Minggu, 15 Februari 2015

Mengungkapkan CINTA tanpa "I LOVE U"

Terkadang org tdk pandai mengucapkan "I love U" or "Aku cinta kamu". Bahkan sebagian orang menganggap tak ubahnya sebagai rayuan gombal. Nah...Ada cara lain yg UNIK, ROMANTIS dan LUCU untuk mengungkapkan cinta pada pasangan kita:
  1. Siapkan handuk hangat selesai dia mandi, caranya hangatkan dg pengering rambut.
  1. Masukkan es berwarna merah berbentuk HATI di gelas si dia, caranya cetak air + sirup yg berwarna merah dalam cetakan es batu.
  1. Saat si dia kembali dari luar kota, buat kejutan ,jemput dia tiba2. Jgn lupa isi kulkas dg makanan dan minuman favorit si dia.
  1. Selipkan cokelat dan permen berbentuk HATI di saku bajunya.
  1. Cetak bibir Anda dg lipstik di sebuah kertas POST-IT dan selipkan di buku atau bahan2 artikel yg sering ia baca atau bawa.
  1. Siapkan sarapan pagi di kamar tidur saat hujan (SENIN PAGI).Biarkan dia menikmati Senin yg biasanya menjemukan dgn sedikit terlambat datang ke kantor.
  1. Siapkan pesta ulang tahun rahasia dan undang teman2 yg ia rindukan sejak lama.
  1. Temani dia jogging di pagi hari, meski cuma keliling lokasi tempat tinggalnya.
  1. Sesekali jemputlah ke kantor.
  1. Rapikan lemari pakaiannya.
  1. Tuang kopi ke cangkirnya sebelum kosong, jgn tunggu dia meminta.
  1. Tempelkan pesan2 kecil dan seksi di dashboard mobil atau di lapisan embun kaca dan biarkan dia menemukannya.
Mudah2an bisa menambah keharmonisan Anda dgn si dia, oke...

TAPI..

Tapi aku tak punya kulkas dan handukpun cuma kain rombeng. Dan aku tak punya lipstik atau lemari pakaian. Dan ia tak kerja di kantor apalagi punya mobil. Untuk makan nasi pun sehari cuma sekali, bagaimana ku harus beli permen coklat berbentuk hati. Kapan aku dan dia lahir pun aku tak tahu. Juga ia sama sekali takkan tertarik untuk jogging, karena harinya dihabiskan untuk menapaki aspal panas tanpa sendal, menyusuri jalan memungut botol plastik bekas...

Karena kami adalah sepasang pemulung.

Kamis, 18 Desember 2014

Tentang Dia

When you seek her. 
Tataplah matanya, bertanyalah pada mata itu. Apakah ia akan mengeluarkan air mata jika kau tidak reda terhadap perbuatannya.

When you search for her. 
Perhatikan tangannya. Lembut karena siraman air cucian beras atau alat-alat kecantikan yang teramat mahal.

When you look after her.
Dengarkan kata-katanya. Lembut menenangkan atau penuh rengekan gosip dan kata-kata prasangka buta.

When you choose her.
Lihat sepatunya, apakah dia sibuk mengoleksi sepatu agar lebih tinggi darimu atau merendah mengharap izinmu saja. Lihat pula seberapa tinggi dan runcing heelsnya, siapkah ia tegak menopangmu saat kau jatuh.

When you find her.
Jagalah hatinya. Sadarilah, kekuatanmu berasal dari itu. Bukan karena hartanya atau wajah cantiknya. Sungguh, di saat kepalamu penat dengan urusan dunia, hatinya yang kau jaga, akan menyejukkanmu.

Then you'll realize that actually she's the one who finds you.
Semoga ia yang membuat kau merasa dibutuhkan, merasa istimewa, merasa tak tersaingi karena ia menjaga dirinya dan anak-anakmu hingga bertemu dengan Sang Pencipta.

