragmatis. Yang kita harapkan bersama kedepan adalah adanya kurikulum ekonomi yang menggunakan paradigma Holistik sehingga wacana yang dikaji oleh mahasiswa lebih berwarna, dan memliki keberpihakan yang jelas terhadap agenda-agenda kerakyatan. Yakni Ekonom-ekonom yang siap menjawab realitas kemiskinan yang masih menjadi warna dominan di bangsa ini.

Yang diharapkan juga dari dekan terpilih adalah dekan yang memiliki pandangan positif terhadap lembaga kemahasiwaan. Meskipun kami sadari bahwa ada beberapa mahasiswa yang terlibat di lembaga kemahasiwaan yang masih memberi citra negatif seperti pengurus yang kuliahnya tidak beres. Namun perlu dipahami bahwa di lembaga kemahasiswaan kami senantiasa belajar tentang kedewasan, belajar berbeda pendapat/berkompromi, belajar untuk bicara atau tampil didepan orang banyak. Dan hal lain yang tak kalah pentingnya adalah jaringan yang kami peroleh, baik dengan mahasiswa sefakultas, maupun fakultas lain serta kampus lain. Termasuk jaringan dengan dosen-dosen, pengusaha serta para pejabat-pejabat (yang penting tidak menjadi penjilat), karena persentuhan kami pada suatu kegiatan seperti seminar, dll.

Yang kami harapkan dari pesta demokrasi yang akan diadakan hari selasa (12 Des 2006) adalah adanya pemilih-pemilih rasional, dan berpihak pada nilai. Bukan mendahulukan ego jurusan, suku maupun kelompok. Karena kami sebagai mahasiswa yang dalam hal ini sebagai anak didik senantiasa merindukan keteladanan dari bapak dan ibu dosen. Kami mahasiswa juga berharap agar semua konflik yang pernah ada, baik konflik personal maupun kelompok agar kiranya dapat diselesaikan secara dewasa demi FE Unhas ke depan. Sebagaimana kata seorang bijak: "kita harus berhenti menggunjing kegelapan, saatnya kita menyalakan lilin". - dream blog -

Sabtu, 02 Desember 2006

Bayang-Bayang Kenangan

Di rumah, di kampung, segalanya telah berjalan seperti biasa pada musim kemarau; kipas dinyalakan, dan di pagi hari, ketika anak-anak kecil bersiap ke sekolah, suasana gelap, dan para orangtua membenarkan letak topi anak-anaknya yang agak miring. Udara mulai dingin. Ketika hujan pertama turun, dan untuk pertama kali payung difungsikan, enak rasanya memandang bumi yang basah, atap-atap basah. Napas terasa empuk, nyaman, dan saat itulah terkenang masa muda. Pohon-pohon Beringin yang basah oleh embun beku memancarkan wajah lembut. Pohon-pohon itu terasa lebih akrab pada jiwa dibandingkan manusia-manusia yang satu-dua mulai terlihat berlalu-lalang di jalan, dan karena keakraban itu tidak ingin rasanya aku mengingat tentang kuliahku yang belum juga kelar.

Aku besar di Sengkang. Aku tiba kembali di kota itu pada suatu hari yang cerah, dingin. Ketika aku sudah mengenakan jaket, menelusuri Jl. Pahlawan, dan pada petang hari mendengar suara adzan mesjid, perjalanan yang belum lama kulakukan dan tempat-tempat yang pernah kukunjungi kehilangan segala pesonanya. Sedikit demi sedikit aku pun tenggelam dalam kehidupan kota Sengkang; dengan lahap aku habiskan dua koran sehari. Aku sudah hendak pergi ke pinggir sungai Walennae, Clasic Disc, undangan Akiqah, dan aku merasa tersanjung melihat rumahku didatangi oleh sahabat-sahabat lama, dan di Clasic aku bermain kartu dengan para penganggur.

Lewat sekitar sebulan, terasa olehku hari-hari yang masih terselimut kabut kenangan, dan hanya sesekali nongol dalam mimpi dengan senyum menyentuh, seperti mimpi-mimpi yang lain. Tapi lewat daripada sebulan datanglah musim hujan menggigit, dan di dalam kenangan segalanya tampak terang, seakan baru kemarin aku berpisah dengan hari-hari itu. Kenangan itu menyala terus makin lama makin hebat. Apakah di tengah keheningan malam terdengar suara keponakan-keponakanku yang sedang mempersiapkan pelajaran, apakah terdengar olehku lagu nostalgia atau bunyi mesin dari bawah rumah, atau dengungan angin hujan di atap rumah, kembali tiba-tiba aku hidup dalam kenangan tentang segalanya: apa yang terjadi di sekolah, pagi hari berkabut di Pattirosompe bersama saudaraku tercinta, becak pengangkut yang datang dari pasar Sentral. Lama aku berjalan mondar-mandir di kamarku, mengingat, dan tersenyum, dan kemudian ingatanku berubah menjadi kenangan, dan apa yang sudah berlalu dalam angan-angan itu pun bercampur dengan yang akan datang.

Kenangan-kenangan itu bukannya terlihat olehku dalam mimpi, tapi mengikutiku ke mana-mana seperti bayangan, dan menghantuiku. Dengan mata terkatup aku dapat melihat hari-hari itu sebagaimana adanya, dan tampak lebih indah, lebih muda, lebih mesra daripada waktu itu; dan aku sendiri pun merasa lebih baik daripada waktu itu. Saban malam kenangan itu memandangku dari lemari pakaian, dari rak-rak buku, dari langit-langit kamar, dan aku mendengar senandungnya, gemerisik mesra suaranya. Di Makassar, dengan perasaanku aku mengikuti hari, mencari, tidak adakah di antara hari-hari ini yang mirip hari itu... Bahkan aku sudah tenggelam dalam hasrat kuat untuk berbagi kenangan dengan seseorang. Namun di kost tidak mungkin aku bicara tentang cerianya, sedang di luar kost, tidak ada orang lain. Tidak mungkin hal itu dibicarakan dengan tetangga, tidak juga di kampus. Dan lagi, apa yang harus dibicarakan? Apakah memang ada sesuatu yang indah, puitis, atau edukatif, ataukah itu sekedar hal yang menarik, dalam hubungan dengan kenangan?

Maybe next year will be better than the last. - dream blog -

Jumat, 17 November 2006

Merantau Itu Indah

Ciri orang yang berakal dan berbudaya adalah tidak akan tinggal seterusnya di satu tempat. Meninggalkan tempat tinggalnya untuk mengembara, itulah bagian dari istirahatnya.

Pergilah dengan penuh keyakinan! Niscaya akan engkau temukan pengganti semua yang engkau tinggalkan.

Bekerja keraslah karena hidup akan terasa nikmat setelah bekerja.

Sungguh, aku melihat air yang tergenang dan berhenti, memercikkan bau tak sedap. Andaikan saja ia mengalir, air itu akan terlihat bening dan sehat. Sebaliknya jika engkau biarkan air itu menggenang, ia akan membusuk.

Singa hutan dapat menerkam mangsanya setelah ia tinggalkan sarangnya.

Anak panah tak akan mengenai sasarannya, jika tak beranjak dari busurnya.

Andaikan mentari berhenti selamanya di tengah langit, niscaya umat dari ujung barat sampai ujung timur akan bosan kepadanya.

Emas bagaikan debu, sebelum ditambang sebagai emas. Sedangkan, pohon cendana yang masih tertancap pada tempatnya, tidak ubahnya pohon-pohon untuk kayu bakar.

Jika engkau tinggalkan tempat kelahiranmu, engkau akan temui derajat mulia di tempat yang baru dan engkau bagaikan emas yang sudah terangkat dari tempatnya.

Pergilah merantau untuk mencari kemuliaan karena dalam perjalanan itu ada empat kegunaan; yaitu menghilangkan kesedihan, mendapatkan ilmu, mengagungkan jiwa, dan dapat bergaul dengan orang banyak. (Imam Syafi'i) - dream blog -

Selasa, 14 November 2006

Matikan TV, Nyalakan Hidup!

Di masa sekolah saya sering menonton televisi, tapi sekarang beruntung kalau dua kali seminggu teman-teman mengajak saya "menghirup udara" itu. Jadi tentu saja saya tidak cukup untuk memiliki hak menilai televisi, tapi saya akan berbicara tentangnya sedikit.

Menurut saya, televisi tidak lebih baik daripada 5-10 tahun yang lalu. Seperti dulu, acara televisi dipenuhi dengan artis-artis yang mempunyai fleksibelitas luar biasa untuk berubah bentuk sesuai dengan selera penonton atau kebutuhan pasar; dari peran setan kemudian menjadi berkerudung saat memasuki bulan Ramadhan. Seperti dulu, saya melihat di layar kaca sajian acara remeh temeh bahkan menjijikkan, mulai dari hiruk-pikuk ulangtahun seorang artis pada usianya yang ke-sekian (yeah, like we care!), sampai kisah demi kisah perceraian selebriti papan atas yang semakin membuatku ingin meludah. Lagi seperti dulu, media paling senang membesar-besarkan urusan-urusan seperti goyangan pantat seorang penyanyi dangdut, atau fenomena 'penampakan' dan kemudian mengemasnya seserius atau lebih daripada urusan konflik di Timur-Tengah. Dan ada yang bilang acara TV itu adalah pendidikan. (lha?)

kebanyakan orang yang sentimental dan gampang percaya bisa diyakinkan bahwa TV dalam keadaannya sekarang adalah pendidikan. Tapi barangsiapa mengenal pendidikan dalam maknanya yang sejati, tidak mudah dia ditangkap dengan umpan tersebut. Saya tidak tahu bagaimana 50-100 tahun lagi, tapi dalam keadaannya sekarang acara TV hanya dapat berfungsi sebagai hiburan. Tapi hiburan ini terlalu mahal untuk terus dimanfaatkan. Hiburan ini menyesatkan. Hiburan ini merampas dari para orangtua beribu-ribu pemuda dan pemudi sehat, berbakat, yang jika seandainya tidak mengabdikan diri pada kemampuan berakting kiranya dapat menjadi dokter, guru, hakim yang baik; hiburan inipun merampas dari tangan masyarakat jam-jam pagi, siang, sore dan petang hari yang merupakan waktu terbaik untuk kerja otak dan silaturahmi antar-kawan. Belum lagi saya berbicara tentang pengeluaran uang dan kerugian mental yang diderita oleh pemirsa ketika mereka melihat di layar kaca pembunuhan, hantu-hantu, pantat, atau aib yang tidak terbukti kebenarannya.

Si A temen saya lain lagi pendapatnya. Dia berusaha meyakinkan saya bahwa televisi, dalam keadaannya sekarangpun, lebih tinggi daripada ruang kelas, lebih tinggi daripada buku, lebih tinggi daripada segalanya di dunia. Media televisi adalah kekuatan yang menyatukan semua jenis kesenian di dalam dirinya, sedangkan para artis adalah public-figure. Tidak ada jenis seni dan tidak ada jenis ilmu yang mampu mempengaruhi jiwa manusia secara kuat dan benar sebagaimana layar kaca; karena itu tidak heran bila selebritis kelas atas memperoleh jauh lebih banyak popularitas di kalangan masyarakat dibandingkan ilmuwan atau olahragawan yang baik. Dan tidak ada kegilaan umum yang dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan sebagaimana saat kita mengetahui kelanjutan dari episode ke-x sebuah film sinetron.

Dan pada suatu pagi yang cerah si A pun masuk rombongan tarik suara, dan pergi, kemungkinan ke Jakarta, dengan membawa uang banyak, harapan indah yang masih gelap, dan pandangan aristokratisnya.

Hidup kita telah terwakili oleh sinetron, hasrat kita telah dikontrol oleh iklan. Hidupilah hidup, bukan menontonnya. Membuat hidup menjadi lebih indah, lebih baik daripada menyaksikan ilusinya. Kenyataan untuk dirubah ada di luar sana, bukan tersaji di layar TV.

