Kamis, 18 Desember 2014
Tentang Dia
Minggu, 14 Desember 2014
Dan II
Rabu, 10 Desember 2014
Riwayat Dinding & Soneta
ia tiba-tiba bertanya:
untuk apa dinding diciptakan?
dinding, kataku, dibuat untuk memisah-misahkan.
yang satu jadi dua atau jadi bilangan-bilangan berlainan,
jadi kawan dan lawan,
jadi ada aku jadi ada kau.
sebab, sesungguhnya, sebelum ada dinding,
segala sesuatu hanya satu. hanya satu.
Aku tak mencintaimu seperti engkau adalah mawar, atau topaz atau panah anyelir yang membakar:
Aku mencintaimu selayaknya beberapa hal terlarang dicintai, diam-diam, diantara bayangan dan sukma.
Aku mencintaimu seperti tumbuhan yang urung mekar dan membawa jiwa bunga-bunga itu di dalam dirinya, dan karena cintamu, aroma bumi yang pekat tumbuh diam-diam di dalam tubuhku.
Aku mencintaimu, tanpa mengerti bagaimana, sejak kapan, atau dari mana
Aku mencintaimu dengan sederhana, tanpa kebimbangan, tanpa kesombongan:
Aku mencintaimu seperti ini, karena bagiku tak ada cara lain untuk mencinta kecuali ini, dimana 'aku' dan 'kau' tiada,
begitu erat, hingga tanganmu diatas dadaku adalah tanganku
begitu erat, hingga ketika aku tertidur, kelopak matamulah yang tertutup
Senin, 17 November 2014
Jadilah Seperti Burung dan Cacing
Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan masalah apapun itu, mari cobalah kita lihat pada burung dan cacing. Setiap pagi burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya ke mana dan di mana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadang kala baru sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan untuk keluarganya. Meski terkadang makanan yang dibawanya itu tidak cukup untuk keluarganya, akhirnya burung itu pun harus “berpuasa”. Sering kali pula ia pulang tanpa membawa apa-apa untuk keluarganya, sehingga ia dan keluarganya pun harus “berpuasa”.
Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi kalau lahannya banyak yang diserobot manusia, kita tidak pernah melihat ada burung yang bermuram durja, putus asa atau bahkan berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita juga tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih minum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Burung tetap optimis menjalani hidup, percaya akan makanan yang dijanjikan Tuhan-nya.
Kita lihat, meskipun kelaparan, setiap pagi burung tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung itu menyadari benar bahwa demikianlah hidup! Pada suatu waktu berada di atas dan di lain waktu terhempas ke bawah. Pada suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Pada suatu waktu kekenyangan dan di lain waktu kelaparan.
Mari kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Bila kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak memiliki sarana yang layak untuk bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk, atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tapi ia juga makhluk hidup, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka akan mati.Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dalam menjalani hidup. Kita tidak pernah melihat cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu. Kita tidak pernah melihat cacing bunuh diri karena putus asa.
Sekarang, kita lihat manusia. Bila dibandingkan dengan burung dan cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.Tetapi mengapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini sering kali justru kalah daripada burung atau cacing? Mengapa manusia banyak yang putus asa bila menghadapi kesulitan?
So be birds and worms, my friend. Be strong.
Kamis, 25 September 2014
Merenunglah Dalam keheningan
Rabu, 03 September 2014
Menghargai Daniel Agger yang Tidak Rasional
Di era modern, di mana hampir setiap pemain sepak bola tampaknya berambisi suatu hari bermain untuk Real Madrid atau Barcelona, Daniel Agger adalah satu dari sedikit orang yang melawan trend. Untuk sebagian besar pemain modern, klub-klub lain dianggap hanya sebagai anak tangga, batu loncatan ke salah satu raksasa La Liga itu. Agger, bagaimanapun, tidak seperti pemain modern; ia adalah karakter yang kompleks yang menghargai kehidupan kampung halaman di atas uang dan piala. Agger memiliki banyak kesempatan untuk meninggalkan Anfield dan merupakan incaran serius dari Barcelona pada lebih dari satu kesempatan, tapi dia tidak tertarik untuk meninggalkan Anfield sampai musim panas ini ketika ia menemukan dirinya merasa tepat untuk pergi.