Minggu, 14 Desember 2014

Dan II

Dan ketika emosi itu berlari meninggalkan hati, maka tertawalah semua ego itu.. Setelah itu apa? Tinggalkan luka pada mereka yang sudah teraniaya lisanmu. Ada setumpuk benci menggenggam akalku. Ada seikat duri menusuk hatiku. Ada sebentuk dendam pada marahku. Terlalu kencang angin meniupkan awan, hingga tiba badai itu. Tapi aku tidak akan sembunyi! Sampai hari dimana emosi terkubur sedalam-dalamnya. Beralas prasasti, bertuliskan cinta sejati.

Rabu, 10 Desember 2014

Riwayat Dinding & Soneta

kami bersandar merapatkan punggung masing-masing pada dinding.

ia tiba-tiba bertanya:
untuk apa dinding diciptakan?

dinding, kataku, dibuat untuk memisah-misahkan.
yang satu jadi dua atau jadi bilangan-bilangan berlainan,
jadi kawan dan lawan,
jadi ada aku jadi ada kau.

sebab, sesungguhnya, sebelum ada dinding,
segala sesuatu hanya satu. hanya satu.

@Hurufkecil

*****

Aku tak mencintaimu seperti engkau adalah mawar, atau topaz atau panah anyelir yang membakar:
Aku mencintaimu selayaknya beberapa hal terlarang dicintai, diam-diam, diantara bayangan dan sukma.

Aku mencintaimu seperti tumbuhan yang urung mekar dan membawa jiwa bunga-bunga itu di dalam dirinya, dan karena cintamu, aroma bumi yang pekat tumbuh diam-diam di dalam tubuhku.

Aku mencintaimu, tanpa mengerti bagaimana, sejak kapan, atau dari mana
Aku mencintaimu dengan sederhana, tanpa kebimbangan, tanpa kesombongan:
Aku mencintaimu seperti ini, karena bagiku tak ada cara lain untuk mencinta kecuali ini, dimana 'aku' dan 'kau' tiada,

begitu erat, hingga tanganmu diatas dadaku adalah tanganku
begitu erat, hingga ketika aku tertidur, kelopak matamulah yang tertutup

Pablo Neruda

Senin, 17 November 2014

Jadilah Seperti Burung dan Cacing

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan masalah apapun itu, mari cobalah kita lihat pada burung dan cacing. Setiap pagi burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya ke mana dan di mana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadang kala baru sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan untuk keluarganya. Meski terkadang makanan yang dibawanya itu tidak cukup untuk keluarganya, akhirnya burung itu pun harus “berpuasa”. Sering kali pula ia pulang tanpa membawa apa-apa untuk keluarganya, sehingga ia dan keluarganya pun harus “berpuasa”.

Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi kalau lahannya banyak yang diserobot manusia, kita tidak pernah melihat ada burung yang bermuram durja, putus asa atau bahkan berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita juga tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih minum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Burung tetap optimis menjalani hidup, percaya akan makanan yang dijanjikan Tuhan-nya.

Kita lihat, meskipun kelaparan, setiap pagi burung tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung itu menyadari benar bahwa demikianlah hidup! Pada suatu waktu berada di atas dan di lain waktu terhempas ke bawah. Pada suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Pada suatu waktu kekenyangan dan di lain waktu kelaparan.

Mari kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Bila kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak memiliki sarana yang layak untuk bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk, atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tapi ia juga makhluk hidup, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka akan mati.Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dalam menjalani hidup. Kita tidak pernah melihat cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu. Kita tidak pernah melihat cacing bunuh diri karena putus asa.

Sekarang, kita lihat manusia. Bila dibandingkan dengan burung dan cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.Tetapi mengapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini sering kali justru kalah daripada burung atau cacing? Mengapa manusia banyak yang putus asa bila menghadapi kesulitan?

So be birds and worms, my friend. Be strong.

Kamis, 25 September 2014

Merenunglah Dalam keheningan

Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk merenung. Lakukan di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur. Atau di malam hari, sesaat sebelum beranjak tidur.

Merenunglah dalam keheningan. Jangan gunakan pikiran untuk mencari berbagai jawaban. Dalam perenungan kita tidak mencari jawaban. Cukup berteman dengan ketenangan maka kita akan mendapatkan kejernihan pikiran.

Jawaban berasal dari pikiran kita yang bening. Selama berhari-hari kita disibukkan oleh berbagai hal. Sadarilah bahwa pikiran kita memerlukan istirahat.