Matikan TV, nyalakan hidup! 

Sabtu, 11 November 2006

Pengkhianatan Kaum Intelektual di Unhas

Sumber : Fajlurrahman Jurdi ; Sekretaris DPD IMM Sulsel
Pernah dimuat di Fajar; Selasa, 27 Juni 2006

Tulisan ini, sebenarnya tidak ingin memprovokasi siapapun, dan tidak memiliki tendensi apa-apa. Saya teringat dengan tulisan Daniel Bell "The End of Ideology", yang terlalu dini membunuh ideologi atau Francis Fukuyama yang menulis "The End of History", atau Ohmae dengan "The End of Nation State" dan "The Borderless World". Karya Fukuyama "The End Of History" adalah karya monumental yang sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan baik di kalangan ilmuwan Timur maupun Barat. Juga pakar-pakar lain yang menulis "matinya ilmu ekonomi dan "matinya ilmu pengetahuan". Semua barangkali merupakan refleksi kritis dan gugatan radikal terhadap fenomena yang dihadapi, yang dalam banyak hal menimbulkan kekecewaan dan frustrasi.

Karya-karya yang disebutkan di atas paling tidak mewakili alur berpikir tulisan ini, yaitu bagaimana seorang intelektual mampu "menyihir" orang dengan argumentasi, gagasan dan paradigma yang objektif. Seorang intelektual adalah yang memahami realitas sosial sebagai pusat bergetarnya "naluri" kemanusiaan dan realitas sosial yang timpang adalah musuh dan objek kajian kaum intelektual dengan berusaha mencari pemecahan terhadap realitas yang timpang tersebut.

Kaum intelektual merupakan kaum terdidik, pandai, bernaluri, benci terhadap penindasan --penindasan itu atas nama apapun-- dan berusaha untuk mengeluarkan masyarakat dari jeratan sosial yang menghimpit. Seorang intelektual harus memahami idealisme dan pandangan dunia yang dimilikinya sehingga kaum intelektual tidak menjadikan intelektual sebagai alat untuk meraup keuntungan pribadi dengan menjual gelar keintelektualan. Jika itu yang terjadi, maka gelar pengkhianat intelektual harus disandangnya.

Setiap naluri berpikir seorang intelektual seyogyanya berkhidmat kepada masyarakat dan kemanusiaan, serta mencari hakikat kebenaran untuk pembebasan, sehingga dengan demikian seorang intelektual tidak berhenti menjadi intelektual personal -meminjam bahasa Antonio Gramsci di sebut sebagai intelektual tradisional- yaitu seorang intelelektual yang meninggalkan fakta sosial sebagai "kitab sosial" yang merupakan pisau analisis untuk menjawab persoalan masyarakat. Kalau kita meminjam Julien Benda, intelektual yang menyimpang dari kualifikasi tersebut adalah pengkhianat (traitor). Kendati dalam beberapa hal pandangan Benda masih dapat diperdebatkan (debatable) namun esensi argumentasinya adalah betapa pentingnya kaum intelektual memegang teguh idealisme kemanusiaan dan etika otoritas keilmuannya. Dalam bahasa Edward Schills (1972), "Kaum cendekiawan adalah orang-orang yang mencari kebenaran".

Kaum Intelektual Unhas

Unhas tidak diragukan lagi, merupakan tempat para intelektual. Sekalipun variannya berbeda, untuk sementara -dan Insya Allah untuk selamanya- kita bisa mengatakan bahwa Unhas adalah "sarang" para intelektual yang menggunakan "jubah" gelar, mulai dari Profesor, Doktor, dan "segerombolan" yang bergelar magister, semuanya ada di Unhas. Gelar atau embel-embel apapun tidaklah terlalu penting sebenarnya dalam memahami seorang intelektual. Karena seorang intelelektual adalah human transformers, yaitu mereka yang resah menyaksikan penindasan, pengkhianatan dan perampokan sosial dalam masyarakat.

Memahami intelektual sebagai kelompok oposisi terhadap pengkhianatan, penindasan dan perampokan sosial ini menjadi penting untuk kita cermati lebih mendalam, karena proses intelektual akan gagal jika fakta sosial tidak searah dengan cara pandang universal intelektual. Fakta sosial di Unhas bukan hanya memalukan, tetapi juga menjijikkan. Konflik pemilihan dekan fakultas hukum beberapa bulan yang lalu yang berujung pada pembentukan karateker karena masing-masing mempertahankan arogansi intelektualnya adalah fakta sosial yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun, bahwa intelektual digiring ketiang gantungan sejarah oleh mereka yang selalu membusungkan dada sebagai seorang intelektual hanya demi keserakahan kekuasaan. Tawuran, perkelahian dan sadisme yang muncul di kampus ini mempertegas kembali bahwa Unhas merupakan tempat gerombolan intelektual yang tak pernah memahami realitas sosial sebagai sebuah alat rekayasa perubahan. Juga kasus doktor instan yang pernah memenuhi media massa tahun lalu, dan menjadi bahan polemik hingga tidak diketahui dimana ujung penyelesaiannya, juga adalah kenyataan semakin kaburnya makna intelektual yang melekat dalam sanubari mereka yang selalu berteriak tentang intelektual. Kasus Ospek yang seringkali menimbulkan korban jiwa, penindasan massal, perampokan sosial, bandit intelektual, dan bisnis mahasiswa yang telah berubah menjadi dosa warisan merupakan bentuk keserakahan yang tak pernah berakhir. Sekarang media massa sedang gencarnya memberitakan kasus korupsi yang melibatkan mantan dekan di salah satu fakultas yang menegakkan moral bangsa ini, fakultas yang mendidik orang supaya tidak meringkus harta orang lain, fakultas yang selalu meneriakkan demokrasi. Mantan dekan ini di tangkap dan kasusnya sedang disidangkan ? semoga beliau tidak melakukan bentuk pengkhianatan intelektual.

Tetapi selain di atas, apakah selamanya kita tidak berani jujur, bahwa universitas terbesar kawasan timur ini sedang dihinggapi oleh bentuk primordialisme intelektual, bahkan ada yang mensinyalir bahwa di Unhas banyak terbentuk simpul-simpul dinasti intelektual. Satu bentuk pelanggaran terhadap hakikat intelektual yang sesungguhnya.

Di tengah problem seperti itu, akhirnya banyak potensi para Profesor dan Doktor serta "gerombolan magister" yang tidak lagi produktif. Kalau Fukuyama, Daniel Bell, Semuel P. Huntington, Descrates, Vico, Spinoza, Renan, Hegel, Goethe, Nietzsche, dan banyak yang lain dalam sejarah modern Eropa mampu "menyihir" dunia dengan teori-teori mereka, maka para guru besar kita banyak yang asyik masyuk dengan persoalan kekuasaan. Intelektual Unhas masih serakah dengan kekuasaan. Padahal keserakahan itu adalah bencana yang dapat membutakan mata hati, yang tidak mampu menggetarkan jantung dan membunuh nurani untuk tidak mampu memahami tugas dan tanggung jawab yang sesungguhnya.

Seorang intelektual itu kalau kita meminjam Benda, bukanlah manusia biasa. Tetapi intelektual adalah orang atau sekelompok orang yang mampu memahami, merenungi, dan bertindak dengan karakter intelektual dalam memahami fakta sosial. Intelektual harus mampu melahirkan karya-karya besar dengan pikiran-pikiran briliant. Selalu melakukan "teror" wacana, kepada publik dan melakukan transformasi kepada orang lain. Sehingga ia tidak menjadi intelektual personal, yang hanya mengonsumsi sendiri kecerdasan yang dimilikinya. Dalam konteks inilah Unhas telah gagal menjadi pusat lahirnya para intelektual. Banyak guru besar Unhas yang tidak punya karya tulis, bahkan dimuat di koran lokal seperti Fajar, apalagi mau dimuat di koran nasional seperti kompas. Kecuali hanya sedikit dari "sekumpulan" intelektual yang berada di bawah naungan perguruan tinggi ini yang produktif. Sebutlah misalnya Mansur Semma, Adi Suryadi Culla, Ahmad Ali, Dwi A. Tina, dan beberapa nama yang lain. Unhas memang harus jujur, tidak mau menghargai orang-orang cerdas, berapa banyak orang cerdas yang tersingkirkan dari Unhas hanya karena tidak memiliki keluarga di dalamnya atau tidak menjilat pantat dosen yang telah senior.

Padahal seorang intelektual itu menurut Edward Said dalam Reith Lectures nya di BBC tahun 1993, adalah individu yang dikaruniai bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filosofi dan pendapatnya kepada publik. Ia tidak harus dan tidak boleh menjilat kepada siapapun, karena itu adalah bentuk penghambaan intelektual. Intelektual adalah orang bebas, ia bebas mengapresiasi, mengkritik, menghujat, dan melawan perampokan sosial dalam masyarakat tanpa beban dan rasa takut akan ancaman karir atau kekuasaan.

Akhirnya, kita berharap, di Unhas tidak ada lagi dosen yang menyiksa mahasiswa hanya karena konflik politik mereka, tidak ada lagi persiapan "segudang" makanan ketika ujian skripsi, tidak ada lagi penerimaan dosen dengan menggunakan IPK (indeks prestasi kedekatan), tidak ada lagi korupsi sebagai bentuk perampokan sosial, tidak ada lagi ospek yang merupakan bentuk penghkianatan intelektual tertinggi di kampus ini, tidak ada lagi tawuran yang merupakan representasi "tukang becak" ala kaum intelektual, dan semoga para Profesor, Doktor dan Magister di Unhas berlomba untuk menjadi pemikir yang akan melakukan "teror" wacana ke publik. Suatu ketika bangsa ini akan menjadi milik kita, dunia ini akan kita genggam, tapi dengan satu syarat; jangan ada pengkhianat intelektual yang lahir dari kampus ini, apalagi sampai menghamba kepada penguasa. - dream blog -

Sabtu, 04 November 2006

Hukum Kausalitas

Hukum kausalitas atau sebab-akibat adalah sebuah dalih populer yang dipakai untuk menyangkal keberadaan Tuhan. Pertanyaan dari mana segala yang ada ini berasal akan berhenti pada satu titik, yaitu kata Tuhan, Tuhan, dan Tuhan... Jika semua ini berasal dari Tuhan, jadi Tuhan berasal dari mana? Berarti ada Tuhan sebelum Tuhan? Bagaimana mematahkan argumen bego ini?

Filsafat materialisme beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada ini sudah ada sejak dulu dan akan terus ada selamanya (tidak ada awal dan akhirnya), dan oleh karena itu, menyangkal proses penciptaan (yang selanjutnya dipakai juga untuk menyangkal keberadaan Sang Pencipta) dan hari kiamat. Mereka berkedok ilmiah dan sains dengan melandaskan diri kepada teori-teori evolusi-nya Darwin. Ironisnya, anggapan ini juga digugurkan oleh penemuan ilmiah terbaru yang terbukti kebenarannya: Teori Big Bang. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari peristiwa Ledakan Besar sebuah titik yang bervolume nol dan berkerapatan tak terhingga. Dalam ilmu matematika, nol sama dengan tidak ada, dengan kata lain alam semesta ini pernah tidak ada dan kemudian di-ada-kan oleh kekuatan MahaCerdas, melalui peristiwa Big Bang.

Lagi-lagi waktu membuktikan bahwa filsafat materialisme dan teori Evolusi Darwin tidak lebih dari sampah sejarah. Bahkan lebih tidak berguna dari sampah, karena sampah itu masih bisa didaur-ulang.