Cukup mengejutkan mengapa dia memilih kembali ke klub pertamanya, Brondby, ketika di umur 29 tahun di mana ia masih bisa bermain di salah satu klub top Eropa, tapi Agger tidak akan meninggalkan Merseyside untuk pergi ke tempat lain. Dia jelas tidak tertarik bermain untuk salah satu saingan Liverpool di Inggris, itu sudah pasti. Agger tampaknya tidak didorong oleh ambisi prestasi atau motivasi keuangan, ada hal-hal yang lebih penting dalam hidupnya daripada sepakbola. Beberapa pemain hidup dan bernapas dengan bermain bola; lainnya tidak begitu tergantung dengan sepakbola, tapi hanya kebetulan hebat dalam bermain bola. Agger jatuh ke dalam kategori kedua.
Jawaban Agger dari spekulasi yang menghubungkan dia dengan raksasa Catalan hanya dengan mengangkat bahu dan berkata "Terserah klub". Satu-satunya cara ia akan meninggalkan Anfield hanya jika ia tidak lagi diinginkan, dan tidak seperti beberapa pemain yang telah berbagi ruang ganti dengannya selama bertahun-tahun, ia tidak pernah tergoda oleh "rumput tetangga". Ketika dihadapkan dengan tawaran yang lebih baik, sebagian besar pemain mencoba untuk memaksa club dengan cara apapun. Bandingkan perilaku Agger dengan Javier Mascherano misalnya, yang dikabarkan menolak bermain untuk The Reds melawan Manchester City dalam upaya untuk memaksa club agar diizinkan pindah ke Barcelona.
Steve McManaman, Michael Owen, Alvaro Arbeloa dan Xabi Alonso pindah ke Real Madrid, dan tentu saja musim panas ini Luis Suarez mengikuti Mascherano untuk menukar Anfield dengan Camp Nou. Suka atau tidak, sebagian besar pemain melihat Real dan Barca sebagai puncak profesi mereka, tapi tidak untuk Agger. Dia senang berada di Liverpool, dan selama LFC ingin, dia sangat senang untuk tinggal. Prilaku seperti itu akan selalu menimbulkan perasaan cinta fans untuk pemain, terutama jika pemain itu berbakat seeprti Agger.
Ketika Manchester City menginginkannya beberapa tahun yang lalu, ia menjawab dengan menulis tato "YNWA" di ruas jarinya. Ketika itu, Liverpool terpuruk, setelah finish di urutan kedelapan, legenda Kenny Dalglish baru dipecat dan kemudian menunjuk seorang manajer muda dari Swansea City. Beberapa orang akan menyalahkan Agger kenapa tidak pindah ke City sang juara bertahan pada waktu itu, belum lagi kenaikan gaji yang signifikan yang akan dia dapatkan. Tapi seperti saya katakan, Agger tidak seperti kebanyakan pemain modern; dia titisan generasi sebelumnya, pemain yang akan tinggal di klub yang sama untuk sebagian besar karir mereka.
Liverpool telah kehilangan uang dengan memilih untuk menjual ke Brondby karena harga yang jauh lebih rendah dari nilai pasar pemain, tetapi kenyataannya adalah club tidak punya banyak pilihan. Agger ingin pulang dan rela mengalami pemotongan gaji besar-besaran dalam rangka untuk melakukannya. Dia tidak mungkin bermain banyak di Anfield musim ini, setelah tergelincir ke pilihan ke empat sebagai central bek, dan idealnya Liverpool lebih suka menjualnya ke club top Eropa yang mau membayar tinggi untuk Agger yang kualitasnya tidak diragukan lagi. Tapi itu bukan pilihan karena Agger tidak tertarik pergi ke mana pun selain Brondby. Dia bisa saja kembali ke sana di usia lebih tua, tapi dia memilih kembali di saat ia masih memiliki tenaga tersisa untuk bermain di Brondby.