Tidak cukup hanya dengan tidur. Kita perlu "tidur dalam keadaan terbangun". Merenunglah, dan dapatkan ketentraman batin.

Pikiran yang digunakan itu bagaikan air sabun yang diaduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang tercampur semakin keruh air. Semakin cepat kita mengaduk semakin kencang pusaran. Merenung, adalah menghentikan adukan. Dan membiarkan air berputar perlahan. Perhatikan partikel sabun turun satu persatu, menyentuh dasar gelas.

Benar-benar perlahan. Tanpa suara. Bahkan kita mampu mendengar luruhnya partikel sabun. Kini kita mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankah air yang jernih mampu meneruskan cahaya? Demikian halnya dengan pikiran kita yang bening.

Rabu, 03 September 2014

Menghargai Daniel Agger yang Tidak Rasional

Di era modern, di mana hampir setiap pemain sepak bola tampaknya berambisi suatu hari bermain untuk Real Madrid atau Barcelona, Daniel Agger adalah satu dari sedikit orang yang melawan trend. Untuk sebagian besar pemain modern, klub-klub lain dianggap hanya sebagai anak tangga, batu loncatan ke salah satu raksasa La Liga itu. Agger, bagaimanapun, tidak seperti pemain modern; ia adalah karakter yang kompleks yang menghargai kehidupan kampung halaman di atas uang dan piala. Agger memiliki banyak kesempatan untuk meninggalkan Anfield dan merupakan incaran serius dari Barcelona pada lebih dari satu kesempatan, tapi dia tidak tertarik untuk meninggalkan Anfield sampai musim panas ini ketika ia menemukan dirinya merasa tepat untuk pergi.

Cukup mengejutkan mengapa dia memilih kembali ke klub pertamanya, Brondby, ketika di umur 29 tahun di mana ia masih bisa bermain di salah satu klub top Eropa, tapi Agger tidak akan meninggalkan Merseyside untuk pergi ke tempat lain. Dia jelas tidak tertarik bermain untuk salah satu saingan Liverpool di Inggris, itu sudah pasti. Agger tampaknya tidak didorong oleh ambisi prestasi atau motivasi keuangan, ada hal-hal yang lebih penting dalam hidupnya daripada sepakbola. Beberapa pemain hidup dan bernapas dengan bermain bola; lainnya tidak begitu tergantung dengan sepakbola, tapi hanya kebetulan hebat dalam bermain bola. Agger jatuh ke dalam kategori kedua.

Jawaban Agger dari spekulasi yang menghubungkan dia dengan raksasa Catalan hanya dengan mengangkat bahu dan berkata "Terserah klub". Satu-satunya cara ia akan meninggalkan Anfield hanya jika ia tidak lagi diinginkan, dan tidak seperti beberapa pemain yang telah berbagi ruang ganti dengannya selama bertahun-tahun, ia tidak pernah tergoda oleh "rumput tetangga". Ketika dihadapkan dengan tawaran yang lebih baik, sebagian besar pemain mencoba untuk memaksa club dengan cara apapun. Bandingkan perilaku Agger dengan Javier Mascherano misalnya, yang dikabarkan menolak bermain untuk The Reds melawan Manchester City dalam upaya untuk memaksa club agar diizinkan pindah ke Barcelona.

Steve McManaman, Michael Owen, Alvaro Arbeloa dan Xabi Alonso pindah ke Real Madrid, dan tentu saja musim panas ini Luis Suarez mengikuti Mascherano untuk menukar Anfield dengan Camp Nou. Suka atau tidak, sebagian besar pemain melihat Real dan Barca sebagai puncak profesi mereka, tapi tidak untuk Agger. Dia senang berada di Liverpool, dan selama LFC ingin, dia sangat senang untuk tinggal. Prilaku seperti itu akan selalu menimbulkan perasaan cinta fans untuk pemain, terutama jika pemain itu berbakat seeprti Agger.

