Terminal Batu Ampar, jalur angkot. Malam ini sepi, hitam mulai mati, jalan rusak masih tetap rusak. Kios-kios di kanan kiri, lagu karaoke dangdut masih digeber, tukang cukur, warteg, dan wc umum masih pada tempatnya. Di dalam angkot juga sepi, cuma ada aku dan seorang penumpang. Hanya ada aku, penumpang di sebelahku, dan rokok di mulutku.
Mataku mulai lelah rasanya. Keringat dan debu jadi lapisan tambahan di seluruh permukaan kulitku.
Pom bensin.. samping Kebun Sayur.. RE Martadinata.. jalan kulewati satu per satu. Basah dan hitam, kota ini bungkam dan kaku tak bergerak malam ini. Pertigaan depan Benakutai, akhirnya di penyeberangan jalan di depan Ramayana penumpang di sebelahku turun. Sekarang aku sendirian.
Terus menapaki jalan-jalan hitam keras dengan roda mobil ringsek ini. Hotel Blue Sky, lampu merah, kantor pos, pasar Rapak, Ramayana lagi... Sudirman, BP, ke kiri... berputar, kiri, dan kembali terminal lagi. Ini aku ulang-ulang setiap hari.
Pagi buta hingga malam hitam seperti sekarang. Panas dan hujan basah. Debu, angin, semua yang di jalanan. Polisi-polisi sialan, orang-orang dalam mobil mewah, penumpangku, jalanan rusak di terminal, dan bosku yang selalu menagih setoran. Setiap hari.
Kadang bosan juga. Lelah.
Terlebih tulang punggungku yang terus menerus kuletakkan di kursi kemudi sialan ini. Pantatku serasa ingin meledak, dan kakiku sungguh berteriak minta tolong karena pedal kopling yang terus-menerus minta kuinjak.
Entah apa yang ada di dalam kepalaku. Kuulang-ulang rute gila ini setiap hari, kuhirup debu dan asap, kumasukkan dalam paru-paruku, kutempel di kulitku yang hitam legam. Tidak lupa kumasukkan ke dalam mataku hingga coklat.
Apa yang setiap hari kulakukan ini benar-benar membuatku muak. Tapi aku harus jalan terus. Supaya ada yang bisa dimakan oleh istriku besok, ia sedang sakit sekarang. Juga untuk anak-anakku, tentu. Dan uang sekolah mereka... ah, entah tentang itu...
Mungkin aku memang telah gagal. Atau ditakdirkan untuk gagal. Anak-anakku kelak akan jadi orang sepertiku lagi, apa yang dapat diharapkan oleh seorang lulusan SD seperti mereka? Yah, aku punya khayalan, tapi aku tidak menjadikannya impian... itu gila... aku bisa gila kalau mengharapkan khayalan-khayalanku terjadi.
Yang berani aku harapkan hanyalah, ada uang untuk menebus obat istriku, dan ada yang dapat dimakan oleh anak-anakku.
Memikirkan ini membuatku ingin tidur dan tidak perlu bangun lagi. Hidup ini melelahkan buatku, kau tahu.
Entahlah... aku hanya bisa menyetir.
Rabu, 06 Juli 2011
Sopir Angkot
Kamis, 16 Juni 2011
Mama... anakmu rindu!!!!
Mama tersayang,
Hari ini seorang teman bertanya, “Pernahkah kamu menyesali keputusanmu untuk pergi?”. Saya terdiam, dan ingatan tentangmu kembali berhamburan. Tentang kalian. Tentang kita.
Mama tersayang,
Meninggalkan kalian adalah hal tersulit yang pernah saya lakukan. Setahun lebih nyaris berlalu dan air mata ini belum juga habis. Namun jawaban atas pertanyaan itu adalah tidak; saya tidak menyesal.
Mama tersayang,
Maafkan saya atas segala luka yang saya timbulkan. Maafkan saya karena tidak sanggup memenuhi janji untuk terus bersama sampai Tuhan memanggil salah satu dari kita. Maafkan saya karena harus menjadi orang pertama yang pergi, dan perpisahan itu bukan disebabkan oleh maut.
Maafkan saya karena tidak mampu memenuhi harapan-harapanmu. Maafkan saya karena telah mengecewakanmu begitu rupa. Maafkan saya atas segala air mata, kesedihan, dan rasa sakit yang timbul karena saya tidak bisa lagi menjadi seseorang yang dibanggakan.
