Kamis, 10 Januari 2008

Get Ready fo da new Lifeee

Hip hip hurray... Kemarin nilai mata kuliah sudah keluar dan hasilnya lumayan memuaskan. Sekarang IPK sudah melewati target. Dan kini tinggal ujian meja alias sidang akhir... huiii swenenge atikyw. Dan yang lebih menyenangkan lagi, kalau aku bisa dapat nilai A untuk skripsiku... IPK-ku bakalan melonjak jauh melewati perkiraanku. Dan satu lagi, kalaupun nilai itu dirubah menjadi yang terendah... IPK-ku tidak sampai anjlok melewati batas targetku. Sip....

Tapi bukan berarti aku begitu mendewakan sistem penilaian yang dibuat oleh sekolah. Tidak mutlak seorang dengan nilai terbaik adalah yang terbaik. Justru mungkin malah sebaliknya. Sebenarnya, tidak berarti huruf-huruf dan angka-angka itu. Itu tidak lebih dari interpretasi para penentu kebijakan nilai yang juga manusia biasa, yang juga berarti tidak luput dari kekeliruan. Bahkan lebih sering keliru ketimbang benarnya. Bukankah persepsi manusia itu sifatnya relatif? Misalnya, pernah, Ichal salah satu temanku tidak diluluskan pada salah satu mata kuliah, padahal menurut persepsi kami dia paling berhak dapat nilai terbaik. Tapi kenyataannya menunjukkan bahwa persepsi kami dengan persepsi dosen berbanding terbalik seperti hitam dan putih, ada dan tiada, atas dan bawah. Tolak ukur kami dengan dosen dalam memberi penilaian mungkin berbeda, tapi kami tidak habis pikir parameter apa yang digunakan dosen sampai-sampai tidak meluluskan Ichal. Padahal jika menggunakan tolak ukur pada umumnya, dia sudah pantas lulus, meskipun tidak dengan nilai memuaskan. Akhirnya kami sampai pada kesimpulan bahwa tolak ukur dosen itu karena Ichal jeleeek. Udah hitam, kriting, pendek, idup lagi. hihihihihihi sori cal

Setelah aku pikir-pikir sampai jungkir balik (halah), aku memutuskan untuk tidak mau lagi melanjutkan studiku ke jenjang yang lebih tinggi. Ketika aku wisuda nanti, cukup sampai di situlah urusanku dengan dunia sekolah. Aku tidak ingin mengorbankan apa-apa lagi dari kedua orang tuaku. Sudah saatnya untuk mengambil langkah yang aku rasa paling tepat demi pembangunan mimpiku. Tapi bukan berarti aku berhenti dari dunia pendidikan. Bagiku pendidikan adalah seumur hidup, dan pendidikan tidak sama dengan sekolah. Aku bisa mendapatkan ilmu meski bukan di sekolah. Bahkan menurutku ilmu justru lebih banyak tersebar di luar ruang-ruang sekolah. Minimal, kalaupun suatu saat nanti aku berubah pikiran dan ingin melanjutkan sekolah, pastinya 1). biaya dari diri sendiri; dan 2). tidak akan lanjut di Indonesia. Kecuali negeri ini bertobat dan kemudian bangkit dari kebobrokannya. bagaimana tidak, sudah mahal, kualitas jeblok.

Kemarin, salah satu teman dari Equilibrium (komunitas peduli alam di kampusku) menikah. Namanya jen, dia adalah 'Ibu' kami kalau sedang mendaki gunung. Meskipun di puncak udara dingin, ransum pas-pasan, tapi kalau ada Jen, pasti makanannya enak. Salah satu dari segelintir cewek yang punya hobi naik gunung. Tapi meskipun dia cewek, kemampuan fisiknya mirip Flinstones. Kita udah ngos-ngosan sampai nafas bunyi peluit, dia masih biasa saja. Ini cewek apa batu ya? Sampai hari pernikahannya kemarin, aku baru yakin kalo Jen itu bener-bener cewek. Acaranya berlangsung di gedung mewah, sangat meriah. Makanannya super enak, dan pakaian para undangan begitu mewah. kondisi ini begitu jauh berbeda ketika kami sama-sama di puncak. Dan ternyata Jen bisa juga ya pake bedak. Selamat yah, Jen... Setelah pensiun dari mendaki gunung, akhirnya giliran kamu yang didaki! xiixixxixixi.. Mungkin di lain kesempatan, aku ingin upload hasil foto-foto kami di acara pernikahannya kemarin. - dream blog -

0 komentar: