Kamis, 18 Desember 2014

Tentang Dia

When you seek her. 
Tataplah matanya, bertanyalah pada mata itu. Apakah ia akan mengeluarkan air mata jika kau tidak reda terhadap perbuatannya.

When you search for her. 
Perhatikan tangannya. Lembut karena siraman air cucian beras atau alat-alat kecantikan yang teramat mahal.

When you look after her.
Dengarkan kata-katanya. Lembut menenangkan atau penuh rengekan gosip dan kata-kata prasangka buta.

When you choose her.
Lihat sepatunya, apakah dia sibuk mengoleksi sepatu agar lebih tinggi darimu atau merendah mengharap izinmu saja. Lihat pula seberapa tinggi dan runcing heelsnya, siapkah ia tegak menopangmu saat kau jatuh.

When you find her.
Jagalah hatinya. Sadarilah, kekuatanmu berasal dari itu. Bukan karena hartanya atau wajah cantiknya. Sungguh, di saat kepalamu penat dengan urusan dunia, hatinya yang kau jaga, akan menyejukkanmu.

Then you'll realize that actually she's the one who finds you.
Semoga ia yang membuat kau merasa dibutuhkan, merasa istimewa, merasa tak tersaingi karena ia menjaga dirinya dan anak-anakmu hingga bertemu dengan Sang Pencipta.

Minggu, 14 Desember 2014

Dan II

Dan ketika emosi itu berlari meninggalkan hati, maka tertawalah semua ego itu.. Setelah itu apa? Tinggalkan luka pada mereka yang sudah teraniaya lisanmu. Ada setumpuk benci menggenggam akalku. Ada seikat duri menusuk hatiku. Ada sebentuk dendam pada marahku. Terlalu kencang angin meniupkan awan, hingga tiba badai itu. Tapi aku tidak akan sembunyi! Sampai hari dimana emosi terkubur sedalam-dalamnya. Beralas prasasti, bertuliskan cinta sejati.

Rabu, 10 Desember 2014

Riwayat Dinding & Soneta

kami bersandar merapatkan punggung masing-masing pada dinding.

ia tiba-tiba bertanya:
untuk apa dinding diciptakan?

dinding, kataku, dibuat untuk memisah-misahkan.
yang satu jadi dua atau jadi bilangan-bilangan berlainan,
jadi kawan dan lawan,
jadi ada aku jadi ada kau.

sebab, sesungguhnya, sebelum ada dinding,
segala sesuatu hanya satu. hanya satu.

@Hurufkecil

*****

Aku tak mencintaimu seperti engkau adalah mawar, atau topaz atau panah anyelir yang membakar:
Aku mencintaimu selayaknya beberapa hal terlarang dicintai, diam-diam, diantara bayangan dan sukma.

Aku mencintaimu seperti tumbuhan yang urung mekar dan membawa jiwa bunga-bunga itu di dalam dirinya, dan karena cintamu, aroma bumi yang pekat tumbuh diam-diam di dalam tubuhku.

Aku mencintaimu, tanpa mengerti bagaimana, sejak kapan, atau dari mana
Aku mencintaimu dengan sederhana, tanpa kebimbangan, tanpa kesombongan:
Aku mencintaimu seperti ini, karena bagiku tak ada cara lain untuk mencinta kecuali ini, dimana 'aku' dan 'kau' tiada,

begitu erat, hingga tanganmu diatas dadaku adalah tanganku
begitu erat, hingga ketika aku tertidur, kelopak matamulah yang tertutup

Pablo Neruda

Senin, 17 November 2014

Jadilah Seperti Burung dan Cacing

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan masalah apapun itu, mari cobalah kita lihat pada burung dan cacing. Setiap pagi burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya ke mana dan di mana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadang kala baru sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan untuk keluarganya. Meski terkadang makanan yang dibawanya itu tidak cukup untuk keluarganya, akhirnya burung itu pun harus “berpuasa”. Sering kali pula ia pulang tanpa membawa apa-apa untuk keluarganya, sehingga ia dan keluarganya pun harus “berpuasa”.

Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi kalau lahannya banyak yang diserobot manusia, kita tidak pernah melihat ada burung yang bermuram durja, putus asa atau bahkan berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita juga tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih minum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Burung tetap optimis menjalani hidup, percaya akan makanan yang dijanjikan Tuhan-nya.

Kita lihat, meskipun kelaparan, setiap pagi burung tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung itu menyadari benar bahwa demikianlah hidup! Pada suatu waktu berada di atas dan di lain waktu terhempas ke bawah. Pada suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Pada suatu waktu kekenyangan dan di lain waktu kelaparan.

Mari kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Bila kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak memiliki sarana yang layak untuk bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk, atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tapi ia juga makhluk hidup, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka akan mati.Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dalam menjalani hidup. Kita tidak pernah melihat cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu. Kita tidak pernah melihat cacing bunuh diri karena putus asa.

Sekarang, kita lihat manusia. Bila dibandingkan dengan burung dan cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.Tetapi mengapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini sering kali justru kalah daripada burung atau cacing? Mengapa manusia banyak yang putus asa bila menghadapi kesulitan?

So be birds and worms, my friend. Be strong.

Kamis, 25 September 2014

Merenunglah Dalam keheningan

Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk merenung. Lakukan di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur. Atau di malam hari, sesaat sebelum beranjak tidur.

Merenunglah dalam keheningan. Jangan gunakan pikiran untuk mencari berbagai jawaban. Dalam perenungan kita tidak mencari jawaban. Cukup berteman dengan ketenangan maka kita akan mendapatkan kejernihan pikiran.

Jawaban berasal dari pikiran kita yang bening. Selama berhari-hari kita disibukkan oleh berbagai hal. Sadarilah bahwa pikiran kita memerlukan istirahat.

Tidak cukup hanya dengan tidur. Kita perlu "tidur dalam keadaan terbangun". Merenunglah, dan dapatkan ketentraman batin.

Pikiran yang digunakan itu bagaikan air sabun yang diaduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang tercampur semakin keruh air. Semakin cepat kita mengaduk semakin kencang pusaran. Merenung, adalah menghentikan adukan. Dan membiarkan air berputar perlahan. Perhatikan partikel sabun turun satu persatu, menyentuh dasar gelas.

Benar-benar perlahan. Tanpa suara. Bahkan kita mampu mendengar luruhnya partikel sabun. Kini kita mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankah air yang jernih mampu meneruskan cahaya? Demikian halnya dengan pikiran kita yang bening.

Rabu, 03 September 2014

Menghargai Daniel Agger yang Tidak Rasional

Di era modern, di mana hampir setiap pemain sepak bola tampaknya berambisi suatu hari bermain untuk Real Madrid atau Barcelona, Daniel Agger adalah satu dari sedikit orang yang melawan trend. Untuk sebagian besar pemain modern, klub-klub lain dianggap hanya sebagai anak tangga, batu loncatan ke salah satu raksasa La Liga itu. Agger, bagaimanapun, tidak seperti pemain modern; ia adalah karakter yang kompleks yang menghargai kehidupan kampung halaman di atas uang dan piala. Agger memiliki banyak kesempatan untuk meninggalkan Anfield dan merupakan incaran serius dari Barcelona pada lebih dari satu kesempatan, tapi dia tidak tertarik untuk meninggalkan Anfield sampai musim panas ini ketika ia menemukan dirinya merasa tepat untuk pergi.

Cukup mengejutkan mengapa dia memilih kembali ke klub pertamanya, Brondby, ketika di umur 29 tahun di mana ia masih bisa bermain di salah satu klub top Eropa, tapi Agger tidak akan meninggalkan Merseyside untuk pergi ke tempat lain. Dia jelas tidak tertarik bermain untuk salah satu saingan Liverpool di Inggris, itu sudah pasti. Agger tampaknya tidak didorong oleh ambisi prestasi atau motivasi keuangan, ada hal-hal yang lebih penting dalam hidupnya daripada sepakbola. Beberapa pemain hidup dan bernapas dengan bermain bola; lainnya tidak begitu tergantung dengan sepakbola, tapi hanya kebetulan hebat dalam bermain bola. Agger jatuh ke dalam kategori kedua.

Jawaban Agger dari spekulasi yang menghubungkan dia dengan raksasa Catalan hanya dengan mengangkat bahu dan berkata "Terserah klub". Satu-satunya cara ia akan meninggalkan Anfield hanya jika ia tidak lagi diinginkan, dan tidak seperti beberapa pemain yang telah berbagi ruang ganti dengannya selama bertahun-tahun, ia tidak pernah tergoda oleh "rumput tetangga". Ketika dihadapkan dengan tawaran yang lebih baik, sebagian besar pemain mencoba untuk memaksa club dengan cara apapun. Bandingkan perilaku Agger dengan Javier Mascherano misalnya, yang dikabarkan menolak bermain untuk The Reds melawan Manchester City dalam upaya untuk memaksa club agar diizinkan pindah ke Barcelona.