Namun Mama… saya tidak menyesal.
Untuk pertama kalinya saya benar-benar tahu apa itu bahagia.
Dan Mama, saya jatuh cinta.
Jatuh cinta ternyata perasaan yang luar biasa. Perasaan yang membuat seseorang rela mendaki gunung demi terjun bebas dari bibir jurang, remuk-redam babak-belur, lalu berjuang mendaki lagi hanya untuk mengulangi hal yang sama setibanya di atas.
Saya jatuh cinta kepada hidup dan kehidupan ini mama…!
Hidup memang tidak mudah, dan berkali-kali saya membayangkan apa rasanya kembali berada dalam perlindunganmu, naungan kasihmu, belaian tanganmu. Namun kini saya belajar percaya. Sesuatu yang dulu tidak pernah bisa saya lakukan. Saya belajar mempercayai diri sendiri. Saya belajar mengandalkannya. Saya belajar menjadi jujur pada perasaan dan kebutuhan saya. Dan saya belajar mencintainya apa adanya. Ternyata, mencintai diri sendiri itu tidaklah buruk.
Mama tersayang,
Di sini saya belajar
Bahwa setiap detik dan hirupan nafas adalah keajaiban.
Bahwa hidup bukanlah sesuatu yang bisa didikte berdasarkan buku panduan.
Bahwa cinta bukanlah sekumpulan teori yang menjamin hasil sama bagi mereka yang mengalaminya.
Bahwa perbedaan ada bukan untuk dihilangkan atau dibenci, melainkan dihargai dan diterima apa adanya—karena setiap manusia sama berharganya.
Dan bahwa Tuhan tidak seperti yang kita perbincangkan selama ini.
Saya belajar mengenal-Nya dengan cara yang sama sekali berbeda, namun kini Ia terasa jauh lebih nyata. Sangat dekat … dan ada.
Mama tersayang,
Saya baik-baik saja di sini. Saya bahagia.
Semoga itu cukup.
/ Kamis, Juni 16, 2011 0 komentar
Kategori: Refleksi
Minggu, 13 Februari 2011
Obat Cinta
Suatu hari nanti di masa depan, cinta akan diperjualbelikan dalam bentuk pil. Siapa ingin cinta, belilah sebotol, tenggak sebutir, maka hadirlah cinta. Atau kalau kau benci menelan pil, tinggal kau minta tablet hisap cinta atau ada juga obat cinta dalam bentuk spray dan sirup. Lebih praktis lagi, pesanlah sticker cinta dan tempel di pantat atau ubun-ubunmu, hadirlah cinta di sana. Dengan deras dan lancar. Bisa juga kau beli paket hemat, cinta menggebu plus ngentot tiga hari tiga malam, atau cinta yang lembut disertai grepe-grepe sekitar delapan jam, bisa ditambah dengan obat gosok cinta. Untukmu yang lebih bajingan, tinggal minta kondom rasa cinta, menghadirkan cinta di setiap sodokan penismu ke dalam lubang vagina perempuan yang kau setubuhi atau kau perkosa. Cinta bisa muncul di manapun dan kapanpun, asal kau punya obatnya.
Tapi jangan harap cinta akan hadir tanpa obat-obatan itu. Cinta telah lama mati di dunia. Tidak ada cinta lagi. Di kota atau di desa, di laut atau di dalam rimba, cinta telah mampus, cinta hanya ada di dasar jurang neraka paling jahanam. Terbakar melepuh meleleh dan kemudian gosong menjadi abu, ditiup angin dan lenyap dari alam semesta. Sekali lagi: Cinta telah mati.
Beli sekarang mumpung lagi diskon, hari palentin hari kasih sayang. Lihatlah cinta botolan ini, menjanjikan cinta menggairahkan yang hangat-hangat panas.
Cinta diperjualbelikan, cinta menjadi komoditi. Tak ada cinta di kepala manusia, tak ada cinta di kehidupan manusia, tak ada cinta di dalam kemanusiaan, bahkan mungkin kemanusiaan pun telah minggat dari dirinya sendiri lari mengejar cinta ke alam baka untuk menemaninya di neraka. Getir dan suram, itulah manusia tanpa obat-obatan cinta, tanpa cinta dan tanpa kasih sayang. Karena cinta telah diternak dan kemudian dijagal, ekstraknya dijadikan pil atau tablet hisap, juga jenis obat lain serta paket-paket hemat yang tersedia di pasaran. Tak membeli maka tak ada cinta, cinta tidak lagi ada di dada tapi di laboratorium kimia.