Anggaplah sebuah penggaris adalah alam semesta beserta segala isinya. Salah satu ujungnya adalah awal penciptaan dan ujung yang satunya adalah akhir dari alam semesta; jarak antara ujung awal dengan ujung akhir adalah perjalanan waktu atau rentetan peristiwa. Aku berada di luar penggaris itu, sehingga bisa mengetahui peristiwa-peristiwa di bagian manapun dari penggaris itu. Aku mau menganalogikan secara sangat sederhana bagaimana Tuhan melihat alam semesta beserta segala isinya ini. Menurutku begitulah Tuhan melihat semua ini. Tuhan yang menciptakan ruang dan waktu, alam semesta, maka apakah Dia mutlak harus ikut terperangkap di dalam ruang dan waktu, alam semesta ini? Tentu tidak. Sebaliknya, manusia dan segala yang ada ini terikat dalam konteks ruang dan waktu sehingga tidak punya kuasa atas masa lalu dan masa depan. Yang kita punya hanya sekarang.

Kembali, 'hukum kausalitas' jika dieksekusi dengan argumennya sendiri, ujung-ujungnya kembali ke Tuhan. Kesimpulan akhir adalah 'hukum kausalitas' di-ada-kan oleh Tuhan. Nah, sama halnya dengan konsep 'Tuhan yang meng-ada-kan ruang dan waktu maka Dia tidak mutlak harus terperangkap di dalamnya dan terikat di konteksnya', berarti itu juga berlaku kepada hukum kausalitas: 'Tuhan yang meng-ada-kan Hukum Kausalitas maka Dia tidak mutlak harus terperangkap di dalamnya dan terikat di konteksnya'. Atau sederhananya begini, Hukum Kausalitas tidak bisa digunakan untuk menghakimi Tuhan karena secara langsung atau tidak langsung Tuhan-lah yang meng-ada-kan hukum kausalitas itu. Tuhan adalah Pencipta, hukum kausalitas adalah 'yang diciptakan'. Masa' ciptaan mendikte penciptanya? Mungkinkah hukum kausalitas itu, yang ada atas kehendak Tuhan tentunya, bisa menghakimi Tuhan itu sendiri? - dream blog -

Kamis, 26 Oktober 2006

Our Manifesto

Akhir-akhir ini aku begitu merindukan saudaraku, Nas. Sudah sekitar 5 tahun aku tidak bertemu dengannya, ngobrol, berdiskusi mengenai apa saja yang menarik, atau bercerita tentang kenangan masa kecil. Bersamanya merupakan momen yang sangat berharga yang pernah kurasakan. Ia adalah kakak merangkap teman bertukar pikiran.

Teringat masa kanak-kanak kami dulu. Kami sering berdiskusi mengenai hal-hal yang mungkin sangat jarang dibicarakan oleh anak-anak seumuran kami waktu itu. Ketika anak-anak lain mungkin sedang membicarakan tentang 'siapa yang berhasil menangkap layangan putus itu sore lalu', kami membicarakan mengenai 'seberapa luas sebenarnya alam semesta ini', atau 'apa itu Black Hole'. Bahkan pembicaraan kami sampai pada 'kemungkinan adanya makhluk hidup lain di luar tata surya kita'.

Huahaha.. Lihatlah! Dua anak ingusan bersaudara itu mencoba menggunakan otak mungilnya untuk berfikir semendalam itu! Dua anak kecil itu membicarakan hal-hal yang bahkan orang dewasa pun enggan untuk memikirkannya.

O, tidak, bukannya kami pada saat itu tidak bersosialisasi dan bergaul dengan teman-teman sepermainan kami. Bukan kami berdua mengisolasi diri dalam rumah, bukan begitu. Kami selalu berkelana dengan anak-anak lain sampai jauh dari rumah dan bahkan pernah tersesat pulang, hanya untuk mengejar seekor kupu-kupu. Kami sering bermain "ma'cincillojo" sampai matahari di atas kepala kami tersenyum melihat keceriaan kami. Halaman rumahku adalah ajang tempat bermain kelereng yang selalu ramai bersama teman kecil kami dulu. Kami adalah figur kecil yang disuka karena kami jujur dan tidak pernah curang dalam bermain, walaupun kadang-kadang kamilah yang dicurangi.

Kami berdua hanya manusia kecil yang baru beberapa tahun ada di dunia ini, dan ketika hadir, begitu terkagum-kagum oleh hidup dan kehidupan. Kami terpesona melihat sekuntum bunga yang tumbuh sendirian di antara semak belukar di bawah pagar yang rapuh. Kami kagum keheranan melihat anak kecil lain yang tidak kami kenal dan berpikir 'betapa jauh lebih miripnya kami dengan dia ketimbang berbeda'. Kami bergandengan tangan menelusuri jalan-jalan berkelok dan mengamati segala sesuatu yang kami lewati sepanjang perjalanan. Memperhatikan iring-iringan semut yang kemudian meninggalkan makanan besar mereka dan mulai berlarian panik ketika kami menghembuskan udara ke arah mereka. Kami hanyalah anak kecil yang penuh dengan rasa keingintahuan tentang segala hal, tetapi mereka menyebut kami anak nakal.

Mungkin. Bisa jadi kami memang anak nakal. Berarti kenakalan kami adalah rasa keingintahuan kami. Berarti kenakalan kami adalah menjadi lebih tahu tanpa mau sok tahu seperti yang orang-orang dewasa sering lakukan. Kenakalan kami adalah mengisi tempurung kepala kami yang selalu 'lapar' akan segala bentuk pengetahuan, di mana pada saat yang sama anak-anak lain mengisi perut mereka yang juga lapar akan segala bentuk jajanan.

Rabu, 25 Oktober 2006

IED Mubarak

Hari ini, takbir, tahmid tahlil berkumandang memenuhi jagat raya, tak kuasa tuk membendung air mata, teringat akan dosa-dosa, ma'afkanlah aku sahabatku. aku akan berusaha untuk tidak mengulangi kekurangan di lain waktu, SELAMAT HARI RAYA IEDUL FITRI 1427 H. Mohon Ma'af lahir & bathin.

Hari ini aku mempertanyakan kembali idealisme mahasiswa yang dulu menjadi jubah kebanggaanku. Apakah itu murni idealisme ataukah hanya ego masa muda? Entahlah. Buat mereka yang dipukuli oleh aparat karena memperjuangkan kepentingan rakyat kecil, buat mereka yang tidak menggadaikan idealismenya demi kenikmatan yang fana, buat mereka yang rumah-rumahnya tergenang oleh 'lumpur-lumpur panas kapitalisme', buat mereka yang telah mencapai titik di mana tidak mau menyerah melawan kebobrokan, apapun yang terjadi, kalian tetap sahabatku...

Senin, 09 Oktober 2006

Surat Yang Tidak Pernah Sampai

Assalamualaikum.

Sebelumnya aku ingin minta maaf. Aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu. Mungkin ini kedengarannya lucu, konyol, bodoh. Tapi hal itu justru sangat mendorongku untuk menuliskan surat ini. Dan sebenarnya aku berharap, kamu tidak akan pernah membuka lembaran ini, karena ada hal di dunia ini yang kita tidak harus mengetahuinya.

Malam itu, aku bermimpi. Aku bermimpi tentang dirimu. Mimpi yang membuatku bahagia bercampur sedih. Bahagia karena aku bersamamu, walaupun hanya dalam mimpi. Sedih, karena ternyata mimpi itu tidak berakhir seperti yang aku inginkan.

Ketika aku terbangun, tiba-tiba aku merasakan kerinduan yang amat sangat kepadamu. Serasa aku ingin kembali ke mimpi itu dan ingin segera bertemu denganmu lagi. Lama sekali aku memandangi langit-langit kamar, berfikir gerangan apa yang aku rasakan? Mengapa tiba-tiba aku merindu? Dan tak terasa aku menitikkan air mata.

Ketahuilah. Akulah orang yang paling sering memandangimu dari kejauhan. Seandainya bangku-bangku kayu itu adalah makhluk hidup, mereka pasti tahu itu. Tiap sudut di lorong-lorong koridor yang suram, mereka akan membenarkan itu. Mereka tahu kalau aku memandangimu lama sekali. Tapi ketika kamu membalas tatapanku, aku tertunduk. Aku merasa tidak pantas disoroti oleh kemilai keindahanmu. Aku memang bodoh. Aku seharusnya mengucapkan salam. Atau paling tidak, memberikan senyuman. Tapi tidak tahu mengapa, aku tidak bisa saja.

Aku menulis ini, aku hanya ingin menumpahkan perasaanku saat ini. Aku tidak berharap kamu membalasnya, atau menyapaku ketika kita bertemu lagi suatu saat nanti. Aku bahkan berharap kamu tidak pernah mengetahui keberadaan tulisan ini. Biarlah kerinduanku ini kutumpahkan lewat tulisan ini. Atau lewat orang-orang dekatku di dunia nyata dan dunia maya.

Rabu, 27 September 2006

Manifesto Fantasi

Kalo ada satu pergerakan yang sempat menggoncang dunia internasional maupun nasional, itulah komunisme. Gerakan yang satu ini emang bikin orang ngeri. Pasalnya, Lenin telah membunuh jutaan orang Sovyet untuk Revolusi bolshevijk-nya, dan PKI sukses membunuh sembilan jenderal demi kekuasaan.

Kenapa? Kenapa begitu gampangnya mereka menghilangkan nyawa manusia? Karena bagi mereka manusia tidak lain merupakan seonggok materi kumpulan atom-atom yang hidup atau matinya sama aja, mereka adalah materi. Semuanya sama: materi. Ini sudah jelas, lha wong si Marx aja ngeklaim bahwa teori evolusinya Darwin adalah landasan ideologis bagi filsafat materialisme-nya.

Sekelompok orang tergiur oleh pemikiran Karl Marx. Mereka adalah orang-orang skizofrenia akut (supercrazy) yang percaya bahwa semua benda di alam semesta ini sama, yaitu materi, berawal sebagai materi, dan berakhir sebagai materi. Itulah sebabnya, otak mereka sama dengan t*i mereka! Makanya mereka jadi gila!! Orang-orang seperti Lenin, Stalin, Fiedel Castro, Che Guevara, Muso, Aidit, Mao Tse Tung adalah orang-orang gila, jelema2 gelo, wong edan yang berharap bisa menggulingkan pemerintahan di setiap negara lalu menguasai dunia di bawah diktatorisme mereka, lalu merealisasikan filsafat sosialisme mereka!

Mereka emang pernah berhasil. Uni Sovyet pernah berdiri di eropa sampai Asia tengah. Adidaya, lalu mereka merasa lebih hebat dari Tuhan. Maka dihancurkannyalah masjid-masjid dan gereja-gereja, menorehkan doktrin atheisme di segenap penjuru negeri. Ya, Sovyet memang adidaya, tapi adidaya pecundang! Sovyet cuma bertahan 72 tahun, abis itu rontok, ambruk! Kenapa? Karena begitu utopisnya cita-cita sosialisme mereka. Mereka pikir segala hal bisa disamakan begitu saja, bisa dihomogenkan. Ini kan gila. Skizofrenic! Dasar otak mereka emang t*i!

Mulut mereka berbusa dengan slogan "pertentangan kelas". Dan mereka mengklaim diri mereka adalah pejuang-pejuang, pahlawan-pahlawan, untuk kaum proletar. Maka dihimpunkannyalah kaum buruh dan tani. Lalu mereka semua diberi senjata. Dengan iming-iming kesejahteraan, provokasi dihembuskanlah, dan terjadilah pemberontakan. Inilah yang mereka sebut revolusi. Padahal itu tidak lain tangisan anak kecil yang minta popoknya diganti!

Sekarang paham mereka merasuk ke LSM-LSM, juga ke komunitas-komunitas underground. Selain itu, akhir-akhir ini juga mulai ada partai-partai yang berbau busuk komunis dengan berbaju karakyatan dan demokrasi, muncul ke permukaan. Mereka berharap bisa bangkit dan mewujudakan idealisme-sosialisme mereka. Namun percayalah teman-teman, mereka tuh cuman mimpi di siang bolong, mereka tuh cuman berangan-angan, cuman berkahayal, cuman berFANTASI!

Karena ideologi komunis-materialisme selamanya tidak relevan. Sistem sosialisme selamanya tidak akan memberikan solusi apapun bagi penderitaan proletar maupun bagi umat manusia. Tidak, tidak akan. Hanya sistem yang sesuai dengan akal dan fitrah manusia sajalah yang dapat menjawab semua problem yang ada. Sistem dan metode yang pernah berjalan di atasnya generasi terbaik di bawah pengajaran manusia terbaik yang menerima wahyu dari pencipta langit dan bumi. Sistem inilah yang akan membuat muka-muka jelek pemuja Che Guevara gigit kuku jari jungkir balik karena menyadari bahwa mereka selama ini cuma mengada-ada.

Kamis, 21 September 2006

Cewek Hedon

Cewek hedon..
Penampilan modis lagaknya mirip artis
Gonta ganti HP merk Sony-Ericsson
Ditanya ini-itu cuman bisa mringas-mringis
Otak buntu kebanyakan nonton sinetron
Gosip selebritis, kuis, dan acara hedon sejenis

Anjrit!
Cantik-cantik kok stupit
Bisanya ngabisin duit pake kartu kredit
Pusing 7 keliling ama urusan perawatan kulit
Watak pelit, gak pernah ngerasain hidup sulit
Baca buku dikitlah biar tuh wawasan gak sempit
Jangan cuma komik serial cantik atau novel Teenlit

Soal invasi Israel doi gak peduli
Asal masih bisa party, happy-happy tiada henti
Baca berita jarang kecuali yang berbau tsunami
Karena gw tau pasti, loe takut keburu mati!
Berharap ada terapi yang bisa bikin hidup abadi
Jangan mimpi!
Hua! Beginikah potret mudi generasi kini?
Harga diri terbeli oleh hegemoni kapitalisasi?
- dream blog -

Sabtu, 16 September 2006

Ultah ke-50 Unhas: Bagi-Bagi Bogem Mentah

Baru-baru ini unhas membuat pesta besar dalam rangka ulang tahunnya yang ke-50. Dalam pesta tersebut ada yang bahagia ada pula yang bersedih. Tapi aku mengatakan bahwa pesta ulang tahun yang dibuat oleh birokrasi kampus tersebut, seperti “orang tua yang berulang tahun tanpa melibatkan anak-anaknya”.

Pada acara tersebut tepatnya sabtu, 9 september 2006, yang bertepatan pula dengan datangnya 02 RI; Yusuf Kalla, beberapa mahasiswa merayakan ulang tahun unhas dalam versi yang berbeda, yaitu dengan melakukan aksi damai dan bagi-bagi selebaran yang berkaitan dengan isu ke-unhas-an; dalam hal ini mereka mencoba menggambarkan sisi lain dari unhas, seperti fenomena dosen malas, dosen proyek, serta beberapa kebijakan yang tidak berpihak kepada mahasiswa dan rakyat kecil. Tetapi mimpi apa kita semalam, “orang tua-orang tua” kita yang ada di birokrasi kampus justru menganggap bahwa mahasiswa yang melakukan aksi damai tersebut adalah oknum-oknum yang harus dibersihkan karena merusak citra unhas katanya, sehingga teman-teman mahasiswa yang merayakan ulang tahun kampusnya dengan cara yang berbeda tersebut dibersihkan (dikejar, digebuki kayak pencuri ayam, bahkan diculik) oleh Paspampres, Polisi, Tentara serta satpam yang mungkin memang digaji untuk menjaga kekuasaan. - dream blog -

Senin, 04 September 2006

Solidaritas Untuk Mahasiswa Kehutanan Unhas

Adigum bahwa Universitas Hasanuddin adalah kampus terbaik dan terkemuka (dalam hal kapasitas akademik dan profesionalisme) di Indonesia Timur harus dipertanyakan kembali. Daftar panjang catatan kelam dunia pendidikan di kampus ini nampaknya tak kunjung berakhir. Setelah sekian banyak ketimpangan yang 'terang-terangan' menciderai aspek intelektualitas yang selama ini digembar-gemborkan - mulai dari bobroknya pengelolaan transparansi anggaran sampai pada kualitas sistem pendidikan yang tak pernah baik - kini birokrasi kampus mulai menunjukkan sikap represif dan intervensif terhadap lembaga kemahasiswaannya.


Betapa tidak, preseden buruk inipun menimpa Badan Eksekutif Mahasiswa Kehutanan (Sylva Indonesia PC. Unhas), ketika mencoba mengapresiasikan ketidaksepakatannya terhadap kebijakan birokrasi di jurusan Kehutanan. Berawal dari, kebijakan jurusan yang secara sepihak memaksa mobilisasi mahasiswa kehutanan ke Hutan Pendidikan Unhas (Bengo-bengo, Kab. Maros) dalam rangka menyukseskan penyerahan sumbangan rusa oleh beberapa pejabat daerah. Anehnya, pemaksaan ini dibarengi dengan dalil naif bahwa siapapun yang tidak mengikuti kegiatan tersebut akan terancam nilai matakuliahnya. Hal ini disebabkan adanya kebijakan pengalihan matakuliah ke tempat tersebut, lagi-lagi dengan alasan yang irasional dan tak memiliki korelasi apa-apa yaitu: demi suksesnya kegiatan tersebut.

Implikasinya pada aksi damai oleh BEM Kehutanan untuk menolak kebijakan birokrasi tersebut - sesuatu yang seharusnya wajar dan alamiah di tengah-tengah tuntutan transparansi di negeri ini. Aksi tersebut mengusung dua tuntutan yaitu; a) Transparansi pengelolaan Hutan Pendidikan Unhas, dan b) Menolak mobilisasi untuk mengikuti matakuliah umum di tempat tersebut. Bukannya mencoba membuka ruang komunikasi dan partisipatif terhadap aspirasi mahasiswa ini, birokrasi jurusan malah menunjukkan sikap antipati serta keras kepala dengan mengeluarkan kebijakan fatalis dan sangat merugikan mahasiswa yaitu 'meng-error-kan' seluruh matakuliah yang sedang diikuti oleh 12 orang mahasiswa, hanya karena alasan mereka adalah 'dalang' dari aksi damai tersebut.

Ironis memang, kebijakan keras ini tentunya tak bisa dibiarkan sebab sesungguhnya tak ada hubungan apa-apa antara ancaman penilaian dalam proses akademik dengan kebebasan mahasiswa untuk menyatakan pendapatnya. Apalagi ini menyangkut independensi lembaga kemahasiswaan dalam berekspresi dan berkreatifitas. Bahkan kebijakan ini berbuntut pada terancam DO (Drop Out)-nya beberapa mahasiswa pada Evaluasi Akademik I (empat semester).

Sayangnya, berbagai cara diplomasi dan persuasif yang ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan ini tak pernah ditanggapi serius, bahkan tak jarang birokrasi kampus malah melempar-lempar tanggungjawab. Ini menunjukkan sikap otoritarianisme oleh seluruh jajaran kampus ini.

Sikap yang sama kembali diperlihatkan oleh birokrasi kampus dengan tetap tidak mengindahkan tuntutan mahasiswa (aksi SMUK, jum'at, 11/08) untuk menyelesaikan intervensi dan kejahatan akademik di jurusan Kehutanan. Padahal, secara terbuka birokrasi kampus (PR I) telah mengakui adanya 'surat sakti' hasil rapat jurusan untuk mengintervensi nilai matakuliah kedua belas mahasiswa yang terlibat aksi tersebut. Fakta tersebut ternyata tak menggugah jajaran birokrasi kampus ini untuk mengembalikan hak mahasiswa.

Ingat, gelombang perlawanan akan semakin membesar seiring dengan watak keras jajaran birokrat kampus ini. Mari berkata tidak atas kesewenangan terhadap kemanusiaan kita. - dream blog -

Jumat, 25 Agustus 2006

The Sleeping Giant

Konstruksi dialektisis analisa raincorp
Intelengensi mutakhir legenda fakta konspirasi terkorup
Ion fitnah mulai hitamkan aktor
Monopoli pers kelabui makna subjektif teror

Spionase dan sabotase
Setiap barikade konsumtif morse
Ide terbidak Pentagon samarkan kode
Vietnam hingga Afganistan, Kuningan, Baghdad dan Palestina
Marriot, Bali, Sudan hingga Chechnya
Warisan peluru dari misteri nyawa John F Kennedy
Konspirasi sepanjang masa

Neraka arogansi adi daya tunggal hendak berkuasa
Demokrasi dunia para pelacur Lucifer
Proyek order tender pembantaian wajib merger
Deklarasi Balford dan penghianatan terbarter
Kultur sesat di pusat Zoroaster

Eksklusifitas infiltrasi teritorial Freemansonry
Parsial rasialis di setiap kontribusi genosida
Teokrasi di sumbu teritori tanpa batas
Hiforgensi ras dan kesenjangan kelas
Liberalis pasar modal clubelisasi terbebas
Membakar batas monopoli ekonomi kelas atas

Setiap jerit kekuatan manipulasi kapital disana
Di atas tanah busung dada Colombus
Diantara degradasi moral kebenaran yang kian mampus
Pentagon atau di gedung putih Washington

Strategi teroris dunia sebenarnya beraksi
Mainkan invasi
Dari busuknya sebuah konspirasi
Maka PBB adalah nostalgia
Mitos kepemilikan Demokrasi beribu liter darah
Konstruksi monumental

Proporsi berdalih menetralisir
Kemunafikan teroris abadi yang terorganisir
Fitnah pemusnah masal
Disetiap atraksi sang pembunuh tanpa wajah
Komprador devide et impera
Obral mengobral nyawa
Kriminalisasi ekonomi kelabu yang tertata
Pecinta tata

Di atas kamuflase sensasi CNN
Kosovo Balkan dan fitnah Al Qaeda menjadi tren
Antara pipa minyak dan bank dunia
Kepentingan struktur intelektual wall Street
Bursa efek yang menjadi bursa darah jutaan umat manusia
Diktatoriat pintu pembuka armagedon dunia
Revolver bisnis

Pedagang senjata, kokain dan CIA
Otak jelata intisari teroris dunia
Ambigu Spielberg dan cuci otak kosong Saving Private Ryan
Fantasi yang terjebak invasi baru
Batalyon Dreamwork dan Universal Studios

Phsycho motorik hedonisme intelegensi nol besar
Konklusi loyalitas yang terjebak sinkrenitas moderatik
Parasit warisan dinasti Rotschild
Jaringan Soros Proloton
Budaya dan ekonomi sebagai poros proton

Berlin baru di sungai Nil hingga Tiggris
Ketika teroris berteriak teroris
Genetika penglaris katalog darah
Bagi tanah para nabi yang terjajah

Maka bangunlah para biarawan malam
Legenda penghunus pedang surga pilihan
Kesturi impian setiap syuhada
Perlawanan hingga akhir jaman
Karena tidak akan pernah ada perang
Seteror perang tehadap Zionisme

Jumat, 18 Agustus 2006

Kita Belum Merdeka!

Bulan Agustus, bagi bangsa Indonesia, tentu merupakan bulan yang istimewa, mengingat pada bulan itu dirayakan Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia, 17 Agustus 1945. Mulai dari RT sampai tingkat nasional, berbagai kegiatan meramaikan hari istimewa itu. Kegiatannya juga macam-macam, mulai dari renungan, doa, sampai tentu saja dangdutan yang diiringi dengan kemaksiatan. Di antara hiruk-pikuk perayaan tersebut, pertanyaan yang pantas kita lontarkan adalah, benarkah kita sudah merdeka? Apa yang kita dapat setelah 61 tahun kita merdeka?

Kita bisa mengevaluasi perjalanan bangsa ini melalui tujuan-tujuan yang ditulis oleh para pendiri negara ini saat memerdekakan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dalam pembukaan UUD 1945, "Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia...".

Tentu saja, tidak begitu sulit kita mengatakan, bahwa tujuan-tujuan tersebut belum tercapai, meskipun sudah 61 tahun kita 'merdeka'.