Steve McManaman, Michael Owen, Alvaro Arbeloa dan Xabi Alonso pindah ke Real Madrid, dan tentu saja musim panas ini Luis Suarez mengikuti Mascherano untuk menukar Anfield dengan Camp Nou. Suka atau tidak, sebagian besar pemain melihat Real dan Barca sebagai puncak profesi mereka, tapi tidak untuk Agger. Dia senang berada di Liverpool, dan selama LFC ingin, dia sangat senang untuk tinggal. Prilaku seperti itu akan selalu menimbulkan perasaan cinta fans untuk pemain, terutama jika pemain itu berbakat seeprti Agger.

Ketika Manchester City menginginkannya beberapa tahun yang lalu, ia menjawab dengan menulis tato "YNWA" di ruas jarinya. Ketika itu, Liverpool terpuruk, setelah finish di urutan kedelapan, legenda Kenny Dalglish baru dipecat dan kemudian menunjuk seorang manajer muda dari Swansea City. Beberapa orang akan menyalahkan Agger kenapa tidak pindah ke City sang juara bertahan pada waktu itu, belum lagi kenaikan gaji yang signifikan yang akan dia dapatkan. Tapi seperti saya katakan, Agger tidak seperti kebanyakan pemain modern; dia titisan generasi sebelumnya, pemain yang akan tinggal di klub yang sama untuk sebagian besar karir mereka.

Liverpool telah kehilangan uang dengan memilih untuk menjual ke Brondby karena harga yang jauh lebih rendah dari nilai pasar pemain, tetapi kenyataannya adalah club tidak punya banyak pilihan. Agger ingin pulang dan rela mengalami pemotongan gaji besar-besaran dalam rangka untuk melakukannya. Dia tidak mungkin bermain banyak di Anfield musim ini, setelah tergelincir ke pilihan ke empat sebagai central bek, dan idealnya Liverpool lebih suka menjualnya ke club top Eropa yang mau membayar tinggi untuk Agger yang kualitasnya tidak diragukan lagi. Tapi itu bukan pilihan karena Agger tidak tertarik pergi ke mana pun selain Brondby. Dia bisa saja kembali ke sana di usia lebih tua, tapi dia memilih kembali di saat ia masih memiliki tenaga tersisa untuk bermain di Brondby.

Dia meninggalkan Anfield sebagai tokoh populer setelah hampir sembilan tahun di klub dan akan selalu mendapat sambutan hangat kapanpun dia kembali. Dia bermain di Final Liga Champions tahun 2007, ketika AC Milan membalaskan dendam pada The Reds atas kekalahan mereka di Istanbul dua tahun sebelumnya. Gol Agger di leg kedua semifinal yang menyebabkan kemenangan adu penalti atas Chelsea yang memastikan tempat Liverpool di final liga Champion. Gol pertama yang ia kantongi sungguh mengesankan, tendangan voli jarak jauh 30-yard melawan West Ham di depan tribun The Kop.

Dia bisa saja masih salah satu yang terbaik andai ia bisa menghindari cedera, tapi selama delapan musim ia berada di klub, ia telah kehilangan banyak tenaga. Tubuhnya, sayangnya, tidak mampu lagi memenuhi tuntutan bermain sepak bola terutama di Liga Inggris, sesuatu yang ia akui ketika menjelaskan keputusannya untuk pergi, "aku tidak akan tinggal jika hanya membebani club". Tapi setiap kali ia diberi kesempatan untuk bermain, dia tampak berkelas. Dia tidak melakukan kesalahan, ia berjuang bergelut dengan striker yang lebih kuat, lebih muda, lebih besar - karena Daniel Agger adalah seorang pemain sepak bola yang baik. Di sisi lain, ia juga hanya seorang fans setia dan seorang seniman tatto yang tidak melihat Liga Premier dan Liverpool hanya sebagai batu loncatan ke Bernabeu atau Camp Nou. Aku hanya berharap ada lebih banyak pemain seperti dia. Good luck, Dan.

"Saya tak akan pergi ke tempat lain kecuali pulang ke klub masa kecilku"

*****
Tidak Rasional


Mari bersikap adil. Harus dipahami dengan jujur bahwa keputusan Fernando Torres menyeberang ke Chelsea tiga musim kemarin adalah hal yang rasional. Sudut pandang perkembangan karir marilah kita pakai.

Harus jujur diakui, kala itu Liverpool adalah sebuah klub besar yang sedang tidak besar atau sedang berpayah-payah untuk kembali besar. Kemudian Chelsea adalah klub yang terus menapaki jalan menuju puncak serta bisa menawarkan uang dan masa depan.

Kita yang sudah bekerja pastilah paham, karir yang terus menanjak adalah bagian dari kehidupan orang dewasa yang katanya menyenangkan tapi susah dilakoni. Dan atas nama itulah andai Torres memajang profilnya di Linkedin, orang yang objektif akan sepakat bahwa pria Madrid ini membuat keputusan yang terukur dengan mempertimbangkan untung-rugi dengan cermat. Terserah jika mau bilang Torres tak bisa benar-benar menikmati trofi Liga Champions dan Liga Europa cuma karena dia bukan pilihan utama. Yang sudah jelas dua trofi tadi berhak ia cantumkan di resume-nya.

Rasionalitas adalah pilihan Torres. Dan jangan keburu sewot, toh dia pindah dari Atletico Madrid ke Liverpool juga demi trofi. Atletico semasa Torres di sana masih berada di jaman jahiliyah. Jangankan berburu trofi, mencari tempat di kualifikasi LC saja susahnya bukan main. Dan dia sendiri mengakui kepindahannya dari Vicente Calderon ke Anfield didorong nafsu mencari kejayaan.

Sayangnya sama seperti Christopher Columbus, dia kesasar. Mendarat di klub yang salah jika melihat keinginannya semula. Liverpool juga miskin trofi saat itu. Tim lamanya malah juara LE edisi 2009/2010, mengalahkan Liverpool di semifinal.

Sekali lagi, saat dia pindah ke Chelsea dan mendapatkan trofi mayor itu adalah keputusan yang tepat karena sangat rasional.

Hanya saja, di sepakbola rasionalitas itu kerap membosankan.

*****

Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu yang paling pandai membaca dan mengukur peluang calon klubnya. Dia hampir selalu juara di mana pun berlabuh. Tapi di mata fans sepakbola, dia pemain yang membosankan. Tanya saja para Juventini, baik yang garis keras maupun garis lunak. Berani taruhan sunat sekali lagi mereka pasti lebih menyukai Gianluigi Buffon atau Alessandro Del Piero yang mau menemani Si Nyonya Tua turun kasta.

Loyalitas pernah menjadi sebuah komoditas sebelum digusur oleh rasionalitas. Membela klub kampung  halaman adalah sebuah impian. Mengabdi lama pada satu klub adalah sebuah kebanggaan. Beberapa pemain barangkali pernah berpikir menjadi pesepakbola itu mirip seperti PNS, ngapain pusing-pusing mikir pindah organisasi.

Respek untuk Daniel Agger yang mau sedikit primitif dengan menomerberapakan rasionalitas.

*****

Saya tak percaya Agger sudah tak punya peminat. Sekedar Valencia, AS Monaco, atau Benfica pasti mau memakai jasanya asal sesuai skema permainan dan anggaran. Manchester City, Bayer Munchen dan Barcelona adalah club yang ingin meminangnya di musim-musim lalu. Dan memilih Brondby, klub asalnya, adalah sebuah bentuk loyalitas.

Sebelum itu, tato sudah menjadi propaganda Agger untuk menunjukkan loyalitasnya pada Liverpool. Ada tato YNWA di kepalan tinju Agger. Jangan sampai kena tonjok Agger, bisa-bisa ada cap mirroring YNWA di pipi kalian.

Tato bisa jadi propaganda loyalitas. Jika harus menato tubuh dengan sebuah nama, kita tentu akan memilih seseorang yang sangat berarti. Ibu, bapak, istri, calon istri, anak. Konyol kalau menato nama gebetan yang masih diambang PHP (pemberi harapan palsu) atau HTML (hatiku milikmu).

Agger memilih Brondby karena barangkali ia enggan munafik menato kepalannya yang lain dengan HALA (Real Madrid), VISCA (Barca), AMUNT (Valencia), atau AING (Persib). Sudah cukuplah dengan YNWA.

Di masa modern ini, Agger adalah individu langka. Ibrahimovic dan Torres mungkin bakal sulit paham kenapa dia memilih pulang ke Denmark, mendapat gaji yang lebih sedikit, dan bermain di liga yang cuma populer di kandang sendiri. Kapitalisme dan komersialisme juga bakal sulit paham di isi kepala Agger.

Tapi anak lokal macam Paolo Maldini dan Iker Muniain pasti bisa maklum. Mereka yang pernah pulang kampung seperti Gabi tentu paham juga. Dan muka-muka yang suka teriak saat nobar Liverpool lawan xxx pasti ikut paham dan mesam-mesem sendiri.