Ketika Manchester City menginginkannya beberapa tahun yang lalu, ia menjawab dengan menulis tato "YNWA" di ruas jarinya. Ketika itu, Liverpool terpuruk, setelah finish di urutan kedelapan, legenda Kenny Dalglish baru dipecat dan kemudian menunjuk seorang manajer muda dari Swansea City. Beberapa orang akan menyalahkan Agger kenapa tidak pindah ke City sang juara bertahan pada waktu itu, belum lagi kenaikan gaji yang signifikan yang akan dia dapatkan. Tapi seperti saya katakan, Agger tidak seperti kebanyakan pemain modern; dia titisan generasi sebelumnya, pemain yang akan tinggal di klub yang sama untuk sebagian besar karir mereka.

Liverpool telah kehilangan uang dengan memilih untuk menjual ke Brondby karena harga yang jauh lebih rendah dari nilai pasar pemain, tetapi kenyataannya adalah club tidak punya banyak pilihan. Agger ingin pulang dan rela mengalami pemotongan gaji besar-besaran dalam rangka untuk melakukannya. Dia tidak mungkin bermain banyak di Anfield musim ini, setelah tergelincir ke pilihan ke empat sebagai central bek, dan idealnya Liverpool lebih suka menjualnya ke club top Eropa yang mau membayar tinggi untuk Agger yang kualitasnya tidak diragukan lagi. Tapi itu bukan pilihan karena Agger tidak tertarik pergi ke mana pun selain Brondby. Dia bisa saja kembali ke sana di usia lebih tua, tapi dia memilih kembali di saat ia masih memiliki tenaga tersisa untuk bermain di Brondby.

Dia meninggalkan Anfield sebagai tokoh populer setelah hampir sembilan tahun di klub dan akan selalu mendapat sambutan hangat kapanpun dia kembali. Dia bermain di Final Liga Champions tahun 2007, ketika AC Milan membalaskan dendam pada The Reds atas kekalahan mereka di Istanbul dua tahun sebelumnya. Gol Agger di leg kedua semifinal yang menyebabkan kemenangan adu penalti atas Chelsea yang memastikan tempat Liverpool di final liga Champion. Gol pertama yang ia kantongi sungguh mengesankan, tendangan voli jarak jauh 30-yard melawan West Ham di depan tribun The Kop.

Dia bisa saja masih salah satu yang terbaik andai ia bisa menghindari cedera, tapi selama delapan musim ia berada di klub, ia telah kehilangan banyak tenaga. Tubuhnya, sayangnya, tidak mampu lagi memenuhi tuntutan bermain sepak bola terutama di Liga Inggris, sesuatu yang ia akui ketika menjelaskan keputusannya untuk pergi, "aku tidak akan tinggal jika hanya membebani club". Tapi setiap kali ia diberi kesempatan untuk bermain, dia tampak berkelas. Dia tidak melakukan kesalahan, ia berjuang bergelut dengan striker yang lebih kuat, lebih muda, lebih besar - karena Daniel Agger adalah seorang pemain sepak bola yang baik. Di sisi lain, ia juga hanya seorang fans setia dan seorang seniman tatto yang tidak melihat Liga Premier dan Liverpool hanya sebagai batu loncatan ke Bernabeu atau Camp Nou. Aku hanya berharap ada lebih banyak pemain seperti dia. Good luck, Dan.

"Saya tak akan pergi ke tempat lain kecuali pulang ke klub masa kecilku"

*****
Tidak Rasional


Mari bersikap adil. Harus dipahami dengan jujur bahwa keputusan Fernando Torres menyeberang ke Chelsea tiga musim kemarin adalah hal yang rasional. Sudut pandang perkembangan karir marilah kita pakai.

Harus jujur diakui, kala itu Liverpool adalah sebuah klub besar yang sedang tidak besar atau sedang berpayah-payah untuk kembali besar. Kemudian Chelsea adalah klub yang terus menapaki jalan menuju puncak serta bisa menawarkan uang dan masa depan.

Kita yang sudah bekerja pastilah paham, karir yang terus menanjak adalah bagian dari kehidupan orang dewasa yang katanya menyenangkan tapi susah dilakoni. Dan atas nama itulah andai Torres memajang profilnya di Linkedin, orang yang objektif akan sepakat bahwa pria Madrid ini membuat keputusan yang terukur dengan mempertimbangkan untung-rugi dengan cermat. Terserah jika mau bilang Torres tak bisa benar-benar menikmati trofi Liga Champions dan Liga Europa cuma karena dia bukan pilihan utama. Yang sudah jelas dua trofi tadi berhak ia cantumkan di resume-nya.