Pertama, memajukan kesejahteraan umum. Dengan jumlah penduduk miskin yang besar, ditambah tingginya biaya hidup, kesejahteraan rakyat Indonesia sangatlah rendah. Berdasarkan The Imperative for Reform yang dikeluarkan oleh World Bank, dengan standar garis kemiskinan adalah pendapatan $2 (sekitar Rp17.000) perhari, pada tahun 2002 terdapat 55,1% penduduk Indonesia yang terkategori miskin. Itupun kalau dihitung dengan rata-rata, karena tentu saja tidak semua rakyat Indonesia berpenghasilan Rp17.000,- perhari atau Rp510.000,- perbulan. Dengan pendapatan yang demikian rendah, jangankan untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan sekunder, kebutuhan primer untuk makan, pakaian, dan rumah saja sulitnya luar biasa. Kesejahteraan semakin terpuruk dengan diabaikannya kebutuhan asasi rakyat seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan transportasi.

Kondisi kesejahteraan yang rendah ini tidak bisa dilepaskan dari ekonomi global Indonesia yang anjlok. Posisi utang Indonesia sangat luar biasa, yaitu sekitar Rp745,- triliun utang luar negeri dan Rp655,- triliun dalam negeri. Selain jepitan utang, Indonesia juga menghadapi dilema pengangguran. Republika (Rabu, 18/06/2003) melaporkan bahwa pada tahun 2002 pertumbuhan sektor manufaktur hanya 2,7% dan sektor pertanian hanya 2,5%. Kedua sektor ini termasuk tulang punggung sektor real dan penampung tenaga kerja terbesar. Rendahnya pertumbuhan pada sektor ini telah menyebabkan pengangguran meningkat dari 8% menjadi 9,1% pada tahun 2002 dan diperkirakan akan mencapai 10% pada tahun 2003.

Kedua, mencerdaskan kehidupan bangsa. Sungguh mengejutkan, justru saat ini Indonesia mengalami kemunduran dalam bidang SDM yang paling tidak mencerminkan keberhasilan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian The Political And Economic Risk Consultancy (PERC) pertengahan september 2001, SDM Indonesia paling rendah di antara 12 negara Asia; bahkan lebih rendah dari Vietnam yang baru lepas dari konflik perang. Belum lagi kualitas Perguruan Tinggi Indonesia yang jauh tertinggal. Jangan dibandingkan dengan pendidikan tinggi di Eropa dan Amerika. Pada tingkat Asia saja, total skor yang diperoleh dari keseluruhan kriteria, menempatkan UI pada peringkat 61, sementara UGM pada peringkat 68 (www.depdiknas.go.id). Ironisnya, dengan alasan untuk meningkatkan mutu, komersialisasi pendidikan malah semakin menjadi-jadi. Sudah SDM rendah, pendidikan pun semakin mahal.

Ketiga, melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan ini tentu saja berhubungan dengan kemampuan politik luar negeri Indonesia. Secara faktual, kemampuan politik luar negeri Indonesia pun jauh merosot. Kalau pada masa Orde Baru, Indonesia masih di-'tua'-kan dalam gerakan Non-Blok, saat ini Indonesia tidak banyak dianggap lagi di dunia Internasional. Logikanya, sederhana saja, bagaimana mungkin bisa berpengaruh di dunia Internasional, kalau kondisi nasionalnya saja berantakan. Contoh sederhana, pelanggaran pesawat F-18 Hornet milik AS yang memasuki wilayah kedaulatan Indonesia merupakan bukti rendahnya penghargaan bangsa-bangsa lain terhadap Indonesia. Jangankan mengecam, berkomentar saja pemimpin negeri ini tidak bisa.

Tidak hanya gagal mencapai tujuannya, kemerdekaan Indonesia juga telah mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang tidak beradab dan bermoral. Atas dasar kemerdekaan berekspresi, kemaksiatan dilembagakan. Di negeri yang mayoritas Muslim ini, eksploitasi seksual yang dilakukan oleh artis-artis malah dibela habis-habisan. Pelacuran berkembang, seakan tidak bisa dihentikan. Gaya hidup seks bebas, homoseksual, gay, pornografi, dan lain-lain dengan bangganya dipertontonkan kepada publik atas nama 'kebebasan'. Sekali lagi, ini terjadi di Indonesia yang mayoritas Muslim. Ekses yang nyata dari kebebasan ini adalah tingkat pemerkosaan yang terus meningkat, terutama pada anak-anak. Data Pusat Krisis Terpadu untuk Perempuan dan Anak (PKT) RSCM Jakarta hingga oktober 2002 mencatat 284 korban kekerasan berupa perkosaan terhadap anak perempuan di bawah 18 tahun. Sebelumnya, tahun 2001 terjadi 103 kasus. Berdasarkan catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), yang dilaporkan menonjol adalah kasus kekerasan seksual (sexual abuse). Dalam kurun waktu antara 1992-2002, yayasan ini mencatat kasus kekerasan seksual 2611 kasus, (65,8 persen) dari 3969 kasus kekerasan seksual dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah itu, 75 persen korbannya adalah anak perempuan (Bali Post, 5/02/2003).

Ketimpangan sosialpun menjadi sesuatu yang nyata. Seakan tidak peduli banyak rakyat yang miskin, sekelompok orang konglomerat dan perusahaan asing, atas nama kebebasan pemilikan, menguasai sumber-sumber kekayaan alam di Indonesia secara rakus; tanpa peduli bahwa kekayaan alam tersebut sesungguhnya merupakan hak rakyat. Tidak aneh, meskipun Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya, rakyatnya miskin.

Sumberdaya alam Indonesia sangat besar dan melimpah sehingga dunia menyebutnya sebagai negara super biodiversity. Luas Indonesia hampir 1,3 persen dari wilayah bumi dengan 17.000 pulau. Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Menurut World Bank (1994) Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis yang terbesar di Asia-Pasifik, yaitu kurang lebih 115 juta hektar. Indonesia juga merupakan negara yang memiliki pesisir terpanjang di dunia, yaitu 81.000 kilometer atau sekitar 14% dari seluruh pesisir di dunia. Potensi kandungan ikannya mencapai 6,2 juta ton pertahun atau setara dengan Rp 74 triliun pertahun. Kandungan emasnya, yang di bumi Papua saja yang dikelola PT. Freeport Indonesia, disinyalir termasuk yang terbesar di dunia. McMoran Gold and Coper telah menanamkan investasi yang sangat besar untuk aktivitas produksi PT. Freeport di Papua.

Potensi sumberdaya alam yang demikian besar ternyata tidak menambah apapun bagi rakyat selain kemelaratan yang terus menghimpitnya. Bulan lalu para petani di Semarang, Jawa Tengah, melakukan aksi pembakaran gabah. Membanjirnya beras impor telah merontokkan harga gabah hingga jatuh menjadi Rp900 perkilogram (Republika, 17/06/03). Harga ini jauh di bawah biaya produksi tanam dan biaya pupuk. Sebenarnya, kebijakan impor beras bukan untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, tetapi lebih demi pencarian keuntungan yang lebih besar dan cepat. Melalui kegiatan impor ini miliaran rupiah mengalir dengan cepat ke sebagian kantong pejabat Dolog/Bulog dan kalangan importir yang saling menggurita sebagai mafia. Ketika petani menjerit mengharapkan peran pemerintah melalui Bulog, justru pemerintah menginstruksikan Bulog untuk memberikan $26 juta (Rp213,- miliar) sebagai uang muka pembelian Sukhoi dari Rusia. Sejak Orde Baru hingga masa reformasi ini, Bulog lebih berfungsi sebagai sapi perahan daripada sebagai lembaga yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.

Rata-rata hasil hutan di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai $8 miliar (Kompas, 10/02/2001). Dari hasil tersebut hanya 17% yang masuk ke kas negara, sedangkan sisanya sebesar 83% masu ke kantong pengusaha HPH. Eksploitasi hutan oleh pengusaha HPH akan menyebabkan kepunahan hutan di Sumatera pada tahun 2005, sedangkan hutan di Kalimantan akan punah pada tahun 2010. Sementara itu, hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing Exxon/Caltex, Atlantic Richfield/Arco, dan Mobil Oil.

Sistem ekonomi kapitalisme liberal inilah yang telah menenggelamkan masyarakat Indonesia ke dalam krisis multidimensional yang berkepanjangan. Sistem ini hanya membuat sebagian orang saja (baca: para kapitalis) yang menikmati pengeksploitasian kekayaan umum berupa sumberdaya alam, sementara rakyat jatuh terpuruk dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Posisi utang Indonesia sangat luar biasa.

Para konglomerat, artis, dan selebriti, pejabat publikpun tidak malu mempertontonkan kerakusan dan kemewahannya di hadapan rakyat yang menderita. Ini bisa dilihat dari daftar kekayaan yang tercatat (tentunya belum tentu semuanya jujur) oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN); pejabat memiliki dana miliaran, rumah mewah, mobil mewah, dan tanah berhektar-hektar. Betapa ironisnya, saat rakyat banyak menahan sakitnya karena biaya obat mahal, seorang artis merayakan ulangtahunnya yang ke-17 dengan biaya 1 miliar. Inikah hasil kemerdekaan kita?

Dihimpun dari berbagai sumber. - dream blog -

Kamis, 10 Agustus 2006

Segelas Susu

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan dari pintu ke pintu, menemukan bahwa dikantongnya hanya tersisa beberapa sen uangnya, dan dia sangat lapar. Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda membuka pintu rumah. Anak itu
tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air.

Wanita muda tersebut melihat, dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu. Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya, "Berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini?" Wanita itu menjawab: "Kamu tidak perlu membayar apapun". "Ibu kami mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kebaikan" kata wanita itu menambahkan. Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata:"Dari dalam hatiku aku berterima kasih pada anda."

Sekian tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang sangat kritis. Para dokter dikota itu sudah tidak sanggup menanganinya. Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, dimana terdapat dokter spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut.

Dr. Horward Kelly dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si wanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata dokter Kelly. Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumah sakit, menuju kamar si wanita tersebut. Dan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu.

Ia langsung mengenali itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali keruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa wanita itu. Mulai hari itu, Ia selalu memberikan perhatian khusus pada kasus wanita itu.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperoleh kemenangan....Wanita itu sembuh!! Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan. Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar tagihan, dan kemudian mengirimkannya kekamar pasien.

Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa Ia tak akan mampu membayar tagihan tesebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya. Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi.."Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu!!" tertanda, Dr Horward Kelly.

Air mata kebahagian kehilangan membanjiri matanya. Ia berdoa: "Tuhan, terima kasih, bahwa cintamu telah memenuhi seluruh bumi melalui hati dan tangan manusia."

Sekarang terserah anda, Anda dapat mengirimkan pesan cinta ini kepada orang lain, atau mengabaikannya dan perpura-pura bahwa kisah ini tidak menyentuh hati Anda.

Sumber: dari kiriman email seorang teman. - dream blog -

Minggu, 06 Agustus 2006

Momok Hiyong

Momok hiyong si biang kerok
Paling jago bikin ricuh
Kalau situasi keruh
Jingkratjingkrat ia
Bikin kacau dia ahlinya
Akalnya bulus siasatnya ular
Kejamnya sebanding nero
Sefasis hitler sefeodal raja kethoprak
Luar biasa cerdasnya
Di luar batas culasnya
Demokrasi dijadikan bola mainan
Hak azazi ditafsir semau gue
Emas doyan hutan doyan
Kursi doyan nyawa doyan
Luar biasa
Tanah air digadaikan
Masa depan rakyat digelapkan
Dijadikan jaminan utang
Momok hiyong momok hiyong
Apakah ia abadi
Dan tak bisa mati?
Momok hiyong momok hiyong berapa ember lagi
Darah yang ingin kau minum?

(30 september 96)
Widji Thukul

Sabtu, 29 Juli 2006

Cinta & Perkawinan Menurut Plato

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)” Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya”

Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?” Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?” Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya”

Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan”.