Senin, 09 Juni 2014

Paradoks Secangkir Kopi Starbucks & Lima Liter Bensin

"Ya Allah Gusti, Astaghfirullah..."

Demikianlah kalimat pertama yang keluar dari mulut ibuku ketika mendengar harga secangkir kopi di Starbucks. Ibuku tercengang ketika mendengar harga secangkir kopi di kedai itu dalam kisaran lima puluh ribuan. Jumlah yang mungkin sama dengan harga tetes keringat seharian memburuh tani di kampung tempat ibuku tinggal. Mungkin ibuku tidak akan bisa memahami kenapa harga secangkir kopi di sini begitu mahal untuk ukurannya meskipun sudah coba kujelaskan.

***

Starbucks hanyalah salah satu dari sekian banyak simbol gaya hidup. Simbol kosmopolitan. Simbol eksistensi orang kota. Simbol kemewahan. Simbol 'aktualisasi diri'. Di kedai itu para pengunjung mengkreasi citra dirinya, bersenggama dengan simbol-simbol semu. Orang-orang merasa harus 'hafal' berbagai bentuk sajian di kedai itu agar terlihat pintar dan tidak ketinggalan jaman. Orang-orang merasa harus punya jenis kopi favorit tertentu dan merasa harus jadi kecanduan ngopi di situ agar terlihat keren dan gaul. Kedekatan individu dengan simbol-simbol yang dipilih akan membentuk gambaran diri yang selanjutnya akan membentuk citra diri. Kebutuhan akan pencitraan inilah, yang diolah oleh para kapitalis untuk mengeruk keuntungan.

Citra diri bagi setiap individu merupakan hal yang sangat penting. Setiap hari, individu pada dasarnya hanya bergelut untuk membentuk citra diri yang dikehendaki. Kehidupan di kota di mana waktu berjalan lebih cepat memaksa individu untuk juga mencari simbol-simbol instan untuk mengkreasikan citra dirinya. Dalam pola hidup serba instan itu simbol-simbol materilah yang paling gampang didapatkan. Individu yang lahir dan menceburkan diri pada jaman serba instan ini bakal kerepotan kalau mencari simbol citra diri pada hal-hal esensial non-materi seperti kepribadian, intelektual, nilai-nilai, sikap, karakter dan yang sejenisnya. Ia akan terlihat bodoh di tengah arus konsumerisme yang sebenarnya juga tolol.

"Apa yang aku konsumsi itulah citra diriku"

Individu yang berpunya dalam masyarakat di mana peradabannya tidak dibangun dari tradisi berpikir kritis, slogan semacam itu menimbulkan sebuah sikap paradoks. Sebuah paradoks nyata seperti antrian mobil pribadi di pom bensin pada saat harga BBM akan dinaikkan. Mereka rela mengantri hanya untuk menghemat beberapa ribu rupiah. Pada lain waktu, mereka juga rela mengantri untuk membeli sepotong roti yang bisa berbicara, Breadtalk yang harga sepotongnya lebih mahal dari harga seliter bensin. Lalu jangan heran jika kita mendengar sebuah obrolan berisi padaroks; sumpah serapah sekelompok mahasiswa pada rencana kenaikan harga BBM dan diskusi-diskusi mereka justru berlangsung di tempat-tempat sejenis Starbucks. Lahir generasi yang begitu kencang mempertanyakan kenapa harga BBM naik (cuma beberapa ratus rupiah dalam kisaran tahun yang sebenarnya masih dalam batas wajar) tetapi tidak berani menanyakan kenapa harga secangkir kopi Starbucks cukup untuk membeli lima liter bensin. Atau bagaimana harga untuk konsumsi sebungkus nikotin tiap harinya bisa merampas kasih sayang seorang buruh yang seharusnya bisa membelikan anaknya sepasang sepatu sekolah. Dari lingkar paradok ini lahir generasi tanpa karakter.

***

Gaya hidup sebenarnya adalah simbol dari pemaknaan relasi sosial di antara manusia. Lewat secangkir kopi itu mungkin saja ibuku sedang memotret sebuah ketidakpedulian sosial yang sesungguhnya; gaya hidup bermewah-mewahan. Kemewahan yang dikecap di tengah tangisan bocah-bocah busung lapar, orang-orang sakit yang meninggal di gubuk reot karena tidak mampu berobat dan mungkin tangis sesal bocah-bocah yang tidak mampu bersekolah. Dari tetes kopi starbucks di negeri yang katanya nomor satu dalam bertuhan ini, lahir generasi yang memahami kepedulian hanya sebatas pada kotak amal di masjid. Mereka lupa bahwa gaya hiduplah sebenarnya ukuran bentuk kepedulian sosial. Gaya hidup melahirkan sikap dan tindak keseharian.

Dalam konteks mahalnya harga secangkir kopi barangkali ibuku sedang mempertanyakan begitu mewahnya kehidupan di luar sana. Sebuah kemewahan yang tidak pernah terbayangkan seumur hidup baginya dan mungkin bagi jutaan ibu di pelosok negeri celaka ini. Jutaan ibu yang mungkin membeli sekilo beras paling murah pun tidak sanggup.

Gaya hidup mewah adalah sebuah bentuk ketidakpedulian yang sesungguhnya. Bagi ibuku dan jutaan ibu-ibu yang tinggal di pelosok negeri ini, mungkin berlaku mewah adalah sebuah dosa. Bahkan untuk sekedar mendengar cerita secangkir kopi Starbucks pun ibuku mesti harus sering berucap “astaghfirullah... Gusti Allah...”

Rabu, 07 Mei 2014

Graduation

...dan saat kita ngobrol semalaman membicarakan tentang sisa umur kita, kemanakah kita nanti saat umur kita beranjak 25 tahun? Aku berpikir bahwa waktu tak akan berubah, menganggap segalanya akan selalu sama. Tapi ketika kita memutuskan berpisah tahun itu, kita tak akan kembali seperti dulu lagi. Tak akan ada bersama lagi karena kita sudah berada di jalan yang berbeda. Maka jika ada yang ingin kamu ucapkan, lebih baik kamu ucapkan sekarang karena kita tak punya hari lain. Karena kita akan mulai bergerak dan tak bisa melambat, apalagi kembali.

***

Memori itu berlalu-lalang seperti film tanpa suara, dan aku selalu mengingat malam itu di bulan Juni. Waktu di mana aku tak mengerti betul apa itu cinta, dan kamu datang terlalu cepat. Kamu yang suka menertawai diri sendiri dan menganggap hidup tak adil. Kamu yang selalu tahu segalanya dan selalu benar, tapi rela menunggu aku yang tak pernah pasti dan penuh ingkar. Membuatku bahagia dan takut di saat yang bersamaan.

***

Sementara kita terus bergerak, kita mengingat semua waktu yang kita habiskan bersama. Alunan "i'll go wherever you will go" tak pernah bosan kamu putar berulang-ulang. Ingatkah kamu pernah bilang kalau kamu benci hari libur; terasa sangat lama dan menyiksa hanya karena kita tidak bisa saling bertemu. Sesungguhnya kitalah yang berubah sayang. Hidup, akan tetap sama.

***

Jadi suatu saat nanti ketika kita sudah terpisah jauh, masing-masing mendapatkan pekerjaan yang bagus, menghasilkan banyak uang, menikah dan punya anak. Dan ketika kita melihat kembali ke belakang; Masihkah lelucon kita dulu tetap lucu? 

***

Maafkan aku yang mengira kamu tidak bahagia bersamanya. Aku tidak menyesalimu, dan kuharap kamu juga begitu.

Jumat, 18 April 2014

Echo From Neutral Fans

"Jika Chelsea memenangi liga, maka selamat kepada mereka. Jika City yang memenangi liga, maka selamat kepada mereka. Namun jika Liverpool yang memenangi liga, maka selamat kepada liga".


"Ini sebagai bukti kalau kita sangat berharap sepak bola bukan dibangun hanya berdasarkan uang. Betapa orang begitu rindu akan sepakbola yang dibangun dengan idealisme dan filosofi sebuah kebersamaan. Uang memang mungkin bisa membeli gelar, tapi uang tidak bisa membeli kebanggaan."


"Jika Atletico Madrid dan Liverpool mampu memenangi liga mereka masing-masing di musim ini, maka ini akan menjadi kemenangan bagi dunia sepak bola."

Minggu, 06 April 2014

Kampanye

Menjual harapan tapi hampa dari pesan dan komunikasi tentang apa dan bagaimana.

Ada yang bersuara terang tapi tetap sama, berujar untaian klasik dalam balutan retorika yang gersang dari ketulusan.

Mungkin yang penting adalah menciptakan kebisingan membius, hingga mereka tak perlu menakar dan menimbang.

Cukup mengenal angka dan gambar.