Rasionalitas adalah pilihan Torres. Dan jangan keburu sewot, toh dia pindah dari Atletico Madrid ke Liverpool juga demi trofi. Atletico semasa Torres di sana masih berada di jaman jahiliyah. Jangankan berburu trofi, mencari tempat di kualifikasi LC saja susahnya bukan main. Dan dia sendiri mengakui kepindahannya dari Vicente Calderon ke Anfield didorong nafsu mencari kejayaan.

Sayangnya sama seperti Christopher Columbus, dia kesasar. Mendarat di klub yang salah jika melihat keinginannya semula. Liverpool juga miskin trofi saat itu. Tim lamanya malah juara LE edisi 2009/2010, mengalahkan Liverpool di semifinal.

Sekali lagi, saat dia pindah ke Chelsea dan mendapatkan trofi mayor itu adalah keputusan yang tepat karena sangat rasional.

Hanya saja, di sepakbola rasionalitas itu kerap membosankan.

*****

Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu yang paling pandai membaca dan mengukur peluang calon klubnya. Dia hampir selalu juara di mana pun berlabuh. Tapi di mata fans sepakbola, dia pemain yang membosankan. Tanya saja para Juventini, baik yang garis keras maupun garis lunak. Berani taruhan sunat sekali lagi mereka pasti lebih menyukai Gianluigi Buffon atau Alessandro Del Piero yang mau menemani Si Nyonya Tua turun kasta.

Loyalitas pernah menjadi sebuah komoditas sebelum digusur oleh rasionalitas. Membela klub kampung  halaman adalah sebuah impian. Mengabdi lama pada satu klub adalah sebuah kebanggaan. Beberapa pemain barangkali pernah berpikir menjadi pesepakbola itu mirip seperti PNS, ngapain pusing-pusing mikir pindah organisasi.

Respek untuk Daniel Agger yang mau sedikit primitif dengan menomerberapakan rasionalitas.

*****

Saya tak percaya Agger sudah tak punya peminat. Sekedar Valencia, AS Monaco, atau Benfica pasti mau memakai jasanya asal sesuai skema permainan dan anggaran. Manchester City, Bayer Munchen dan Barcelona adalah club yang ingin meminangnya di musim-musim lalu. Dan memilih Brondby, klub asalnya, adalah sebuah bentuk loyalitas.

Sebelum itu, tato sudah menjadi propaganda Agger untuk menunjukkan loyalitasnya pada Liverpool. Ada tato YNWA di kepalan tinju Agger. Jangan sampai kena tonjok Agger, bisa-bisa ada cap mirroring YNWA di pipi kalian.

Tato bisa jadi propaganda loyalitas. Jika harus menato tubuh dengan sebuah nama, kita tentu akan memilih seseorang yang sangat berarti. Ibu, bapak, istri, calon istri, anak. Konyol kalau menato nama gebetan yang masih diambang PHP (pemberi harapan palsu) atau HTML (hatiku milikmu).

Agger memilih Brondby karena barangkali ia enggan munafik menato kepalannya yang lain dengan HALA (Real Madrid), VISCA (Barca), AMUNT (Valencia), atau AING (Persib). Sudah cukuplah dengan YNWA.

Di masa modern ini, Agger adalah individu langka. Ibrahimovic dan Torres mungkin bakal sulit paham kenapa dia memilih pulang ke Denmark, mendapat gaji yang lebih sedikit, dan bermain di liga yang cuma populer di kandang sendiri. Kapitalisme dan komersialisme juga bakal sulit paham di isi kepala Agger.

Tapi anak lokal macam Paolo Maldini dan Iker Muniain pasti bisa maklum. Mereka yang pernah pulang kampung seperti Gabi tentu paham juga. Dan muka-muka yang suka teriak saat nobar Liverpool lawan xxx pasti ikut paham dan mesam-mesem sendiri.

Senin, 09 Juni 2014

Paradoks Secangkir Kopi Starbucks & Lima Liter Bensin

"Ya Allah Gusti, Astaghfirullah..."