Hari ini cinta mulai diperjualbelikan. Cinta dan kasih sayang mulai dijagal dan terwakili oleh materi, dalam bentuk kertas jantung hati merah muda dan coklat juga barang-barang TOLOL dan GOBLOG lainnya. Besok cinta akan musnah dan mampus diinjak-injak manusia. Carilah cinta di apotik. Besok hari fucklentine. Mari kita rayakan boikot.
Kamis, 03 Februari 2011
Pengalaman Seleksi Penaksir di PERUM Pegadaian
Beberapa hari sejak bulan lalu aku ikut seleksi calon pegawai tetap di Pegadaian untuk posisi Penaksir. Aku ingin menuliskan pengalamanku, agar di tahun depan, bagi mereka yang ingin melamar kerja di Pegadaian dapat mempunyai persiapan yang lebih matang dari aku, dan lebih penting lagi, agar berhasil mendapatkan posisi di Pegadaian, khususnya penaksir seperti yang aku lamar sekarang ini.
Sebelumnya aku ingin menjelaskan bahwa Pegadaian selalu membuka lowongan untuk Penaksir setiap tahunnya, biasanya akhir tahun, di bulan Desember siap-siaplah untuk rajin membuka situs Pegadaian (www.pegadaian.co.id) bagi yang berminat. Beberapa teman kuliahku sudah berhasil diterima dan dari merekalah informasi proses seleksi aku dapatkan. Kata mereka, bekerja di Pegadaian merupakan sesuatu yang membanggakan. Selain dapat membantu masyarakat menengah ke bawah (dalam hal penyaluran kredit atas dasar gadai) khususnya UKM, kita juga memperoleh penghasilan yang sangat lumayan (gaji dan tunjangannya mantap). Cuma salah satu syaratnya umur yang tidak boleh lebih tua dari 26 tahun bagi pelamar S1 (kelahiran 1984 max.). Jadi bagi yang masih muda, apalagi yang baru lulus, cepatlah melamar. Aku aja ini udah tahun terakhir bisa melamar, tahun depan (kalo kali ini gak lulus) sudah tidak bisa lagi.
Saat aku menulis ini, aku sudah memasuki tahapan pertengahan, masih ada 2 tahap lagi di depan (Test Performance & tes kesehatan). Jadi untuk yang dua itu aku belum bisa kasih info karena belum kulewati. Inipun aku masih dag dig dug psikotesku kemarin lulus apa tidak ya? (tgl 11 Feb. 2011 pengumumannya).
Tahap 1. Masukin lamaran. Ketika lowongan sudah dibuka (cek situsnya), download PDF-nya di menu 'karir' dan baca baik-baik persyaratannya, berkas apa saja yang harus diikutkan dll. Ini gak perlu dijelaskan lagi. Baca aja di PDF-nya yang bisa didownload lewat situsnya (kalau lowongan sudah dibuka).
Tahap 2. Wawancara. Di sini khusus wilayahku (Balikpapan) terus terang banyak yang gagal. Dari 150+ peserta yang tersisah hampir setengahnya atau tinggal sekitar 80-an orang di tahap selanjutnya. Siapkan pengetahuan tentang pegadaian; apa itu pegadaian, produknya apa saja, dan apa saja yang bisa dipelajari dari Pegadaian. Buka situsnya, baca-baca, cari di internet, Wikipedia, dll. Kalau bisa jangan dihafal, tapi pahami, kalau menghafal tentunya kelihatan, kaku dll. Intinya sampaikan dengan cara kita. Saat diwawancara aku fokus pada membandingkan antara proses kredit di bank dengan pegadaian (yang tentunya menonjolkan kelebihan pegadaian daripada bank). Jangan lupa pelajari Indikasi makro di Indonesia dan kalau perlu internasional dan hubungannya dengan Pegadaian (gak nyangka pertanyaan kayak gini bisa keluar). Untungnya saat diwawancara aku masih ingat pelajaran waktu kuliah.. 3 taun lalu.. hehehehe sukurlah.