Kamis, 06 Maret 2014

Move on

Idup itu begitu singkat, tapi saya nggak pernah berani untuk terjang idup ini. Idup ini begitu sempit, tapi saya nggak pernah berani untuk bongkar kerangkeng penyempit idup ini. Idup begitu sucks, tapi saya nggak pernah berani untuk merevolusi idup ini.

I'm sick, man. I'm tired.

Fuck it. I have to keep move on.

Jumat, 07 Februari 2014

Engkau Tetap Sahabatku

Dia adalah sahabatku, bahkan lebih
Dia adalah yang diburu, datang padaku
Sekedar lepas lelah dan sembunyi, untuk berlari lagi

Dia adalah yang terbuang, mengetuk pintuku
Penuh luka di punggungnya, merah hitam
Dia menjadi terbuang, setelah harapannya dibuang

Bapaknya pegawai kecil, kelas sendal jepit
Yang kini di dalam penjara, sebab bela anaknya
Untuk darah daging yang tercinta, selesaikan sekolah

Sahabatku gantikan bapaknya, coba mencari kerja
Namun yang didapat cemooh, harga dirinya berontak
Lalu dia tetapkan hati, hancurkan sang pembuang

Air putih aku hidangkan, aku di persimpangan
Aku hitung semua lukanya
seribu, bahkan lebih, sejuta lebih

Pagi buta dia berangkat, diam-diam
Masih sempat selimuti aku yang tertidur
Aku terharu, do'aku untukmu!

Sebutir peluru yang tertinggal di bawah bantalnya
Kuberi tali jadikan kalung, lalu kukenakan
Sekedar mengingatmu kawan, yang terus berlari

Selamat jalan kawan, selamat renangi air mata!
Hey sahabat yang terbuang, engkau sahabatku, tetap sahabatku!
Engkau sahabatku, tetap sahabatku!

Iwan Fals

Sabtu, 18 Januari 2014

Fake Plastic World

Bukan kursi
Tapi hanya sebongkah kayu lapuk yang bentuknya sewajah kursi
Sebab tak lagi kuat untuk diduduki dan menjadi sandaran

Bukan mobil
Tapi hanya serangkai besi karat yang tersusun serupa mobil
Sebab tak lagi mampu mengantar jemput, "menggendong" datang dan pergi

Bukan manusia
Tapi hanya seonggok daging lentur yang terbentuk selayak manusia
Sebab punya mata tanpa melihat, punya telinga tanpa mendengar, punya akal tiada terpakai

Minggu, 12 Januari 2014

Titik Nol

....
Jauh. Mengapa setiap orang terobsesi oleh kata itu? Marco Polo melintasi perjalanan panjang dari Venesia hingga negeri Mongol. Para pengelana lautan mengarungi samudra luas. Para pendaki menyabung nyawa menaklukkan puncak.

Juga terpukau pesona kata "jauh", si musafir menceburkan diri dalam sebuah perjalanan akbar keliling dunia. Menyelundup ke tanah terlarang di Himalaya, mendiami Kashmir yang misterius, hingga menjadi saksi kemelut perang dan pembantaian. Dimulai dari sebuah mimpi, ini adalah perjuangan untuk mencari sebuah makna.

Hingga akhirnya setelah mengelana begitu jauh, si musafir pulang, bersujud di samping ranjang ibunya. Dan justru dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan.
....

....
Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat ke dalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dijalani semua pejalan. Dari Titik Nol kita berangkat, kepada Titik Nol kita kembali. Tiada kisah cinta yang tak berbubuh noktah, tiada pesta yang tanpa bubar, tiada pertemuan yang tanpa perpisahan, tiada perjalanan yang tanpa pulang.
....

....
Perjalanan itu bukan hanya soal geografi dan konstelasi, perpindahan fisik, lokasi dan lokasi. Perjalanan adalah melihat rumah sendiri layaknya pengunjung yang penuh rasa ingin tahu, adalah menemukan diri sendiri dari sudut yang selalu baru, adalah menyadari bahwa Titik Nol bukan berhenti di situ. Kita semua adalah kawan seperjalanan, rekan seperjuangan yang berangkat dari Titik Nol, kembali ke Titik Nol. Titik Nol dan titik akhir itu ternyata adalah titik yang sama. Tiada awal, tiada akhir. Yang ada hanyalah lingkaran sempurna, tanpa sudut tanpa batas. Kita jauh melanglang sesungguhnya hanya untuk kembali.
....

....
Aku takut menetap, aku takut kepastian yang abadi. Di saat yang sama, aku pun takut akan ketidakpastian masa depan. Ketakutan-ketakutan berkontradiksi saling bertabrakan, membuatku semakin gamang akan tujuan, bertanya-tanya apa betul ini jalan.

Semakin aku berjalan, perjalanan justru menghadapkan aku pada segala ketakutanku. Hidup ini memang tak pasti namun pasti. Segala gejolak pengembaraan dan perayaan itu tentu akan berakhir, beserta segenap keterikatan maupun kehampaannya. Sejauh apa pun berkelana, pasti akan ada waktunya untuk berpulang, kembali ke kekosongan sempurna, keabadian yang sama jua.
....

Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan
Agustinus Wibowo

Jumat, 03 Januari 2014

Yet Another Memorable Quotes

For what it's worth, it's never to late, or in my case, too early, to be whoever you want to be.
There is no time limit, stop whenever you want.
You can change or stay the same.
There are no rules to this thing.
We can make the best or the worst of it.
I hope you make the best of it.
And I hope you see things that startle you.
I hope you feel things you never felt before.
I hope you meet people with a different point of view.
I hope you live a life you're proud of.
If you find that you're not, I hope you have the strength to start all over again.

*****

It's a funny thing about comin' home. Looks the same, smells the same, feels the same. You'll realize what's changed is YOU.

*****

Some people, were born to sit by a river. Some get struck by lightning. Some have an ear for music. Some are artists. Some swim. Some know buttons. Some know Shakespeare. Some are mothers. And some people, dance.   

*****

You can be as mad as a mad dog at the way things went. You could swear, curse the fates, but when it comes to the end, you have to let go.  



[Benjamin Button]

Kamis, 02 Januari 2014

Saya Menginginkan Seisi Dunia Plus 5%

Sebuah dongeng sebelum memulai...

*****

Fabian sangat bahagia karena dia akan menyampaikan sebuah pidato ke masyarakat besok. Dia selalu menginginkan kekayaan dan kekuasaan dan sekarang impiannya akan segera menjadi kenyataan. Dia adalah seorang tukang emas, mengukir emas dan perak menjadi perhiasan, tetapi semakin lama semakin tidak puas karena harus bekerja keras dalam hidupnya. Fabian menginginkan kesenangan, dan juga tantangan, dan sekarang rencana barunya siap untuk dimulai. 

Selama puluhan generasi, masyarakat terbiasa dengan sistem perdagangan barter. Seseorang akan menghidupi keluarganya dengan memproduksi semua yang mereka butuhkan ataupun mengkhususkan diri dalam perdagangan produk tertentu. Kelebihan dari yang dia produksi, akan dia tukarkan dengan kelebihan barang lain yang diproduksi orang lain.

Pasar setiap hari ramai dan bersemangat, orang-orang berteriak dan melambaikan dagangannya. Sebelumnya pasar adalah tempat yang menyenangkan, tetapi sekarang jumlah orang terlalu banyak, pertengkaran pun semakin banyak. Tidak ada lagi waktu untuk ngobrol dan bercanda, sebuah sistem yang lebih baik mulai diperlukan.

Secara umum, orang-orang relatif bahagia, dan mereka menikmati buah dari hasil kerja keras mereka.

Di setiap komunitas dibentuk sebuah pemerintahan yang sederhana yang tugasnya menjaga agar kebebasan dan hak setiap anggota masyarakat dilindungi dan untuk memastikan bahwa tak seorang pun akan dipaksa untuk melakukan hal yang tidak dia inginkan oleh siapapun juga.

INI ADALAH TUJUAN SATU-SATUNYA DARI PEMERINTAH (GOVERNMENT) DAN SETIAP ANGGOTA PEMERINTAH DIPILIH SECARA SUKARELA OLEH ANGGOTA KOMUNITAS YANG ADA.

Namun, ada masalah yang tidak bisa mereka selesaikan di perdagangan pasar sehari-hari… Apakah sebelah pisau senilai dengan dua keranjang jagung? Apakah seekor kerbau lebih berharga dari seekor ayam…? Orang-orang menginginkan sistem yang lebih baik.

Fabian mengiklankan diri kepada masyarakat, “Saya punya solusi atas masalah barter yang kita alami, dan saya mengundang kalian semua untuk sebuah pertemuan publik besok harinya.”

Besok harinya orang-orang pun berkumpul di tengah kota dan Fabian menjelaskan kepada mereka konsep tentang “uang”. Masyarakat yang mendengarkan pidatonya terkesan dan ingin mendengar lebih banyak.