Selasa, 27 Juni 2006

Kampus Muak!

Aku muak denganmu. Aku muak mendengar celoteh remeh temeh kalian. Aku datang ke sini bukan untuk itu, taukah kalian? Aku dan orang-orang yang kucintai telah berkorban agar aku bisa ada di sini! Tapi ternyata lihat apa yang kudapat.. Sekelompok orang dungu yang berkoar-koar tentang ilmu. Sebentar. Jadi itukah yang kalian sebut ilmu? Heh? Yang benar saja! Itu hanya lelucon yang cocok kau dengungkan untuk anak ingusan, bego!

Aku berpikir, aku ada di sini hanya untuk mendapatkan huruf-huruf atau angka-angka yang sama sekali tak berarti. Aku berada di sini hanya untuk meraih gelar simbolis sampah. Karena aku salah jika aku mengharapkan ilmu di ruang yang penuh dengan kemunafikan ini.

Aku ingin segera pergi dari sini!

----

Hari ini aku kembali jalan-jalan ke salah satu tempat favoritku, sebuah danau buatan di dalam kampus Unhas. Menurutku tempat ini adalah tempat terindah yang ada di kampus Unhas. Suara kicau burung lebih sering terdengar ketimbang suara bising kendaraan, atau suara gosip yang sering terdengar dari koridor-koridor kampus.

Di sini tidak ada kemunafikan. Segala sesuatunya berjalan dengan semestinya. Segala yang ada di sini bertingkah sebagaimana adanya.

Daun-daun melambai lembut tertiup angin, begitulah mereka apa adanya. Capung-capung terbang merendah di atas air. Kaki-kakinya yang kecil mungil menyambar dan membentuk gelombang halus di permukaan air, dan memang begitulah mereka seharusnya. Mereka adalah sesuatu yang mempunyai harga diri.

"Aku mencintai sesuatu yang mempunyai harga diri. Alam memilikinya. Oleh karena itu, aku mencintai alam."

Kampus mulai sesak dengan kepura-puraan. Lihatlah model rambut ala vokalis band yang lagi naik daun. Coba dengar sorak sorai dari kantin. Sekarang mahasiswa lebih senang memegang kartu domino ketimbang buku. Dan lebih parah lagi, celana jeans superketat yang diadopsi dari acara-acara TV, di mana si pemakai tidak canggung sama sekali ketika belahan pantatnya tersingkap. Betapa jelas terlihat kepincangan kampus ini. - dream blog -

Selasa, 20 Juni 2006

Di Balik Kontes Adu Bakat

Dari awal saya jujur tidak suka dengan acara-acara seperti kontes AFI. Mereka menjual mimpi kepada para pemuda Indonesia. Dengan iming-iming menjadi orang terkenal, menjadi artis, kebanyakan dari kami mengorbankan apa yang kami miliki, tapi lihat hasilnya. Re-post dari postingan udung.blogspot.com ini mungkin dapat membuka mata kita pada realitas yang terjadi.

-------

Dibalik Kontes Adu Bakat

re-post dari postingan kaskus.com
http://kaskus.com/showthread.php?t=314260
dari irchfan - Radmilla, Node A Level IV Kampus FEMA IPB

Derita para Peserta AFI

Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang personel AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka.

Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.

Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.

Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 2005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500.000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem and kehidupan glamor, lha makan aja susah.

Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll.

Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.

Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.

Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.

*************************************
beda AFI, & mungkin IDOL di Indonesia ama di Amrik...

masih berminat untuk ikutan kontes adu bakat ?? - dream blog -

Selasa, 06 Juni 2006

Hari Ulang Tahun

Seharusnya kita tidak usah begitu peduli dengan hari lahir atau hari ulang tahun kita, yang kedatangannya setahun sekali itu. Tapi kita seharusnya jauh lebih peduli dengan hari mati atau ajal kita, yang kedatangannya bisa kapan saja.

Kamis, 18 Mei 2006

Daftar Kekurangan

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan. Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.


Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. "Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia....."

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama. Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya.

"Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman. Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir. "Maaf, apakah aku harus berhenti ?" tanyanya. "Oh tidak, lanjutkan..." jawab suaminya. Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu".

Dengan suara perlahan suaminya berkata "Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang.... "

Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya...

Ia menunduk dan menangis.....

Jumat, 28 April 2006

Ironi Negeriku

Indonesia membayar utang luar negeri sebesar Rp71,9 trilyun, yang terdiri dari pembayaran cicilan pokok Rp46,8 trilyun dan pembayaran bunga Rp25,1 trilyun. Beban tersebut setara dengan 2,8 kali pengeluaran pemerintah pusat untuk pendidikan, 10,6 kali pengeluaran pemerintah pusat untuk kesehatan, 32,7 kali pengeluaran pemerintah pusat untuk perumahan dan fasilitas umum, 119,8 kali pengeluaran pemerintah pusat untuk ketenagakerjaan, 27,7 kali pengeluaran pemerintah pusat untuk lingkungan hidup. Ironis memang, tiap rakyat yang ada di sini memikul utang. Bahkan tiap rakyat yang belum ada, dengan kata lain yang belum lahirpun sudah memikul utang. weleh. - dream blog -

Selasa, 11 April 2006

Puncak Pembuktian Cinta

Menurutku, puncak pembuktian cinta oleh seorang lelaki kepada seorang perempuan pujaannya adalah bukan dengan menyatakan cinta (dalam bahasa gaul, nembak), dan kemudian memacarinya; tetapi dengan datang ke rumahnya untuk berbicara kepada orangtua dari perempuan yang dikasihinya, melamarnya, dan kemudian menikahinya. Itulah perbuatan sejati dari seorang lelaki yang mencinta.


Kalau memang kita cinta kepadanya, kenapa harus ada istilah pacaran? Proses saling menjajagi? Apa benar cinta semurah itu? Harus dijajagi dulu dengan proses pacaran, dan kalau tidak cocok, putus, lalu cari yang lain lagi? (bisa-bisa yang tersisa tinggal bekasnya orang nih). Aku jadi ingat semboyan 'habis manis sepah dibuang'.

Atau supaya bisa saling kenal dan saling tahu karakter diri masing-masing? Apa benar dengan pacaran itu bisa terwujud? Yea, tentu bisa, asal proses pacarannya gak ada bedanya dengan hubungan suami istri. Dodol! Kalau mau saling kenal dan tahu karakter masing-masing caranya ya menikah! Pasti berhasil tahu sampe detil-detilnya! Pacaran adalah tidak lebih dari 'sebuah proses hubungan antara lelaki dan perempuan yang tidak sah' dengan mengatasnamakan 'cinta' untuk memuaskan nafsunya. Nafsu kuda yang diperhalus!

Hanya saja aku kecewa, budaya bangsa kita di sini, terutama di wilayah timur ini begitu feodalis dan masih mengedepankan EGO dan GENGSI. Menikah dipersulit alias tidak mudah. Mau menikahi si A, orangtua harus dari keturunan 'darah biru'.. atau maskawin sekurang-kurangnya 40 juta.. atau minimal udah punya penghasilan tetap.. atau.. atau... Sistem bobrok..

Di masa kepemimpinan Umar, seorang pemuda sudah bisa menikahi gadis yang dikasihinya hanya dengan maskawin 'membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an'.

Adakah orang yang sependapat denganku di luar sana? Atau lagi-lagi hanya aku sendirian? - dream blog -

Rabu, 05 April 2006

Filosofi Mendaki Gunung

Jika kau ingin tahu lebih jelas mengenai sifat asli orang-orang dekatmu, ajaklah ia mendaki gunung. Di atas sana, kau akan menemukan bahwa kau tidak bisa menyembunyikan karakter aslimu. Kau akan menjadi dirimu sendiri, sepenuhnya. Jika egois, maka di atas sana kau akan egois. Jika penakut, maka di atas sana kau pun tidak akan bisa menyembunyikan ketakutanmu. Jika kau pengeluh, maka kau tidak akan berhenti mengeluh sepanjang perjalanan. Dari situlah kita akan semakin tahu kekurangan dan kelebihan diri masing-masing, dan kemudian kita bisa saling introspeksi diri.

Dan di atas sana, di tengah-tengah angin yang menderu-deru, di antara jurang yang berujung kelam, omong kosong kalau kau tidak bicara tentang Tuhan. Kau akan menyadari seberapa kecil dan lemahnya dirimu di tengah hamparan alam semesta. - dream blog -

Minggu, 26 Maret 2006

Filosofi Perempuan Berjilbab

Menurutku, perempuan berhijab itu ibaratnya makanan lezat yang tertutup rapat, agar lalat-lalat yang membawa berbagai macam penyakit tidak mengerumuninya. Jilbab yang benar akan setia menaungi wajahnya yang teduh, mengayomi dari segala kejelekan.

Kenapa aku lebih memilih menggunakan kata 'perempuan' daripada 'wanita'? Coba tebak sendiri! - dream blog -

Rabu, 15 Maret 2006

Sejarah Hari Valentine

Hari valentine, yang dirayakan tiap tanggal 14 februari adalah suatu perayaan yang diadopsi dari budaya paganisme orang-orang paganis pada jaman romawi kuno. Penjelasan sejarah Hari Kasih Sayang bisa dibaca pada artikel ini.

Beberapa versi sebab-musabab dirayakannya hari Kasih sayang ini (Valentine's Day), dalam The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine's Day.


1. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama –nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).

Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri! . Layaknya seorang muslim segera bertaubat mengucap istighfar, "Astaghfirullah", wa naudzubillahi min dzalik. (Dari berbagai sumber).

Sumber di SINI.

Rayain hari valentine? mending molor. - dream blog -

Selasa, 07 Maret 2006

Menangkap Bintang

Samar-samar kuingat, suatu malam saat aku masih kecil dan belum mampu berbahasa dengan baik. Saat itu mungkin aku rewel, sehingga aku digendong keluar teras depan rumah oleh seseorang dewasa. Aku tidak ingat betul siapa yang menggendongku. Mungkin karena terlalu banyak yang bergantian menggendongku, sampai-sampai aku mengira semua orang adalah ibu.


Tapi aku yakin bukan Ibu yang menggendongku keluar malam itu. Aku tahu dia tidak berminat untuk membawaku keluar rumah malam-malam dimana udaranya lebih dingin. Kupikir bukan pula Ayah. Aku tahu betul kalau dia yang menggendongku. Dia akan memegang tubuh kecilku dengan kedua tangannya dan mulai mengangkatku ke atas atau berputar-putar sambil meledekiku dengan senyumnya yang lebar. Tapi malam itu tidak. Yang kuingat hanyalah senandung-senandung dan suara yang mencoba menenangkanku. Suara yang mungkin mencoba mengajakku berbicara, menjelaskan sesuatu sambil menunjuk ke atas, dan aku pun menengadah ke atas mengikuti arah mana dia ingin menunjukkan sesuatu.

Malam itu memang langit bersih tak berawan, bintang-bintang bersinar terang berkerlap-kerlip mengundang ketakjubanku. Seakan-akan membentuk suatu bentuk kombinasi wajah keibuan yang mengingatkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Meringkuk dalam momongan yang mengayomi, sambil mendengar senandung merdu dan menyaksikan keindahan bintang.

Aku mengangkat tanganku ke atas dan kudekatkan ke arah bintang yang paling terang dari sudut pandangku. Kukepalkan tanganku, kugenggam erat-erat bintang itu, kemudian kudekatkan genggamanku tepat di depan wajahku. Kubuka perlahan-lahan genggamanku, namun aku kecewa karena di situ tidak ada bintang. Ia tetap di sana, berkedip-kedip, menggodaku untuk mencoba kembali melakukan hal terbodoh seumur hidupku: menangkap bintang.

Aku tidak ingin menjadi awan. Aku ingin menjadi bintang yang bersinar di langit malam. Bintang yang paling terang di antara bintang-bintang redup lainnya.