Demikianlah kalimat pertama yang keluar dari mulut ibuku ketika mendengar harga secangkir kopi di Starbucks. Ibuku tercengang ketika mendengar harga secangkir kopi di kedai itu dalam kisaran lima puluh ribuan. Jumlah yang mungkin sama dengan harga tetes keringat seharian memburuh tani di kampung tempat ibuku tinggal. Mungkin ibuku tidak akan bisa memahami kenapa harga secangkir kopi di sini begitu mahal untuk ukurannya meskipun sudah coba kujelaskan.

***

Starbucks hanyalah salah satu dari sekian banyak simbol gaya hidup. Simbol kosmopolitan. Simbol eksistensi orang kota. Simbol kemewahan. Simbol 'aktualisasi diri'. Di kedai itu para pengunjung mengkreasi citra dirinya, bersenggama dengan simbol-simbol semu. Orang-orang merasa harus 'hafal' berbagai bentuk sajian di kedai itu agar terlihat pintar dan tidak ketinggalan jaman. Orang-orang merasa harus punya jenis kopi favorit tertentu dan merasa harus jadi kecanduan ngopi di situ agar terlihat keren dan gaul. Kedekatan individu dengan simbol-simbol yang dipilih akan membentuk gambaran diri yang selanjutnya akan membentuk citra diri. Kebutuhan akan pencitraan inilah, yang diolah oleh para kapitalis untuk mengeruk keuntungan.

Citra diri bagi setiap individu merupakan hal yang sangat penting. Setiap hari, individu pada dasarnya hanya bergelut untuk membentuk citra diri yang dikehendaki. Kehidupan di kota di mana waktu berjalan lebih cepat memaksa individu untuk juga mencari simbol-simbol instan untuk mengkreasikan citra dirinya. Dalam pola hidup serba instan itu simbol-simbol materilah yang paling gampang didapatkan. Individu yang lahir dan menceburkan diri pada jaman serba instan ini bakal kerepotan kalau mencari simbol citra diri pada hal-hal esensial non-materi seperti kepribadian, intelektual, nilai-nilai, sikap, karakter dan yang sejenisnya. Ia akan terlihat bodoh di tengah arus konsumerisme yang sebenarnya juga tolol.

"Apa yang aku konsumsi itulah citra diriku"

Individu yang berpunya dalam masyarakat di mana peradabannya tidak dibangun dari tradisi berpikir kritis, slogan semacam itu menimbulkan sebuah sikap paradoks. Sebuah paradoks nyata seperti antrian mobil pribadi di pom bensin pada saat harga BBM akan dinaikkan. Mereka rela mengantri hanya untuk menghemat beberapa ribu rupiah. Pada lain waktu, mereka juga rela mengantri untuk membeli sepotong roti yang bisa berbicara, Breadtalk yang harga sepotongnya lebih mahal dari harga seliter bensin. Lalu jangan heran jika kita mendengar sebuah obrolan berisi padaroks; sumpah serapah sekelompok mahasiswa pada rencana kenaikan harga BBM dan diskusi-diskusi mereka justru berlangsung di tempat-tempat sejenis Starbucks. Lahir generasi yang begitu kencang mempertanyakan kenapa harga BBM naik (cuma beberapa ratus rupiah dalam kisaran tahun yang sebenarnya masih dalam batas wajar) tetapi tidak berani menanyakan kenapa harga secangkir kopi Starbucks cukup untuk membeli lima liter bensin. Atau bagaimana harga untuk konsumsi sebungkus nikotin tiap harinya bisa merampas kasih sayang seorang buruh yang seharusnya bisa membelikan anaknya sepasang sepatu sekolah. Dari lingkar paradok ini lahir generasi tanpa karakter.