“Emas yang saya produksi menjadi perhiasan adalah logam yang luar biasa. Dia tidak akan berkarat, dan bisa bertahan sangat lama. Saya akan membuat emas dalam bentuk koin dan kita akan menyebut setiap koin dengan nama dolar”

Fabian menjelaskan konsep tentang nilai, dan bahwa “uang” akan menjadi medium pertukaran barang, sebuah sistem yang lebih baik daripada barter.

Salah satu dari anggota pemerintah bertanya “Tetapi orang tertentu bisa menambang emas sendiri dan membuat koin untuk diri mereka sendiri”

“Ini tidak boleh diterima” kata Fabian. “Hanya koin-koin yang disetujui pemerintah yang boleh digunakan, dan kita akan membuat stempel khusus di koin-koin tersebut.” Ini kedengarannya masuk akal dan orang-orang pun mulai menyarankan agar setiap orang mendapatkan sama banyak. “Tetapi saya yang paling pantas mendapatkan lebih” kata si pembuat lilin. “Tidak, saya lah yang berhak mendapatkan lebih,” kata si petani. Dan pertengkaran pun dimulai.

Fabian membiarkan mereka bertengkar selama beberapa saat, kemudian berkata, “Karena tidak ada kesepakatan di antara kalian semua, biarlah saya yang menentukan angkanya buat Anda. Tidak ada batasan berapa koin yang akan Anda dapatkan dari saya, semua tergantung kemampuan Anda untuk membayar. Semakin banyak yang Anda dapatkan, semakin banyak yang harus Anda kembalikan tahun depan.”

“Lalu apa yang akan kamu dapatkan?” kata salah satu pendengar.

“Karena saya yang menyediakan jasa ini, yaitu suplai uang, maka saya berhak mendapatkan bayaran dari kerja kerasku. Untuk setiap 100 koin yang Anda dapatkan dari saya, Anda akan membayarkan kembali kepadaku sebanyak 105 koin tahun depannya. 5 koin ini adalah bayaranku, dan saya akan menyebutnya bunga.”

Kedengarannya tidak terlalu buruk, lagipula 5% sepertinya tidak banyak. Maka orang-orang pun setuju. Mereka sepakat untuk bertemu seminggu kemudian dan memulai sistem baru ini.

Fabian tidak membuang waktu. Dia membuat koin emas siang dan malam, dan seminggu kemudian dia pun siap dengan koinnya. Orang-orang antri panjang di depan tokonya. Setelah dicek dan disetujui oleh pemerintah, koin emas Fabian resmi diedarkan. Sebagian orang hanya meminjam sedikit koin, setelah itu mereka segera pergi ke pasar mencoba sistem baru ini.

Masyarakat segera menyadari sisi baik dari sistem ini, dan mereka pun mulai menilai harga setiap barang dengan koin emas atau dolar. Orang-orang memberikan harga pada dagangannya sesuai dengan usaha untuk memproduksi barang tersebut. Barang yang mudah diproduksi harganya lebih rendah, dan barang yang sulit diproduksi harganya lebih mahal.

Alan adalah seorang tukang jam. Satu-satunya di kotanya. Jam yang dia buat sangatlah mahal, tetapi orang-orang bersedia membayar untuk mendapatkan jam yang dia buat. Dan kemudian ada seorang lain yang juga mulai membuat jam dan menjualnya dengan harga yang lebih murah. Alan pun terpaksa menurunkan harga jamnya. Kedua orang ini bersaing memproduksi jam dengan kualitas terbaik dengan harga yang lebih murah. Ini adalah asal muasal dari apa yang kita sebut kompetisi.

Hal yang sama terjadi juga kepada para kontraktor, operator transportasi, akuntan, petani, dan lainnya. Para pembeli selalu memilih transaksi yang menurut mereka paling menguntungkan, mereka memiliki kebebasan untuk memilih. Tidak ada perlindungan buatan semacam lisensi ataupun cukai tarif untuk menghambat orang-orang memulai perdagangan. Standar hidup masyarakat mulai meningkat, dan tak lama kemudian orang-orang pun tidak bisa membayangkan sebuah sistem perdangan tanpa uang.

Setahun kemudian, Fabian pun mulai mendatangi orang-orang yang berhutang kepadanya. Orang-orang tertentu memiliki koin emas lebih dari yang mereka pinjam, tetapi ini berarti ada orang lainnya yang memiliki lebih sedikit dari yang mereka pinjam, sebab jumlah koin yang dibuat pada awalnya memang terbatas jumlahnya. Orang-orang yang memiliki koin lebih membayar kepada Fabian dan juga 5% bunganya, tetapi mereka kemudian meminjam lagi kepadanya untuk melanjutkan sistem perdagangan di tahun mendatang.

Sebagian orang mulai menyadari untuk pertama kalinya seperti apa rasanya hutang. Sebelum mereka bisa meminjam kembali kepada Fabian, kali ini mereka harus menjaminkan aset-aset kepadanya, dan mereka pun melanjutkan perdagangan selama setahun mendatang, mencoba mendapatkan 5 koin lebih untuk setiap 100 koin yang mereka pinjam dari Fabian.

Saat itu, belum ada seorang pun yang menyadari bahwa seluruh masyarakat, sekalipun mengembalikan semua hutang koin mereka, tetap tidak bisa melunasi hutang mereka kepada Fabian, karena kelebihan 5% koin emas yang merupakan kewajiban mereka tidak pernah diedarkan oleh Fabian. Tak seorang pun selain Fabian yang mengetahui bahwa adalah hal yang mustahil bagi masyaratkat ini untuk bisa melunasi hutang mereka bila ditambahkan dengan bunga, uang yang tidak pernah dia edarkan.

Memang benar Fabian sendiri juga membuat koin untuk dirinya sendiri dan koin ini akan beredar di masyarakat, namun tidak mungkin dia sanggup mengkonsumsi 5% dari semua barang di masyarakat.

Di dalam toko emasnya, Fabian memiliki sebuah ruang penyimpanan yang sangat kuat, dan sebagian masyarakat merasa lebih aman kalau menitipkan koin emas mereka kepada Fabian untuk disimpan. Fabian akan menagih sejumlah uang tertentu sebagai jasa penyimpanan untuk orang-orang tersebut. Sebagai bukti atas deposit emas mereka, Fabian memberikan mereka selembar kertas kwitansi.

Orang-orang yang membawa kwitansi dari Fabian ini bisa menggunakan kertas ini untuk membeli barang sama halnya seperti menggunakan koin emas. Dan lama-kelamaan kertas-kertas ini beredar di masyarakat sebagai uang sama seperti koin emas.

Tak lama kemudian, Fabian menemukan bahwa kebanyakan orang tidak akan menukarkan kembali kwitansi deposit mereka dengan koin emasnya.

Dia pun berpikir, “Saya memiliki semua emas di sini dan saya masih juga bekerja sebagai tukang emas. Ini benar-benar tak masuk akal. Ada ribuan orang di luar sana yang akan membayarkan bunga kepada saya atas koin-koin emas yang mereka titipkan kembali kepada saya yang bahkan tidak mereka tukarkan kembali.”

Memang benar, emas-emas mereka bukan milikku, tetapi emas-emas itu ada di dalam gudangku, dan itulah yang penting. Saya tidak perlu membuat koin sama sekali, saya bisa menggunakan koin-koin yang dititipkan kepadaku.

Mulanya Fabian sangat hati-hati, dia hanya meminjamkan sebagian kecil dari emas yang dititipkan orang kepadanya. Lama-kelamaan, karena terbukti tidak ada masalah, dia pun meminjamkan dalam jumlah yang lebih besar.

Suatu hari, seseorang mengajukan sebuah pinjaman yang nilainya sangat besar. Fabian berkata kepadanya “daripada membawa koin emas dalam jumlah sebesar itu, bagaimana kalau saya menulis beberapa lembar kwitansi emas kepadamu sebagai bukti depositmu kepadaku.” Orang itu pun setuju. Dia mendapatkan hutang yang dia inginkan tetapi emasnya tetap di gudang Fabian! Setelah orang itu pergi, Fabian pun tersenyum, dia bisa meminjamkan emas kepada orang sambil mempertahankan emas di gudangnya sendiri.

Baik teman, orang tak dikenal, maupun musuh, membutuhkan uang untuk melanjutkan perdagangan mereka. Selama orang-orang bisa memberikan jaminan, mereka bisa meminjam sebanyak yang mereka butuhkan. Dengan hanya menuliskan kwitansi, Fabian bisa meminjamkan emas-emasnya senilai beberapa kali lipat dari yang sebenarnya dia miliki. Segalanya akan baik-baik saja selama orang-orang tidak menukarkan kwitansi deposit emas mereka kepada Fabian.

Fabian memiliki sebuah buku yang menunjukkan debit dan kredit dari setiap orang. Bisnis simpan-pinjam ini benar-benar sangat menguntungkan baginya.