Selain itu juga siapkan jawaban diplomatis dari pertanyaan-pertanyaan jebakan, misalnya kita ditanya contoh kasus kita ditempatkan ke daerah yang bagaimana, mau apa tidak dan kenapa? Atau pimpinan kita lebih muda dari kita, bagaimana menurut kita? Atau misalnya kalau ada uang yang kurang di kasir (timbul selisih), gimana? Mau nombok atau gimana dan kenapa? Ya kalau kurangnya 20 rebu. Kalo jutaan? dll.
Terakhir, siapkan ide yang bisa memajukan Pegadaian, atau bagaimana pegadaian bisa tetap memimpin, meskipun bla bla bla.... misalnya. Kalau tidak salah di akhir-akhir wawancara ada pertanyaan2 semacam itu.
Tahap 3. Tes TPA & Bahasa Inggris. Di tes TPA, pelajari:
-sinonim kata, misalnya Pandir=...? a. pandai b. bego c. pemandangan d. cute e. semuanya benar.. lha?
tes padanan kata. misalnya hidung = upil, mata =...? a. emas b. air mata c. belek d. kebo e. retina
itung-itungan, misalnya: jika saya naik motor ke stadion dari jam 1 siang dengan kecepatan rata-rata 20km/jam dan sempat singgah ke warung sekitar 30 menit lebih 2 jam 27 menit dan sampai di stadion jam 3 subuh, maka berapakah bensinku tersisa? a. setengah galon b. abis bos, dorong sampe stadion c. semuanya ngaco d. anjrit e. au ah gelap
tes aritmetika. <--- paling susah menurutku. dari 30-an soal yang kujawab (gak tau benar apa salah) cuma 8 nomor yang aku berusaha untuk mencari jawabannya, selebihnya hitung kancing alias ngasal. tes seri angka & huruf: misalnya: 1 3 5 7 9 ... selanjutnya a. 11 b. 10 c. 19 d. 21
Kemudian tes bahasa Inggris. Pelajari TOEFL, soal-soal seperti disuruh melengkapi kalimat, atau mencari kata yang salah dalam kalimat, atau soal cerita. Tidak ada Listening.
Kurang lebih seperti itu tes TPA & Bahasa Inggris. Mungkin cuma itu yang bisa kuingat, jadi jangan dijadikan satu-satunya patokan, pelajari yang lainnya yang mungkin belum ada di atas. Selain kemungkinan aku salah ingat, juga Pegadaian tiap tahunnya mungkin selalu meng-upgrade soal dan metode seleksinya. Jadi di tahun ini belum tentu sama dengan tahun depan. Juga jangan lupa untuk memastikan menjawab semua soal, entah itu salah atau benar, yang penting terisi. Daripada kosong, itung-itung ada yang kebetulan benar, toh tidak ada nilai minus kalo salah.
Tahap 4. Psikotes.
Sering latihan hitungan koran, Tes Wartegg, gambar pohon (Baum), gambar orang, dan gambar rumah. (Cari di internet contoh-contohnya). That's all.
Tahap 5. Test performance aku belum ikuti. Doakan saja di psikotes aku lulus sehingga bisa ikut tes performance. Kalau memang iya, akan aku tuliskan pengalamanku di sini.
UPDATE:
Ok, so here we go. Aku sudah melewati tes performance dan tes kesehatan, tigngal menunggu pengumuman final di 11 maret nanti. Kalau lulus, berarti tinggal OJT (On the Job Training) dan Training ke Jawa. Wish me luck!
Dan ternyata, tes Performance adalah interview lagi. Yang interview dari para petinggi Pegadaian setempat. Pertanyaannya sangat standar, seperti, apa motivasi melamar di Pegadaian? Apa kelemahan dan kekurangan? dan juga tentang hobby. Cuma seputar diri sendiri. Abis itu disuruh jalan keliling ruangan dengan cara berbaris. Aku tidak tahu apa artinya itu, tapi aku memilih untuk berjalan sedikit lebih cepat (tapi tidak kentara) dari peserta lain.
Setelah dinyatakan lulus, besoknya aku langsung mengikuti tes kesehatan di RS yang ditunjuk Pegadaian. Untuk tes kesehatan, kita disuruh puasa mulai jam 10 malam hingga tes besoknya. Tesnya diambil sampel urin, darah, ukur tinggi dan berat badan, tensi tekanan darah, rekam jantung, rontgen, tes buta warna, tes pendengaran, pemeriksaan umum seperti gigi, pupil mata, telinga, tenggorokan, dan anus.. that's all.