Jumat, 17 Februari 2006

Cinta

Cinta bukanlah daun yang mudah layu
Melainkan akar yang tertanam kuat
Kuat tak terjamah mimpi-mimpi
Dari para pemimpi yang tak pernah mengerti

Cinta bukanlah laut yang mudah surut
Melainkan karang yang berdiri kokoh
Kokoh tak terusik janji-janji
Dari para penjanji yang tak pernah menepati

Cinta tak seperih tajamnya duri
Melainkan seindah mawar bersemi
Merah mewarnai jiwa
Membawa berlabuh ke surga yang indah

Sabtu, 11 Februari 2006

Feminisme: Revolusi Menuju Kehancuran

Feminisme, ide yang dikembangkan orang-orang kafir {Barat} dalam rangka memperjuangkan persamaan antara dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan. Feminisme, gerakan yang lahir akibat rasa 'frustasi' dan 'dendam' terhadap sejarah {Barat} yang tidak memihak kaum perempuan. Perempuan/wanita/awewe, diperlakukan sebagai warga negara kelas dua yang hanya dijadikan objek exploitasi sexual, penindasan dan diskriminasi.

Entah apa yang terjadi di dunia kaum hawa saat ini. Fenomena kekerasan, kemiskinan, diskriminasi, trafficking, menjadi sebuah relitas yang tidak terbantahkan. Ini bukan omong kosong belaka. Laporan UNDP tahun 1996 menyebutkan bahwa 70% dari 1,3 miliar penduduk yang dibawah garis kemiskinan adalah perempuan, 67% penduduk yang buta huruf pun dari kalangan perempuan. Sedangkan hasil angket the Body Shop menunjukkan 9 dari 10 perempuan mengaku pernah mengalami pelecehan, diskriminasi dan kekerasan, 6 dari 10 perempuan merasa dikekang oleh pasangannya, dan 5 dari 10 responden mengaku tidak bahagia menjadi perempuan. Dalam ekonomi pun diskriminasi terjadi terhadap perempuan, untuk kasus indonesia misalnya, upah perempuan kira-kira hanya 65-70% dari upah laki-laki dan total penghasilan perempuan hanya mencapai 25,3%. Sedang dalam sisi politik perempuan dianggap terdiskriminasi dari sisi kesempatan untuk duduk dalam posisi strategis pemerintahan, misalnya persentase perempuan yang duduk di parlemen di negara jepang hanya 6,7%, Singapura 3,7%, Amerika yang dianggap negara liberal pun hanya sekitar 10,3%, dan Indonesia memimpin dengan jumlah sekitar 12,2%.

Dari fakta-fakta diataslah, para feminis mengasumsikan sesungguhnya kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Oleh karena itu harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut. Oleh karena itu pula, feminisme juga sering didefinisikan sebagai suatu ‘kesadaran’ akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, di tempat kerja, maupun di masyarakat dari situlah muncul tindakan sadar untuk mengubah hal tersebut.

Setelah berusaha mencoba mencari akar permasalahannya, maka para kaum feminis menyimpulkan bahwa dominasi budaya patriarkilah sumber permasalahannya. Budaya patriarki mengandung konsep bahwa laki-laki bersifat superioritas dan perempuan lebih bersifat inferior, yang menempatkan laki-laki lebih berkuasa dibandingkan perempuan. Terminologi yang lebih familiar dipakai oleh para feminisuntuk menyebut kondisi ini adalah ketimpangan, ketidakadilan, atau disparitas jender. Karena persoalan jender inilah yang mereka anggap sebagai biang keladi merebakanya stereotype, marjinalisasi, subordinasi dan kekerasan atas perempuan.

Ambivalensi Feminisme

Walau konsep feminisme mereka gaungkan terus menerus, hanya saja konsep kesetaraan jender yang mereka ungkapkan belum bisa menciptakan formula yang masuk diakal, sehingga diantara para feminispun, masih terjadi polemik. Apakah kesetaraan jender berarti memiliki kedudukan yang setara dengan pria di segala sisi kehidupan, tapi mereka pun bingung soalnya disisi lain mereka meminta cuti haid atau hamil yang pria tidak akan pernah dapatkan. Sehingga orang-orang akan bertanya apa sih yang mereka inginkan sebenarnya?.

Efek dari merebaknya ide feminisme ini adalah kehancuran tatanan sosial masyarakat, karena ide feminisme yang menginginkan adanya empowerment (pemberdayaan) terhadap perempuan menuntut adanya kesamaan kedudukan sepenuhnya dengan pria di segala bidang. Padahal mau tidak mau kita harus mengakui bahwa terdapat perbedaan fisik dan psikologis antara perempuan dan pria. Karena perbedaan tersebutlah peran yang diberikan oleh Sang Pencipta berbeda pula. Tidak mungkin pria menggantikan peran melahirkan dari seorang ibu, atau menggantikan peran menyusui.

Kitapun harus memahami bahwa peran yang diberikan kepada perempuan bukanlah peran-peran yang dianggap submarjinal oleh para kaum feminis. Kaum feminis menganggap bahwa peran perempuan sekarang lebih rendah kedudukannya dibanding seorang pria. Padahal kalau mau kita berpikir sekali lagi, sesungguhnya kontribusi perempuan terhadap negara amatlah penting, karena dialah yang melahirkan pemimpin-pemimpin negaranya, dialah yang pertama mengajarakan tentang kasih-sayang, cinta, empati, nilai kebenaran. Jikalau perempuan tidak mau lagi memegang peran penting tersebut, dan menyerahkan perannya tersebut pada lembaga negara alayaknya yang terjadi di Swedia, maka akan dihasilkan suatu generasi yang penuh dengan kekerasan tanpa cinta dan kasih-sayang.

satu hal lagi yang harus kita perhatikan, jika perempuan tidak mau lagi berperan sebagai seorang ibu yang melahirkan dan mendidik anak, niscaya dunia ini benar-benar menuju kebinasaan. Hal ini dapat kita lihat di Negara Jerman, disana tingkat pertambahan penduduknya bernilai minus, hal itu karena mereka baik pria maupun perempuan malas untuk menikah karena mereka bisa memuaskan hasrat seksualnya di luar pernikahan, dan mereka juga tidak mau dibebani tanggung jawab jika mereka sudah menikah terutama mengasuh anak.

Oleh karena itu, ide-ide feminisme merupakan ide yang absurd yang tidak akan menyelesaikan permasalahan, malah memperburuk permasalahan itu sendiri. Konsep tersebut tidak lain adalah konsep yang muncul dari pemikiran yang dangkal (pemikiran yang hanya melihat dari satu fakta tanpa mengkaitakan dengan fakta atau informasi lainnya). Feinisme pun tidak terlepas dari ideologi kapitalisme, yang membuat mereka hanya melihat dari segi untung-ruginya saja menurut pandangan mereka sendiri. Padahal peran perempuan yang mereka anggap rendah tersebut merupakan peran yang amat vital bagi tatanan sosial suatu negara.

Kalau kita mau berpikir jernih dan merenung sesaat, kita akan memahami bahwa tindakan kekerasan, dan ketidakadilan terhadap perempuan adalah satu fenomena dari banyak fenomena ketidakadilan yang diciptakaan oleh sistem saat ini. Karena sistem saat ini tidak memiliki perangkat-perangkat hukum yang dapat mencegah kekerasan, penindasan, trafficking terhadap perempuan. Sistem sekarang malah membuat perempuan layaknya sebuah komoditas ekonomi, sehingga pengeksploitasian perempuan begitu mudah terjadi. So jika menginginkan solusi, bukanlah dengan memperjuangkan ide-ide feminisme yang menuntut persamaan secara total antara lakai-laki dan perempuan karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan itu berbeda. Tapi yang seharusnya kita lakukan adalah memperjuangkan agar diterapkan sebuah sistem yang dapat mengayomi seluruh rakyatnya termasuk didalamnya kaum perempuan. Dan Revolusi Pemikiran lah Jawabannya.

Senin, 30 Januari 2006

Waktu & Cinta

Di sebuah pulau yang berkumpul semua PERASAAN : Kebohongan, kesedihan, kebahagiaan, marah, Pengetahuan dan salah satunya adalah Cinta.

Pada suatu hari …. PERASAAN memberi peringatan pada semua bahwa pulau yang mereka tempati akan tenggelam maka pergilah untuk menyelamatkan diri masing-masing katanya. Pada saat detik² terakhir Cinta masih bertahan dipulau itu yang mempunyai sejuta kenangan. Pulau itu betul² akan musnah, Cintapun akan berlayar...


Cinta bertemu dengan KEKAYAAN, lalu Cinta berkata, "bolehkah aku naik kapalmu?", "Maaf cinta, kapalku sudah terlalu banyak muatan mutiara dan emas karena itu sudah tidak ada tempat untukmu" jawab Kekayaan. Cintapun berjalan lagi dan bertemu KESOMBONGAN. "Maukah kamu mengajakku?" Cinta berharap, "Maaf Cinta, kamu terlalu basah dan akan mengotori kapalku". Kesombonganpun pergi tanpa Cinta. Cinta kembali berjalan dan bertemu KESEDIHAN, lalu dengan memohon cinta berkata, "Kesedihan, tolong aku bawa pergi dari sini", Kesedihan menjawab; "Maaf Cinta, saat ini aku betul-betul sedang berduka, terlalu banyak masalah yang sedang aku hadapi, aku butuh sendiri untuk merenungi segalanya". Dengan wajah murung Kesedihanpun berlalu. Cinta tetap berjalan dan Cinta melihat KEBAHAGIAAN. Cinta menjerit memanggil-manggil kebahagiaan, "Tolong aku …. Tolomg aku kebahagiaan…". Kebahagiaan tidak mendengar karena perasaannya betul-betul bahagia, dia tidak peduli dan dia melesat meninggalkan Cinta.

Cinta lelah, dia tertunduk memandang kosong. Tiba-tiba ada yang datang lalu berkata."Cinta, mari kita pergi dari sini. Mereka pun pergi meninggalkan pulau yang tenggelam. Cinta riang akhirnya dia selamat, saat dia akan berterima kasih yang menolongnya sudah tidak ada, Cinta terlalu riang hingga ia lupa bertanya siapa yang menolongnya!? Cinta mencari namun seseorang itu tidak juga nampak dan Cinta bertemu dengan PENGETAHUAN. Lalu Cinta bertanya, "Tahukah kamu siapa yang menolongku dari pulau??", Pengetahuan lalu menjawab , "'WAKTU', dialah yang menolongmu, waktu jualah yang setia membuat Cinta selamat dan waktu jualah yang mengetahui Cinta sejati memang akan hadir". Waktu yang membuatmu mengenal CINTA. - dream blog -

Selasa, 17 Januari 2006

Di Sampingmu

Kemarin aku melihat sekelompok mahasiswa yang menghabiskan waktunya di kantin kampus, main domino sambil ngopi dan merokok. Pagi tadi aku melihat ada sekelompok mahasiswi yang menghabiskan waktunya di koridor kampus, menunggu dosen pengajar sambil berharap dia tidak datang mengajar. Baru saja aku melihat ada orang yang menghabiskan waktunya di ruang senat, baca koran sambil mendengar musik yang diputar dari komputer senat.

Tapi, aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu, dinda. Aku ingin duduk tepat di sampingmu walau yang kubisa hanya terdiam dan mematung. Aku ingin berada di dekatmu walau yang kubisa hanya sesekali mencuri pandang ke arah matamu, untuk kemudian kembali menatap ke arah ujung sepatuku yang mulai usang oleh lumpur dan debu. - dream blog -

Selasa, 10 Januari 2006

Manfaatkan Hari Ini

Ini adalah sebuah tulisan yang pernah (dan mungkin masih) menginspirasiku. Aku berniat untuk mengabadikannya di sini. Ditulis oleh Robert J. Burdette.