Status sosial Fabian di masyarakat meningkat secepat kekayaannya. Dia mulai menjadi orang penting, dia harus dihormati. Di dunia finansial, kata-katanya adalah ibarat sabda suci.

Tukang emas dari kota lain mulai penasaran tentang rahasia Fabian dan suatu hari mereka pun mengunjunginya. Fabian memberitahu apa yang dia lakukan, dan menekankan kepada mereka pentingnya kerahasiaan dari sistem ini.

Seandainya skema ini terekspos, bisnis mereka pasti akan ditutup, jadi mereka sepakat untuk menjaga kerahasiaan bisnis ini.

Masing-masing tukang emas ini kembali ke kota mereka dan menjalankan operasi seperti yang diajarkan oleh Fabian.

Orang-orang menerima kwitansi emas sama seperti emas itu sendiri, dan banyak emas yang masyarakat pinjam yang akan dititipkan kembali kepada Fabian. Ketika seorang pedagang ingin membayar kepada pedagang lainnya, mereka bisa menuliskan sebuah instruksi kepada Fabian untuk memindahkan uang dari rekening mereka kepada rekening lainnya, yang akan dilakukan oleh Fabian dengan mudah dalam beberapa menit. Sistem ini menjadi sangat populer, dan kertas instruksi ini pun mulai dikenal dengan sebutan “cek.”

Pada suatu malam, para tukang emas dari berbagai kota ini mengadakan sebuah pertemuan rahasia dan Fabian mengajukan sebuah rencana baru. Besok harinya mereka rapat dengan pemerintah dan Fabian berkata, “Kertas kwitansi kami telah menjadi sangat populer. Tak perlu diragukan, Anda para wakil rakyat juga menggunakan mereka dan manfaatnya jelas-jelas sangat memuaskan. Namun, sebagian kwitansi ini telah dipalsukan oleh orang-orang. Hal ini harus dihentikan!”

Para anggota pemerintah pun mulai khawatir. “Apa yang bisa kami lakukan? Tanya mereka. Jawaban Fabian “Pertama-tama, adalah tugas dari pemerintah untuk mencetak uang kertas dengan desain dan tinta yang unik, dan masing-masing uang kertas ini harus ditandatangani oleh Gubernur. Kami para tukang emas akan dengan senang hati membayar biaya cetak ini, ini juga akan menghemat banyak waktu kami untuk menulis kwitansi.” Para anggota pemerintah berpikir “Ya, memang kewajiban kami untuk melindungi masyarakat dari pemalsuan uang dan nasehat dari Fabian ini kedengarannya memang masuk akal.” Dan mereka pun setuju untuk mencetak uang kertas ini.

“Yang kedua”, kata Fabian, “sebagian orang juga pergi menambang emas dan membuat koin emas mereka sendiri. Saya menyarankan agar dibuat sebuah hukum agar setiap orang yang menemukan emas harus menyerahkannya. Tentu saja, mereka akan mendapat ganti rugi koin yang saya buat dan uang kertas baru.”

Ide ini pun mulai dijalankan. Pemerintah mencetak uang kertas baru dengan pecahan $1, $2, $5, $10, dan lainnya. Biaya cetak yang rendah ini dibayarkan oleh parang tukang emas.

Uang kertas ini jauh lebih gampang untuk dibawa dan dalam waktu singkat diterima oleh masyarakat. Namun, di luar faktor kenyamanan, ternyata uang kertas dan koin emas yang beredar hanyalah 10% dari nilai transaksi masyarakat. Kenyataan perdagangan menunjukkan bahwa 90% nilai transaksi dilakukan dengan cara pindah buku (cek).

Rencana berikut Fabian mulai berjalan. Sampai saat itu, orang-orang membayar Fabian untuk menitipkan koin emas (uang) mereka. Untuk menarik lebih banyak uang ke gudangnya, Fabian akan membayar para depositor 3% bunga atas emas titipan mereka.

Kebanyakan orang mengira Fabian meminjamkan kembali uang yang dititipkan kepadanya. Karena dia meminjamkan kepada orang lain dengan bunga 5%, dan dia membayar para deposan 3%, maka keuntungan Fabian adalah 2%. Orang-orang pun berpikir jauh lebih baik mendapatkan 3% daripada membayar Fabian untuk menjaga emas (uang) mereka, dan mereka pun tertarik.

Volume tabungan meningkat dengan cepat di gudang Fabian. Dia bisa meminjamkan uang kertas $200, $300, $400, bahkan sampai sampai $900 untuk setiap $100 yang dia dapatkan dari deposan. Dia harus berhati-hati dengan ratio 9:1 ini, sebab menurut pengalamannya, memang ada 1 dari setiap 9 orang yang akan menarik emas mereka. Bila tidak ada cukup uang saat diperlukan, masyarakat akan curiga.

Dengan demikian, untuk $900 dolar pinjaman yang diberikan Fabian, dengan bunga 5% dia akan mendapatkan kembali $45. Ketika pinjaman + bunga ini dilunasi, Fabian akan membatalkan $900 di kolom debit pembukuannya dan sisa $45 ini adalah miliknya. Dia dengan senang hati akan membayar bunga $3 untuk setiap $100 yang dititipkan deposan kepadanya. Artinya, keuntungan riil dari Fabian adalah $42! Bukan $2 yang dibayangkan kebanyakan orang. Para tukang emas di kota-kota lain melakukan hal yang sama. Mereka menciptkaan kredit (pinjaman) tanpa modal (emas) dan menagih bunga atas pinjaman mereka.

Para tukang emas ini tidak lagi membuat koin emas, pemerintahlah yang mencetak uang kertas dan koin dan memberikannya kepada para tukang emas ini untuk didistribusikan. Satu-satunya biaya Fabian adalah ongkos cetak uang yang sangat murah. Di samping itu, dia juga menciptakan kredit tanpa modal dan menagih bunga atas pinjaman barunya ini. Kebanyakan orang mengira suplai uang adalah operasi dari pemerintah. Mereka juga percaya bahwa Fabian meminjamkan uang dari para deposan kepada peminjam baru, tetapi rasanya agak heran mengapa orang lain bisa mendapatkan uang padahal uang para deposan masih tetap tak berkurang. Seandainya semua orang mencoba mengambil uang mereka pada saat yang bersamaan, skema penipuan ini akan terekspos.

Tak masalah bila sebuah pinjaman diajukan dalam bentuk uang kertas atau koin. Fabian tinggal mengatakan kepada pemerintah bahwa penduduk bertambah dan produksi baru memerlukan uang baru, yang akan dia dapatkan dengan biaya cetak yang sangat kecil.

Suatu hari seseorang pergi menemui Fabian. “Bunga yang Anda tagih ini salah,” katanya. “Untuk setiap $100 yang Anda pinjamkan, Anda meminta $105 sebagai kembalinya. $5 extra ini tidak mungkin bisa dibayarkan karena mereka bahkan tidak eksis.

”Petani memproduksi makanan, industri memproduksi barang, tetapi hanya Andalah yang memproduksi uang. Katakanlah hanya ada dua pedagang di negara ini, dan semua orang bekerja untuk salah satunya. Mereka masing-masing meminjam $100. Setahun kemudian, mereka harus mengembalikan masing-masing $105 kepada Anda (total $210). Bila salah satu orang berhasil menjual habis dagangannya dan mendapatkan $105, orang yang tersisa hanya akan memiliki $95, dia masih berhutang $10 kepadamu, dan tidak ada uang yang beredar untuk melunasi $10 ini kecuali dia mengajukan pinjaman baru kepadamu. Sistem ini bermasalah!”

“Untuk setiap $100 yang kamu pinjamkan, kamu seharusnya mengedarkan $100 kepada sang peminjam dan $5 untuk kamu belanjakan, jadi total uang yang beredar memungkinan si peminjam untuk membayar”

Fabian mendengarkan dengan tenang dan menjawab, “Dunia finansial adalah subjek yang rumit, anak muda, butuh waktu bertahun-tahun untuk memahaminya. Biarkan saya saja yang memikirkan masalah ini, dan kamu mengurus urusanmu saja. Kamu harus belajar untuk menjadi lebih efisien, meningkatkan produksimu, memotong ongkos pabrikmu dan menjadi pengusaha yang lebih cerdas. Saya siap membantu untuk urusan itu.”

Orang ini pun pergi meninggalkan Fabian, tetapi hatinya masih juga bimbang. Sepertinya ada yang tidak beres dengan sistem kerja Fabian, dan pertanyaan yang dia ajukan masih belum dijawab.

Orang-orang menghormati Fabian dan kata-katanya. Dia adalah pakar, orang yang tidak setuju dengannya pastilah orang bodoh. Lihatlah betapa negara ini bertambah maju, produksi kita juga terus bertumbuh, kehidupan kita sudah jauh lebih baik.