Bagi kalian yang baru ingin melamar dan sudah membaca pengalamanku di atas, what the fucking hell are you waiting for?? Sudah ada gambaran jelas tentang tesnya, tinggal latihan dan yakinkan diri lulus! GO Pegadaian!
Sabtu, 15 Januari 2011
Aku Ingin Menangis
Aku ingin menangis.
Merasakan lagi saat-saat itu, ketika bumi terbasahi dan pintu surga merekah terbuka.
Aku ingin menangis.
Mengeluarkan segala tumpukan perasaan yang tak mungkin diekspresikan dengan bahasa lain.
Aku ingin menangis.
Membiarkan diriku menjadi cengeng dan bodoh.
Aku ingin menangis.
Entah berapa tahun lalu aku terakhir kali menangis.
Aku ingin menangis.
Lepas dan bebas seperti ketika aku baru hadir ke dunia ini.
Aku ingin menangis.
Seperti ketika aku ada di dalam pelukan ibu-bapakku.
Aku.
Ingin.
Menangis.
Jumat, 03 Desember 2010
Teka-teki yang Ganjil
Pada malam itu kami berkumpul dan berbicara
Dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar
Masing-masing berbicara tentang keinginannya
yang sederhana dan masuk akal
Ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur
di rumah kontraknya
Dan itu mengingatkan yang lain
bahwa mereka juga belum punya panci, kompor,
gelas minum dan wajan penggoreng
Mereka jadi ingat bahwa mereka pernah
ingin membeli barang-barang itu
Tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur
oleh keletihan kami
Dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
Ternyata banyak di antara kami yang masih susah
menikmati teh hangat
Karena kami masih pusing bagaimana mengatur
letak tempat tidur dan gantungan pakaian
Ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandi sendiri
Dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen
dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun
Kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum
yang sudah berlalu
Tiga partai politik yang ada kami simpulkan
Tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh
Mereka hanya memanfaatkan suara kami
demi kedudukan mereka
Kami tertawa karena menyadari
Bertahun-tahun kami dikibuli
dan diperlakukan seperti kerbau
Akhirnya kami bertanya
Mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat
padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam
Mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh
untuk menyekolahkan anak-anaknya
Padahal mereka tiap hari menghasilkan
berton-ton barang
Lalu salah seorang di antara kami berdiri
Memandang kami satu-persatu kemudian bertanya:
'Adakah barang-barang yang kalian pakai
yang tidak dibikin oleh buruh?'
Pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati
barang-barang yang ada di sekitar kami:
neon, televisi, radio, baju, buku...
Sejak itu kami selalu merasa seperti
sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
Dan teka-teki itu selalu muncul
ketika kami berbicara tentang panci-kompor-
gelas minum-wajan penggoreng
Juga di saat kami menghitung upah kami
yang dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-shampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
Kami selalu heran dan bertanya-tanya
Kekuatan macam apakah yang telah menghisap
tenaga dan hasil kerja kami?
Kalangan, Solo, 21 September 93. - Wiji Thukul
Sabtu, 20 November 2010
Sesuatu
Ternyata sesuatu yang ada di depan mata dapat begitu saja pergi tanpa dapat dikendalikan. Ternyata emang sesuatu amat mudah berubah, dan hilang begitu saja. Apa yang tadinya keliatan amat deket di depan mata, hilang dan pergi begitu saja tanpa tengak-tengok lagi. Itu di depan mata, bagaimana dengan sesuatu dengan jarak ribuan kilometer...
Tapi yang jadi pertanyaan, sesuatu yang meninggalkan saya; atau saya yang meninggalkan sesuatu itu? Hingga detik ini saya tdk tau siapa dari antara dua yang "pergi" lebih dulu. Segala yang ada begitu tidak stabil, begitu mudah hilang, semuanya jadi bullshit, dan akhirnya tanpa makna sama sekali.
Sesuatu, I miss you.