Dia meninggalkan Anfield sebagai tokoh populer setelah hampir sembilan tahun di klub dan akan selalu mendapat sambutan hangat kapanpun dia kembali. Dia bermain di Final Liga Champions tahun 2007, ketika AC Milan membalaskan dendam pada The Reds atas kekalahan mereka di Istanbul dua tahun sebelumnya. Gol Agger di leg kedua semifinal yang menyebabkan kemenangan adu penalti atas Chelsea yang memastikan tempat Liverpool di final liga Champion. Gol pertama yang ia kantongi sungguh mengesankan, tendangan voli jarak jauh 30-yard melawan West Ham di depan tribun The Kop.
Dia bisa saja masih salah satu yang terbaik andai ia bisa menghindari cedera, tapi selama delapan musim ia berada di klub, ia telah kehilangan banyak tenaga. Tubuhnya, sayangnya, tidak mampu lagi memenuhi tuntutan bermain sepak bola terutama di Liga Inggris, sesuatu yang ia akui ketika menjelaskan keputusannya untuk pergi, "aku tidak akan tinggal jika hanya membebani club". Tapi setiap kali ia diberi kesempatan untuk bermain, dia tampak berkelas. Dia tidak melakukan kesalahan, ia berjuang bergelut dengan striker yang lebih kuat, lebih muda, lebih besar - karena Daniel Agger adalah seorang pemain sepak bola yang baik. Di sisi lain, ia juga hanya seorang fans setia dan seorang seniman tatto yang tidak melihat Liga Premier dan Liverpool hanya sebagai batu loncatan ke Bernabeu atau Camp Nou. Aku hanya berharap ada lebih banyak pemain seperti dia. Good luck, Dan.
Mari bersikap adil. Harus dipahami dengan jujur bahwa keputusan Fernando Torres menyeberang ke Chelsea tiga musim kemarin adalah hal yang rasional. Sudut pandang perkembangan karir marilah kita pakai.
Harus jujur diakui, kala itu Liverpool adalah sebuah klub besar yang sedang tidak besar atau sedang berpayah-payah untuk kembali besar. Kemudian Chelsea adalah klub yang terus menapaki jalan menuju puncak serta bisa menawarkan uang dan masa depan.
Kita yang sudah bekerja pastilah paham, karir yang terus menanjak adalah bagian dari kehidupan orang dewasa yang katanya menyenangkan tapi susah dilakoni. Dan atas nama itulah andai Torres memajang profilnya di Linkedin, orang yang objektif akan sepakat bahwa pria Madrid ini membuat keputusan yang terukur dengan mempertimbangkan untung-rugi dengan cermat. Terserah jika mau bilang Torres tak bisa benar-benar menikmati trofi Liga Champions dan Liga Europa cuma karena dia bukan pilihan utama. Yang sudah jelas dua trofi tadi berhak ia cantumkan di resume-nya.
Rasionalitas adalah pilihan Torres. Dan jangan keburu sewot, toh dia pindah dari Atletico Madrid ke Liverpool juga demi trofi. Atletico semasa Torres di sana masih berada di jaman jahiliyah. Jangankan berburu trofi, mencari tempat di kualifikasi LC saja susahnya bukan main. Dan dia sendiri mengakui kepindahannya dari Vicente Calderon ke Anfield didorong nafsu mencari kejayaan.
Sayangnya sama seperti Christopher Columbus, dia kesasar. Mendarat di klub yang salah jika melihat keinginannya semula. Liverpool juga miskin trofi saat itu. Tim lamanya malah juara LE edisi 2009/2010, mengalahkan Liverpool di semifinal.
Sekali lagi, saat dia pindah ke Chelsea dan mendapatkan trofi mayor itu adalah keputusan yang tepat karena sangat rasional.
Hanya saja, di sepakbola rasionalitas itu kerap membosankan.
Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu yang paling pandai membaca dan mengukur peluang calon klubnya. Dia hampir selalu juara di mana pun berlabuh. Tapi di mata fans sepakbola, dia pemain yang membosankan. Tanya saja para Juventini, baik yang garis keras maupun garis lunak. Berani taruhan sunat sekali lagi mereka pasti lebih menyukai Gianluigi Buffon atau Alessandro Del Piero yang mau menemani Si Nyonya Tua turun kasta.
Loyalitas pernah menjadi sebuah komoditas sebelum digusur oleh rasionalitas. Membela klub kampung halaman adalah sebuah impian. Mengabdi lama pada satu klub adalah sebuah kebanggaan. Beberapa pemain barangkali pernah berpikir menjadi pesepakbola itu mirip seperti PNS, ngapain pusing-pusing mikir pindah organisasi.