Untuk menutup bunga dari uang yang mereka pinjam, para pedagang dan pengusaha meninggikan harga dagangan mereka. Karyawan senantiasa memprotes mereka dibayar terlalu rendah dan pemilik perusahaan senantiasa menolak membayar lebih. Petani tidak bisa mendapatkan harga jual yang adil dari produk pertanian mereka. Para Ibu rumah tangga terus merasa tidak puas karena harga barang di pasar dinilai terlalu tinggi.

Pada suatu ketika, orang-orang akhirnya mulai berdemonstrasi, hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagian orang tidak sanggup melunasi hutang mereka dan menjadi miskin. Teman dan saudara mereka pun tidak sanggup untuk menolong. Mereka lupa kekayaan yang sebenarnya masih berlimpah di sekeliling mereka : tanah yang subur, hutan yang kaya, mineral yang berlimpah dan juga ternak-ternak yang sehat. Yang mereka pikirkan sepanjang hari adalah uang yang rasanya selalu kurang. Mereka tidak pernah bertanya tentang sistem. Mereka percaya pemerintahlah yang sedang menjalankan sistem ini.

Sebagian kecil orang di masyarakat yang kelebihan uang mulai membentuk perusahaan mereka sendiri untuk meminjamkan uang mereka. Mereka menagih bunga 6% atas uang mereka, lebih baik dari 3% yang ditawarkan oleh Fabian. Namun orang-orang ini meminjamkan uang mereka sendiri, tidak seperti Fabian yang bisa meminjamkan uang / menciptakan kredit tanpa modal.

Perusahaan-perusahaan pembiayaan ini tetap membuat khawatir Fabian dan kawan-kawannya, jadi mereka pun membentuk perusahaan pembiayaan mereka sendiri. Dalam kebanyakan kasus, mereka membeli perusahaan-perusahaan pembiayaan saingan mereka tersebut. Pada akhirnya, semua perusahaan pembiayaan dimiliki ataupun dalam kendali mereka.

Situasi ekonomi terus memburuk. Para pegawai mulai yakin bos mereka mendapatkan terlalu banyak keuntungan. Pemilik perusahaan pun menilai pegawainya terlalu malas dan tidak cukup bekerja keras. Semua orang mulai menyalahkan orang lain. Pemerintah bingung bagaimana menyelesaikan masalah ini. Masalah paling mendesak tentunya adalah bagaimana menolong orang yang paling miskin.

Pemerintah pun memulai sebuah program sosial dan memaksa anggota masyarakat untuk membayar sistem ini. Hal ini membuat marah sebagian orang, mereka percaya kepada gagasan lama bahwa membantu orang seharusnya adalah usaha suka rela, bukan paksaan.

“Peraturan ini adalah perampokan yang dilegalkan. Mengambil sesuatu dari seseorang, dengan menentang keinginan dari orang yang bersangkutan, apapun tujuannya, tidaklah berbeda dengan mencuri darinya.”

Namun orang-orang tak berdaya karena bila tidak membayar mereka akan dimasukkan ke dalam penjara. Program sosial ini selama beberapa waktu memang membantu keadaan, tetapi tak lama kemudian masalah kemiskinan muncul kembali dan uang yang diperlukan untuk menjalankan sistem ini pun terus bertambah. Ongkos sosial terus meningkat, demikian juga dengan skala pemerintahan.

Kebanyakan wakil rakyat adalah orang-orang yang tulus melakukan pekerjaan mereka dengan benar. Mereka pun tidak menyukai gagasan terus-menerus meminta uang dari masyarakat. Akhirnya, mereka mencari pinjaman dari Fabian dan kawan-kawannya. Mereka bahkan tidak mengetahui bagaimana mereka bisa membayar. Orang tua mulai tidak sanggup membayar biaya sekolah anak-anaknya. Sebagian orang tidak sanggup membayar biaya dokter dan obat-obatan. Operator transportasi pun mulai gulung tikar.

Satu demi satu usaha diambil alih pemerintah. Guru, dokter, dan banyak pekerjaan lainnya mulai menjadi tanggung jawab pemerintah.

Tidak banyak orang yang mendapatkan kepuasan di pekerjaannya. Mereka dibayar gaji yang wajar, tetapi kehilangan jati diri. Mereka menjadi budak dari sebuah sistem.

Tidak banyak ruang untuk inisiatif, sedikit penghargaan atas usaha pribadi, pendapatan mereka relatif tetap dan naik pangkat terjadi hanya kalau atasan mereka pensiun ataupun mati.

Di tengah keputusasaan, pemerintah akhirnya meminta nasehat dari Fabian. Mereka menganggapnya sebagai orang bijak dan selalu memiliki solusi atas permasalahan uang. Fabian mendengar keluhan dari pemerintah dan akhirnya menjawab, “Banyak orang yang tidak bisa menyelesaikan persoalan mereka, mereka membutuhkan orang lain untuk melakukannya. Tentu Anda setuju bahwa semua orang berhak atas kebahagiaan dan berhak atas semua kebutuhan pokok mereka bukan? Satu-satunya cara untuk menyeimbangkan situasi adalah mengambil dari yang kaya dan memberikan kepada yang miskin. Kenalkan sebuah sistem baru yaitu pajak. Semakin banyak kekayaan seseorang, semakin banyak dia harus membayar pajak. Sekolah dan rumah sakit seharusnya gratis bagi mereka yang tidak sanggup membayar…”

Selesai memberikan nasehat, Fabian pun tidak lupa mengingatkan pemerintah, “Hm, jangan lupa Anda masih berhutang kepada saya. Tetapi baiklah, saya akan membantu Anda. Sekarang Anda hanya perlu membayar bunga kepada saya, Anda bisa menunda pembayaran hutang pokok kepada saya.”

Pemerintah mempercayai Fabian, dan mereka pun segera memperkenalkan pajak penghasilan, semakin banyak yang Anda dapatkan, semakin tinggi pajak yang Anda bayarkan. Tak seorang pun anggota masyarakat yang setuju. Namun, sama seperti sebelumnya, mereka harus membayar atau masuk penjara.

Pedagang lagi-lagi harus menaikkan harga jual barangnya. Para pegawai kembali menuntut kenaikan gaji, bisnis-bisnis mulai gulung tikar, ataupun mulai mengganti tenaga manusia dengan mesin. Siklus ini berulang-ulang dan memaksa pemerintah memperkenalkan berbagai skema-skema sosial lainnya.

Pengaturan tarif dan perlindungan mulai diterapkan untuk menyelamatkan industri-industri tertentu dari kebangkrutan dan menyediakan lapangan kerja. Sebagian orang mulai bertanya-tanya apakah tujuan dari kegiatan produksi ekonomi adalah untuk memproduksi barang atau hanya untuk menyediakan lapangan kerja.

Seiring memburuknya keadaan, orang-orang mulai mengendalikan upah pegawai, kontrol biaya, dan segala macam kontrol-kontrol lainnya. Pemerintah pun berupaya mendapatkan lebih banyak uang lewat pajak penjualan, pajak penghasilan, dan pajak-pajak yang lain. Sebagian orang mulai memperhatikan bahwa sejak petani menaman padi sampai beras sampai ke tangan Ibu rumah tangga, ada lebih dari 50 jenis pajak yang sudah dibayarkan.

“Pakar” mulai muncul dan sebagian mulai terpilih untuk bekerja di pemerintahan, namun tahun demi tahun berlalu dan mereka tidak berhasil menyelesaikan permasalahan apapun, kecuali bahwa pajak perlu “disesuaikan” yang mana dalam kebanyakan kasus artinya harus dinaikkan.

Fabian mulai menuntut pembayaran atas bunga pinjamannya, dan semakin lama semakin banyak porsi pajak yang digunakan untuk membayar kepadanya.

Kemudian mulai muncul apa yang disebut dengan partai politik, orang-orang di masyarakat mulai berargumentasi partai mana yang orang-orangnya bisa menyelesaikan permasalahan mereka. Mereka mulai bertengkar mengenai personalitas, idealisme, lambang partai dan berbagai hal lainnya kecuali asal muasal permasalahan mereka.

Di kota tertentu, bunga pinjaman yang harus dibayar sudah melebihi total penerimaan pajak tahunan yang bisa dikumpulkan. Bunga-bunga baru pun mulai diperhitungkan atas bunga yang belum dibayarkan.

Secara perlahan-lahan kekayaan riil dari negara mulai berpindah tangan ke Fabian dan kawan-kawannya dan mereka memiliki kendali yang semakin lama semakin besar atas kehidupan masyarakat. Namun, pengendalian mereka belum selesai. Mereka menyadari bahwa situasi tidak akan benar-benar aman sebelum semua orang berhasil dikendalikan.

Kebanyakan orang yang menentang sistem ini bisa dibuat diam dengan tekanan finansial, ataupun dengan ejekan publik. Untuk melakukan ini Fabian dan kawan-kawan membeli kepemilikan dari semua koran, TV, dan radio dan menyeleksi orang-orang apa yang boleh bekerja di dalamnya. Kebanyakan dari orang-orang ini sebenarnya benar-benar ingin memperbaiki keadaan, tetapi mereka tidak menyadari bagaimana mereka sedang diperalat. Solusi mereka selalu terarah kepada akibat dari masalah, bukan penyebab dari masalah.