***

Gaya hidup sebenarnya adalah simbol dari pemaknaan relasi sosial di antara manusia. Lewat secangkir kopi itu mungkin saja ibuku sedang memotret sebuah ketidakpedulian sosial yang sesungguhnya; gaya hidup bermewah-mewahan. Kemewahan yang dikecap di tengah tangisan bocah-bocah busung lapar, orang-orang sakit yang meninggal di gubuk reot karena tidak mampu berobat dan mungkin tangis sesal bocah-bocah yang tidak mampu bersekolah. Dari tetes kopi starbucks di negeri yang katanya nomor satu dalam bertuhan ini, lahir generasi yang memahami kepedulian hanya sebatas pada kotak amal di masjid. Mereka lupa bahwa gaya hiduplah sebenarnya ukuran bentuk kepedulian sosial. Gaya hidup melahirkan sikap dan tindak keseharian.

Dalam konteks mahalnya harga secangkir kopi barangkali ibuku sedang mempertanyakan begitu mewahnya kehidupan di luar sana. Sebuah kemewahan yang tidak pernah terbayangkan seumur hidup baginya dan mungkin bagi jutaan ibu di pelosok negeri celaka ini. Jutaan ibu yang mungkin membeli sekilo beras paling murah pun tidak sanggup.

Gaya hidup mewah adalah sebuah bentuk ketidakpedulian yang sesungguhnya. Bagi ibuku dan jutaan ibu-ibu yang tinggal di pelosok negeri ini, mungkin berlaku mewah adalah sebuah dosa. Bahkan untuk sekedar mendengar cerita secangkir kopi Starbucks pun ibuku mesti harus sering berucap “astaghfirullah... Gusti Allah...”

Rabu, 07 Mei 2014

Graduation

...dan saat kita ngobrol semalaman membicarakan tentang sisa umur kita, kemanakah kita nanti saat umur kita beranjak 25 tahun? Aku berpikir bahwa waktu tak akan berubah, menganggap segalanya akan selalu sama. Tapi ketika kita memutuskan berpisah tahun itu, kita tak akan kembali seperti dulu lagi. Tak akan ada bersama lagi karena kita sudah berada di jalan yang berbeda. Maka jika ada yang ingin kamu ucapkan, lebih baik kamu ucapkan sekarang karena kita tak punya hari lain. Karena kita akan mulai bergerak dan tak bisa melambat, apalagi kembali.

***

Memori itu berlalu-lalang seperti film tanpa suara, dan aku selalu mengingat malam itu di bulan Juni. Waktu di mana aku tak mengerti betul apa itu cinta, dan kamu datang terlalu cepat. Kamu yang suka menertawai diri sendiri dan menganggap hidup tak adil. Kamu yang selalu tahu segalanya dan selalu benar, tapi rela menunggu aku yang tak pernah pasti dan penuh ingkar. Membuatku bahagia dan takut di saat yang bersamaan.

***

Sementara kita terus bergerak, kita mengingat semua waktu yang kita habiskan bersama. Alunan "i'll go wherever you will go" tak pernah bosan kamu putar berulang-ulang. Ingatkah kamu pernah bilang kalau kamu benci hari libur; terasa sangat lama dan menyiksa hanya karena kita tidak bisa saling bertemu. Sesungguhnya kitalah yang berubah sayang. Hidup, akan tetap sama.

***

Jadi suatu saat nanti ketika kita sudah terpisah jauh, masing-masing mendapatkan pekerjaan yang bagus, menghasilkan banyak uang, menikah dan punya anak. Dan ketika kita melihat kembali ke belakang; Masihkah lelucon kita dulu tetap lucu? 

***

Maafkan aku yang mengira kamu tidak bahagia bersamanya. Aku tidak menyesalimu, dan kuharap kamu juga begitu.

Jumat, 18 April 2014

Echo From Neutral Fans

"Jika Chelsea memenangi liga, maka selamat kepada mereka. Jika City yang memenangi liga, maka selamat kepada mereka. Namun jika Liverpool yang memenangi liga, maka selamat kepada liga".


"Ini sebagai bukti kalau kita sangat berharap sepak bola bukan dibangun hanya berdasarkan uang. Betapa orang begitu rindu akan sepakbola yang dibangun dengan idealisme dan filosofi sebuah kebersamaan. Uang memang mungkin bisa membeli gelar, tapi uang tidak bisa membeli kebanggaan."


"Jika Atletico Madrid dan Liverpool mampu memenangi liga mereka masing-masing di musim ini, maka ini akan menjadi kemenangan bagi dunia sepak bola."