Respek untuk Daniel Agger yang mau sedikit primitif dengan menomerberapakan rasionalitas.
Saya tak percaya Agger sudah tak punya peminat. Sekedar Valencia, AS Monaco, atau Benfica pasti mau memakai jasanya asal sesuai skema permainan dan anggaran. Manchester City, Bayer Munchen dan Barcelona adalah club yang ingin meminangnya di musim-musim lalu. Dan memilih Brondby, klub asalnya, adalah sebuah bentuk loyalitas.
Sebelum itu, tato sudah menjadi propaganda Agger untuk menunjukkan loyalitasnya pada Liverpool. Ada tato YNWA di kepalan tinju Agger. Jangan sampai kena tonjok Agger, bisa-bisa ada cap mirroring YNWA di pipi kalian.
Tato bisa jadi propaganda loyalitas. Jika harus menato tubuh dengan sebuah nama, kita tentu akan memilih seseorang yang sangat berarti. Ibu, bapak, istri, calon istri, anak. Konyol kalau menato nama gebetan yang masih diambang PHP (pemberi harapan palsu) atau HTML (hatiku milikmu).
Agger memilih Brondby karena barangkali ia enggan munafik menato kepalannya yang lain dengan HALA (Real Madrid), VISCA (Barca), AMUNT (Valencia), atau AING (Persib). Sudah cukuplah dengan YNWA.
Di masa modern ini, Agger adalah individu langka. Ibrahimovic dan Torres mungkin bakal sulit paham kenapa dia memilih pulang ke Denmark, mendapat gaji yang lebih sedikit, dan bermain di liga yang cuma populer di kandang sendiri. Kapitalisme dan komersialisme juga bakal sulit paham di isi kepala Agger.
Tapi anak lokal macam Paolo Maldini dan Iker Muniain pasti bisa maklum. Mereka yang pernah pulang kampung seperti Gabi tentu paham juga. Dan muka-muka yang suka teriak saat nobar Liverpool lawan xxx pasti ikut paham dan mesam-mesem sendiri.
Senin, 09 Juni 2014
Paradoks Secangkir Kopi Starbucks & Lima Liter Bensin
Dalam konteks mahalnya harga secangkir kopi barangkali ibuku sedang mempertanyakan begitu mewahnya kehidupan di luar sana. Sebuah kemewahan yang tidak pernah terbayangkan seumur hidup baginya dan mungkin bagi jutaan ibu di pelosok negeri celaka ini. Jutaan ibu yang mungkin membeli sekilo beras paling murah pun tidak sanggup.
Rabu, 07 Mei 2014
Graduation
...dan saat kita ngobrol semalaman membicarakan tentang sisa umur kita, kemanakah kita nanti saat umur kita beranjak 25 tahun? Aku berpikir bahwa waktu tak akan berubah, menganggap segalanya akan selalu sama. Tapi ketika kita memutuskan berpisah tahun itu, kita tak akan kembali seperti dulu lagi. Tak akan ada bersama lagi karena kita sudah berada di jalan yang berbeda. Maka jika ada yang ingin kamu ucapkan, lebih baik kamu ucapkan sekarang karena kita tak punya hari lain. Karena kita akan mulai bergerak dan tak bisa melambat, apalagi kembali.
Sementara kita terus bergerak, kita mengingat semua waktu yang kita habiskan bersama. Alunan "i'll go wherever you will go" tak pernah bosan kamu putar berulang-ulang. Ingatkah kamu pernah bilang kalau kamu benci hari libur; terasa sangat lama dan menyiksa hanya karena kita tidak bisa saling bertemu. Sesungguhnya kitalah yang berubah sayang. Hidup, akan tetap sama.
Jadi suatu saat nanti ketika kita sudah terpisah jauh, masing-masing mendapatkan pekerjaan yang bagus, menghasilkan banyak uang, menikah dan punya anak. Dan ketika kita melihat kembali ke belakang; Masihkah lelucon kita dulu tetap lucu?
Maafkan aku yang mengira kamu tidak bahagia bersamanya. Aku tidak menyesalimu, dan kuharap kamu juga begitu.