"Ada dua hari di sepanjang hidup ini yang tidak perlu dirisaukan, malah sebaiknya dibebaskan dari kekhawatiran dan keprihatinan. Salah satu diantaranya adalah kemarin plus segala sesuatu yang telah menjadi "miliknya", seperti kesalahan maupun perhatian, cinta kasih maupun penderitaan.
Kemarin sudah lewat di luar jangkauan kita. Bahkan bila uang yang beredar di dunia dikumpulkan pun tidak akan bisa mengembalikannya. Kita tidak bisa menarik satupun tindakan yang telah kita lakukan, tidak bisa menghapus satupun kata-kata yang pernah kita ucapkan, dan tidak bisa meralat sebuah kesalahan yang terlanjur terjadi. Kemarin sudah lewat jauh di belakang. Biarlah ia pergi dengan tenang.

Hari lain yang juga tidak perlu kita khawatirkan adalah ESOK dengan semua "rencananya". Begitu pula, esok adalah hari yang di luar jangkauan kita. Matahari tentu masih akan bersinar. Namun entah sinarnya terang-benderang indahnya atau tertutup awan, kita masih belum tahu. Sampai saatnya ia muncul nanti, kita tidak bisa meramalkan apa yang akan terjadi esok.

Dari kedua hari yang telah disebut di muka, tinggal satu hari lagi yang tersisa, yakni hari ini atau SEKARANG. Seseorang bisa memenangkan pertempuran dalam sehari. Menyesali apa yang sudah terjadi kemarin, serta memperkirakan apa yang akan muncul esok tidak akan memberikan banyak manfaat. Oleh karena itu, apapun yang bisa kita kerjakan hari ini, kerjakan hari ini juga. " - dream blog -

Senin, 02 Januari 2006

Demokrasi itu Busuk

Mungkin bagi orang-orang pada umumnya, demokrasi memang masih merupakan sistem yang paling ideal di muka bumi, tetapi benarkah begitu? Demokrasi atau Democrazy? Kebebasan atau kebablasan? Mari kita kaji.

Menurut para pemikirnya, demokrasi terdiri dari 3 macam: 1). Demokrasi langsung, yaitu rakyat memerintah langsung tanpa melalui perantara, berupa parlemen atau yang sejenisnya. Kemudian seluruh rakyat berkumpul dalam satu tempat untuk membuat undang-undang yang diambil dari suara mayoritas. 2). Demokrasi tak langsung, yaitu tatkala rakyat memilih para wakil-wakilnya untuk melaksanakan kekuasaan atas nama rakyat. 3). Demokrasi semi langsung, yaitu gabungan dari dua bentuk demokrasi di atas.

Standar kebenaran demokrasi: Suara mayoritas
Demokrasi tegak di atas suara mayoritas, tanpa melihat lagi jenis suara mayoritas yang ada. Tolak ukur kebenaran dalam demokrasi ditentukan oleh pendapat mayoritas.

Berangkat dari prinsip ini, para pemimpin partai yang berhaluan demokrasi selalu berupaya mencari dukungan mayoritas rakyat dengan segala cara, meskipun harus membuat janji-janji palsu kepada rakyat. Mereka melakukan semua untuk dapat meraih suara mayoritas rakyat dalam kompetisi-kompetisi pemilu yang beraneka ragam.

Kebenaran tidak ditentukan oleh banyaknya pelaku, melainkan ada kebenaran mutlak yang tidak bisa diganggu gugat
Mungkin sebagai seorang muslim, saya memandang kebenaran hanya ditentukan melalui kitab dan sunnah, serta yang ditunjukkan oleh keduanya, bukan dari banyaknya orang yang mengerjakannya atau suara mayoritas. Dengan demikian, kita bisa melihat pengikut para nabi jumlahnya sangat sedikit sedangkan pengikut thagut jumlahnya sangat banyak.

Demokrasi memberikan hak membuat hukum kepada suara mayoritas
Dalam kehidupan dunia, kebenaran tidaklah diukur dan ditetapkan oleh sedikit atau banyaknya jumlah orang yang melakukannya. Akan tetapi, kebenaran itu harus diukur dan ditetapkan oleh kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan hukum yang diturunkan dari langit.

Kebenaran bukan ditetapkan oleh suara mayoritas, sekalipun yang menang tersebut memang benar. Ukuran kebenaran juga bukan ditentukan oleh kongres atau parlemen yang mengacungkan dan menurunkan tangan berdasarkan hawa nafsu yang mengakibatkan kehancuran bangsa tersebut.

Demokrasi adalah pemerintahan minoritas, bukan pemerintahan mayoritas seperti yang digembar-gemborkan
Secara faktual diketahui, rakyat sebuah bangsa tidak mungkin memerintah sendiri, tetapi memerintah melalui para wakilnya yang terwujud dalam mayoritas anggota majelis perwakilan yang telah mereka pilih.

Oleh karena itu, berubahlah kehendak mayoritas (rakyat pada umumnya) menjadi kehendak minoritas (kehendak wakil rakyat). Saat itulah muncul kesewenang-wenangan/kediktatoran baru, karena kehendak rakyat beralih ke tangan orang-orang yang mereka pilih saja. Akibatnya, rakyat tidak mampu untuk membatalkan, menghapus, atau mengubah keputusan yang telah ditetapkan oleh para wakilnya.

Menurut banyak pakar politik, prinsip mayoritas adalah teori yang paling berbahaya terhadap berlangsungnya kebebasan individu, karena setiap perbuatan yang muncul dari orang terpilih dapat menjadi hukum sekaligus undang-udang hanya karena ia merupakan kehendak rakyat. Dari sini kita bisa melihat bahwa mayoritas pendapat yang ada telah berubah menjadi kesewenangan minoritas, dan fakta telah membuktikan hal itu.

Kesaksian para penganut demokrasi
Ketika demokrasi menyerang negeri dan disambut gembira oleh para intelektual yang dangkal pemikirannya, dan ketika demokrasi begitu dipuji oleh orang-orang yang takluk di hadapan peradaban barat, justru anda akan melihat bahwa para ahli politik eropa telah melancarkan kritik yang tajam terhadap demokrasi, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya oleh Plato.

Michael Stewart dalam bukunya Sistem-Sistem Modern, hal.459:
Kaum komunis bersikeras bahwa hukum demokrasi yang tegak di atas dasar kebebasan berkreasi, berpendapat, bertingkah laku, dan berkepribadian, hanyalah sebuah prinsip yang kotor dan rusak. Mereka berargumentasi bahwa demokrasi kapitalisme telah mentolerir pengrusakan masyarakat--khususnya para pemudanya--melalui film-film dan bioskop-bioskop serta penyebaran kemungkaran serta kekejian.

Benjamin Constan berkata:
Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.

Barchmi berkata:
Prinsip kedaulatan di tangan rakyat sebenarnya tidak pernah ada, yaitu bahwa kedaulatan rakyat dianggap selalu mewujudkan kebenaran dan keadilan. Paham ini mengklaim bahwa kekuasaan menjadi legal dengan melihat sumbernya. Atas dasar ini maka setiap aspirasi yang muncul dari kehendak rakyat dianggap telah memenuhi parameter kebenaran dan keadilan. Aspirasi rakyat itu juga dianggap tidak perlu diragukan dan diperdebatkan lagi dari segi ini (memenuhi kebenaran dan keadilan), bukan karena argumentasinya kuat, melainkan karena ia muncul dari kehendak rakyat. Jadi, prinsip kedaulatan rakyat ini memberikan sifat maksum (mustahil keliru/dosa) kepada rakyat. Oleh karena itu, prinsip kedaulatan rakyat akan membawa rakyat (atau para wakilnya) berpeluang melahirkan kekuasaan absolut, yaitu kesewenang-wenangan (kediktatoran). Apabila kehendak rakyat dianggap kehendak yang legal hanya karena ia muncul dari rakyat, maka dengan demikian -dari segi legislasi dan perundangan-, rakyat akan dapat berbuat apa saja. Jadi, rakyat pada dasarnya tidak perlu lagi mendatangkan justifikasi-justifikasi terhadap apapun yang diinginkannya.

Orientalis Polandia bernama Boogena Giyanah Stchijfska mengatakan:
Hukum-hukum positif buatan manusia yang lahir dari konsensus-konsensus demokratis tidak bersifat tetap. Teks-teksnya tidak membolehkan atau melarang sesuatu secara mutlak, khususnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban individu dan tanggungjawab pribadi. Semua itu didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan yang selalu berkembang. Padahal sudah diketahui bahwa kepentingan dan kebutuhan itu selalu berganti dan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Bukan suatu hal yang aneh dalam sejarah hukum-hukum positif buatan manusia, bahwa hukum yang terakhir akan bertentangan dengan hukum yang pertama dalam rinciannya. Demikian pula yang dibenci dapat berubah menjadi disukai, yang dilarang dapat menjadi boleh, dan yang ganjil dapat berubah menjadi wajar.

Demikianlah, sesungguhnya demokrasi politik adalah sistem yang membiarkan, bukan sistem yang meluruskan. Artinya demokrasi mendekati mayoritas rakyat dengan membiarkan mereka dalam keadaan apa adanya dan memperlakukan mereka mengikuti asas ini atas nama kebebasan (baca: kebablasan).

Demokrasi jalan menuju kebejatan moral
Tidak ada keraguan lagi bahwa di antara sebab kehancuran berbagai peradaban adalah kemerosotan moral. Mengapa para pemuda dan masyarakat umum di eropa dan amerika menerima kehadiran narkoba dengan berbagai jenisnya? Bagaimana kita bisa menafsirkan tenggelamnya mereka dalam kebejatan perilaku seksual yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia yang panjang? Lihatlah bagaimana parlemen Inggris, Belanda, Spanyol, California, telah membolehkan pernikahan sesama lelaki dan juga pernikahan sesama perempuan. Pernikahan dengan sesama kerabat dekat/keluarga (incest) juga banyak terjadi sampai tak terhitung. Semua ini dilakukan dengan kedok kebebasan individu yang absolut. Bagaimana kita bisa menafsirkan tersebarnya majalah-majalah porno, pergaulan bebas, kekerasan seksual, dan pemerkosaan. Apakah kita mau terperosok ke jurang kebejatan moral seperti yang dialami eropa atas nama pluralisme demokrasi ini?

Demokrasi adalah sebuah tipe kediktatoran
Apakah yang dilakukan negara yang mengklaim sebagai negara demokratis dan pelopor HAM tatkala mereka menjajah negeri-negeri lain?

Apa yang dilakukan inggris yang demokratis itu terhadap Mesir? Apakah urusannya dikembalikan kepada rakyat mesir atau kepada moncong meriam? Apa pula yang dilakukan prancis yang demokratis itu di aljazair? Apa yang dilakukan negara-negara demokratis tatkala menjajah palestina, india dan asia? Apa pula yang dilakukan amerika serikat yang demokratis itu di Vietnam, Afhganistan, dan irak?

Segala gerakannya baik yang lembut maupun kasar ditujukan untuk memenuhi nafsu dan kebutuhan yang mereka sembunyikan. Tidak pernah tercatat dalam sejarah lembaga-lembaga yang dibentuk negara-negara demokratis, lahir satu keputusan yang motif dan tujuannya dapat dianggap murni, apalagi jika keputusan ini berkaitan dengan Islam.

Negara-negara yang mengklaim demokratis itu sungguh telah menghancurkan berbagai bangsa. Negara-negara itu telah merobek perut dan menghisap darah berbagai bangsa. Pembataian ala demokratis tak kurang banyaknya dibandingkan dengan pembantaian ala komunisme, kalaupun tak bisa dikatakan lebih jahat. Hanya saja memang ada perbedaan di antara keduanya, yaitu demokrasi membunuh dengan racun dalam gelas yang indah atau dengan benang dari sutera.

Maukah teman-teman berfikir, meskipun sejenak, untuk merenungkan kebobrokan yang sadar atau tidak sadar sejak kita lahir, sudah kita telan bulat-bulat tanpa mau mengkajinya terlebih dahulu?

Halo? Adakah orang yang sependapat denganku di luar sana? Atau lagi-lagi aku sendirian? - dream blog -