Ada bermacam-macam surat kabar, satu untuk sayap kanan, satu untuk sayap kiri, satu untuk kelas pekerja, satu untuk kaum pengusaha, dan seterusnya. Tidak masalah koran yang mana yang Anda percayai, selama Anda tidak memikirkan penyebab awal dari permasalahan.

Rencana Fabian sudah hampir selesai, seluruh negara saat ini berhutang kepadanya. Melalui pendidikan dan media, dia mengendalikan pikiran masyarakat. Orang-orang hanya akan berpikir sejauh yang dia inginkan.

Setelah seseorang memiliki jauh lebih banyak uang dari yang sanggup dia gunakan, apa lagi yang akan menyenangkan hatinya? Bagi mereka yang memiliki mentalitas menguasai, jawabannya adalah kekuasaan, kekuasaan mutlak atas kemanusiaan.

Kebanyakan tukang emas akhirnya mengarah ke sana. Mereka mengetahui rasanya kaya raya, dan perasaan itu tidak lagi cukup untuk memuaskan mereka. Mereka membutuhkan tantangan dan kesenangan baru, dan kekuasaan atas massa adalah permainan berikut.

Mereka percaya mereka adalah kelompok superior atas lainnya. “Adalah hak dan kewajiban kami untuk mengatur. Masyarakat tidak tahu apa yang baik untuk mereka. Mereka perlu dikendalikan dan diatur. Mengatur adalah takdir dari kami.”

Di seluruh penjuru negeri, Fabian dan kawan-kawan memiliki banyak perusahaan pembiayaan. Memang, masing-masing perusahaan dimiliki secara pribadi. Secara teori mereka adalah saingan masing-masing. Namun, kenyataan yang sebenarnya adalah mereka semua saling bekerja sama dengan seksama. Setelah berhasil membujuk pemerintah, mereka mendirikan sebuah institusi yang mereka sebut dengan Bank Sentral. Mereka bahkan tidak perlu mengeluarkan modal untuk mendirikannya, mereka menciptakan kredit dengan menggunakan uang deposit masyarakat.

Institusi ini tampak sebagai badan yang meregulasikan suplai uang dan merupakan bagian dari pemerintah. Tetapi anehnya, tidak ada wakil pemerintah yang diizinkan untuk duduk di badan Direktur di dalamnya.

Pemerintah tidak lagi meminjam secara langsung dari Fabian, pemerintah sekarang meminjam dengan cara menerbitkan surat hutang kepada Bank Sentral. Jaminan dari surat hutang ini adalah penerimaan pajak tahun berikut. Ini adalah bagian dari rencana Fabian, menyingkirkan kecurigaan orang kepadanya dengan membuat kesan seolah-olah suplai uang dikendalikan oleh pemerintah. Kenyataannya, di balik layar, dialah yang memegang kendali.

Secara tidak langsung, dialah yang mengendalikan pemerintah. Tidak penting siapa yang terpilih sebagai wakil rakyat di pemerintahan. Fabianlah yang memegang kendali atas uang, darah dan nyawa dari perdagangan sebuah bangsa.

Pemerintah selalu mendapatkan uang yang mereka inginkan, tetapi bunga selalu dikenakan pada setiap pinjaman. Semakin lama semakin banyak orang yang memerlukan bantuan sosial pemerintah, dan tak lama kemudian pemerintah sadar bahwa mereka kesulitan bahkan hanya untuk membayar bunga saja, apalagi hutang pokok.

Sebagian orang mulai bertanya, “Uang adalah sistem yang diciptakan manusia. Bukankah seharusnya sistem ini bisa diubah agar uang menjadi pelayan, bukan sebaliknya?” Namun semakin lama jumlah orang-orang ini semakin sedikit dan suara mereka hilang di tengah sebuah masyarakat yang tidak lagi peduli.

Pemerintahan berubah, partai yang berkuasa juga bisa berubah, namun kebijakan utama tidak. Tidak masalah siapa yang menjadi pemerintah, rencana besar Fabian semakin lama semakin mendekati kenyataan dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah tidak lagi ada artinya. Rakyat mulai dikenai pajak mendekati ambang batas mereka, mereka tidak lagi sanggup membayar. Waktunya sudah hampir matang bagi Fabian untuk aksi finalnya.

10% dari suplai uang masih dalam bentuk uang kertas dan koin. Ini harus dimusnahkan sama sekali tetapi tidak boleh menimbulkan kecurigaan publik. Selama masyarakat masih memiliki uang (kertas maupun koin), mereka bebas untuk membeli dan menjual sesuka hati mereka, mereka masih memiliki sedikit kontrol atas kehidupan mereka.

Tidaklah selalu nyaman untuk membawa uang tunai dan koin. Cek juga tidak bisa diterima bila sudah keluar dari sebuah komunitas tertentu. Oleh karena itu, sebuah sistem yang lebih baru perlu dipikirkan. Sekali lagi Fabian memiliki jawabannya. Organisasinya akan menerbitkan sebuah kartu plastik yang memiliki data pemegangnya: nama, foto, dan nomor penduduk.

Saat kartu ini akan digunakan, pedagang akan menyambungkan komputernya untuk mengecek kredit dari kartu tersebut. Seandainya tidak ada masalah, pemegang kartu ini boleh membeli barang seharga limit tertentu.

Awalnya orang akan diizinkan untuk berhutang sedikit. Seandainya uang ini dibayarkan dalam sebulan, maka tidak ada bunga yang perlu dibayarkan. Ini tidak masalah untuk kelas pegawai, tetapi bagaimana ini bisa berlaku juga untuk para pedagang dan pengusaha? Mereka harus mempersiapkan mesin-mesin, kemudian menjalankan proses manufaktur dari barang yang akan mereka produksi, membayar gaji pegawai, menjual barang dagangannya dan membayar kembali hutang mereka. Bila melewati satu bulan, mereka akan dikenai bunga 1.5% per bulan dari nilai hutang mereka. Total 18% setahun.

Pengusaha tidak memiliki jalan lain selain menambahkan 18% ke dalam nilai jual dagangan mereka. Namun kelebihan uang / kredit (18%) ini tidak pernah dipinjamkan kepada siapapun. Di seluruh negeri, para pengusaha disuruh menjalani misi mustahil untuk membayar kembali $118 untuk setiap $100 yang mereka pinjam, tetapi kelebihan $18 ini tidak pernah diedarkan oleh Bank sejak awal.

Namun Fabian dan kawan-kawan menikmati status yang semakin penting di masyarakat. Mereka menjadi orang-orang penting yang terhormat. Pengumuman dan pendapat mereka tentang finansial dan ekonomi bahkan bisa disetarakan dengan sabda suci spiritual.

Di bawah beban bunga yang terus bertambah, banyak perusahaan kecil menengah yang mulai bangkrut. Lisensi-lisensi khusus diperlukan untuk menjalankan operasi-operasi tertentu, jadi perusahaan-perusahaan yang tersisa memiliki semakin banyak hambatan dalam berusaha. Fabian memiliki dan mengendalikan semua perusahaan besar beserta ratusan anak perusahaan mereka. Perusahaan-perusahaan itu tampak seperti saingan satu sama lain, tetapi dialah yang ada di balik semua perusahaan itu. Para kompetitor perlahan-lahan dipaksa gulung tikar. Tukang kayu, konstruksi, listrik dan industri-industri kecil menengah menjalani takdir yang sama, dibeli oleh perusahaan raksasa milik Fabian yang memiliki proteksi dan perlakuan khusus dari pemerintah.

Fabian menginkan kartu plastik ini untuk menggantikan semua uang kertas dan koin. Rencananya adalah saat semua uang kertas dan koin ditarik, hanya bisnis yang menggunakan kartu komputerlah yang akan beroperasi.

Dia mengetahui bahwa suatu ketika orang-orang akan kehilangan kartu mereka dan tidak bisa membeli ataupun menjual sebelum identitas mereka bisa dibuktikan. Dia ingin agar dibuatkan sebuah hukum : sebuah hukum yang mengharuskan semua orang untuk memiliki sebuah nomor identifikasi yang ditato di dalam tangan mereka. Nomor ini cuma akan terlihat dengan sinar tertentu, yang dihubungkan dengan komputer. Setiap komputer akan dihubungkan dengan sebuah komputer pusat yang memungkinan Fabian mengetahui segala transaksi mengenai semua orang…

Terjemahan dari artikel : Larry Hannigan

*****

Cerita yang Anda baca di atas, tentu saja, adalah fiksi.

Namun, bila Anda merasa terganggu karena cerita ini sangat mirip dengan kenyataan hidup kita, maka tahukah Anda siapa Fabian ini sebenarnya dalam kehidupan nyata?