Jumat, 18 April 2014
Echo From Neutral Fans
"Jika Chelsea memenangi liga, maka selamat kepada mereka. Jika City yang memenangi liga, maka selamat kepada mereka. Namun jika Liverpool yang memenangi liga, maka selamat kepada liga".
"Ini sebagai bukti kalau kita sangat berharap sepak bola bukan dibangun hanya berdasarkan uang. Betapa orang begitu rindu akan sepakbola yang dibangun dengan idealisme dan filosofi sebuah kebersamaan. Uang memang mungkin bisa membeli gelar, tapi uang tidak bisa membeli kebanggaan."
"Jika Atletico Madrid dan Liverpool mampu memenangi liga mereka masing-masing di musim ini, maka ini akan menjadi kemenangan bagi dunia sepak bola."
Minggu, 06 April 2014
Kampanye
Menjual harapan tapi hampa dari pesan dan komunikasi tentang apa dan
bagaimana.
Ada yang bersuara terang tapi tetap sama, berujar untaian
klasik dalam balutan retorika yang gersang dari ketulusan.
Mungkin yang
penting adalah menciptakan kebisingan membius, hingga mereka tak perlu
menakar dan menimbang.
Cukup mengenal angka dan gambar.
Kamis, 06 Maret 2014
Move on
Idup itu begitu singkat, tapi saya nggak pernah berani untuk terjang idup ini. Idup ini begitu sempit, tapi saya nggak pernah berani untuk bongkar kerangkeng penyempit idup ini. Idup begitu sucks, tapi saya nggak pernah berani untuk merevolusi idup ini.
I'm sick, man. I'm tired.
Fuck it. I have to keep move on.
Jumat, 07 Februari 2014
Engkau Tetap Sahabatku
Dia adalah sahabatku, bahkan lebih
Dia adalah yang diburu, datang padaku
Sekedar lepas lelah dan sembunyi, untuk berlari lagi
Dia adalah yang terbuang, mengetuk pintuku
Penuh luka di punggungnya, merah hitam
Dia menjadi terbuang, setelah harapannya dibuang
Bapaknya pegawai kecil, kelas sendal jepit
Yang kini di dalam penjara, sebab bela anaknya
Untuk darah daging yang tercinta, selesaikan sekolah
Sahabatku gantikan bapaknya, coba mencari kerja
Namun yang didapat cemooh, harga dirinya berontak
Lalu dia tetapkan hati, hancurkan sang pembuang
Air putih aku hidangkan, aku di persimpangan
Aku hitung semua lukanya
seribu, bahkan lebih, sejuta lebih
Pagi buta dia berangkat, diam-diam
Masih sempat selimuti aku yang tertidur
Aku terharu, do'aku untukmu!
Sebutir peluru yang tertinggal di bawah bantalnya
Kuberi tali jadikan kalung, lalu kukenakan
Sekedar mengingatmu kawan, yang terus berlari
Selamat jalan kawan, selamat renangi air mata!
Hey sahabat yang terbuang, engkau sahabatku, tetap sahabatku!
Engkau sahabatku, tetap sahabatku!
Sabtu, 18 Januari 2014
Fake Plastic World
Minggu, 12 Januari 2014
Titik Nol
Jumat, 03 Januari 2014
Yet Another Memorable Quotes
For what it's worth, it's never to late, or in my case, too early, to be whoever you want to be.
There is no time limit, stop whenever you want.
You can change or stay the same.
There are no rules to this thing.
We can make the best or the worst of it.
I hope you make the best of it.
And I hope you see things that startle you.
I hope you feel things you never felt before.
I hope you meet people with a different point of view.
I hope you live a life you're proud of.
If you find that you're not, I hope you have the strength to start all over again.
*****
It's a funny thing about comin' home. Looks the same, smells the same, feels the same. You'll realize what's changed is YOU.
*****
Some people, were born to sit by a river. Some get struck by lightning.
Some have an ear for music. Some are artists. Some swim. Some know
buttons. Some know Shakespeare. Some are mothers. And some people,
dance.
*****
You can be as mad as a mad dog at the way things went. You could swear,
curse the fates, but when it comes to the end, you have to let go.