Senin, 15 November 2010
Malam Idul Adha 2010
Tidak terasa Hari raya Idul Adha telah tiba. Tapi rumahku lengang, hanya aku berdua dengan kakak. Tak ada menu spesial, tak ada acara makan enak. Tak ada percakapan yang berarti. Kami berdua menghabiskan waktu sendiri-sendiri. Berseliweran dari ruang satu ke ruang lain di dalam rumah, berpapasan. Seperti tak saling kenal. Kecuali jika saat makan tiba, kami baru berinteraksi. siapa yang duluan lapar yang memulai percakapan. "Makan," salah satu dari kami bergumam. "Makan apa?", "Apa yang enaklah". "Ok". Selanjutnya hanya upaya pemenuhan isi perut. Setelah itu, tenang. Kembali dengan urusan masing-masing. Berseliweran dari satu ruang ke ruang lain di dalam rumah, berpapasan. Tidak ada hal penting yang harus dibicarakan. Kalau bosan, aku keluar. Entah ke warnet, ke rumah teman. Ke kantor, ke mana-mana. Pulang, begitu lagi. Selalu begitu.
Selamat berkurban untuk Allah.
Minggu, 31 Oktober 2010
Marjukay Alay
Jakarta - Bencana gempa dan tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, sudah merenggut ratusan korban jiwa. Bagi Ketua DPR Marzuki Alie, musibah tersebut adalah risiko penduduk yang hidup di wilayah pantai.
"Mentawai itu kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/10)
Menurut politisi Partai Demokrat ini, seharusnya warga yang takut ombak jangan tinggal di daerah pantai. Alasannya, jika ada bencana seperti tsunami, maka proses evakuasinya menjadi sulit.
"Siapa pun yang takut kena ombak jangan tinggal di pinggir pantai. Sekarang kalau tinggal di Mentawai ada peringatan dini dua jam sebelumnya, sempat nggak meninggalkan pulau?" tanya Marzuki.
Bahkan dia menyarankan agar warga Mentawai dipindahkan saja. Hal ini bertujuan agar bencana serupa tidak lagi terjadi di Mentawai.
"Kalau tahu berisiko pindah sajalah," imbuhnya. "Kalau rentan dengan tsunami dicarikanlah tempat. Banyak kok di daratan," sambungnya.
Terakhir, Marzuki mengimbau agar bantuan terhadap korban Mentawai terus diberikan. Selain itu, kerusakan alat BMKG soal peringatan tsunami juga perlu diperbaiki.
"Kalau rusak diperbaiki. Kalau hilang dibeli lagi," tutupnya.
Bencana Mentawai telah merenggut 113 jiwa dan ratusan lain masih hilang. Cuaca buruk dan medan yang sulit membuat proses evakuasi korban. Sedikitnya ada 6 ribu penduduk yang tinggal di wilayah kepulauan tersebut.
http://www.detiknews.com/read/2010/10/27/154326/1476728/10/marzuki-tsunami-itu-konsekuensi-warga-yang-hidup-di-pulau
---------------------------------------------------------------
Jakarta - Ketua DPR Marzuki Alie meminta anggotanya fokus pada pekerjaannya mengawasi kinerja pemerintah. DPR tidak wajib ikut serta dalam tanggap bencana.
"Tugasnya pengawasan bukan tanggap darurat. Jadi melakukan pengawasan itu kita. Liat dulu jadi tolong dipahami tugas DPR, DPR bukan eksekutor," ujar Marzuki kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/10/2010),
Marzuki meminta semua anggota DPR konsentrasi dengan pekerjaan masing-masing. Kunjungan kerja DPR ke daerah dan ke luar negeri, menurut Marzuki tidak boleh terganggu.
"Semua di DPR ada tugas-tugasnya, jangan masalah seluruh RI berhenti bekerja dan ke Mentawai. Ada yang ngurusin Mentawai, ada yang ngurus pemerintahan. Jangan gara-gara Mentawai kita berhenti bekerja," terang Marzuki.
Apalagi, Marzuki menambahkan, pemerintah memiliki badan khusus penanggulangan bencana. Badan tersebut lah yang menurut Marzuki paling bertanggungjawab dalam tanggap bencana.
"Kan ada BNPB, ada dananya. Untuk tanggap darurat masing-masing bekerja. Presiden sebenarnya tidak perlu, tapi karena bentuk empati beliau makanya ke sana," terang Marzuki.
Karena itulah Marzuki belum ingin ke Mentawai. Marzuki akan ke Mentawai belakangan setelah BNPB menyelesaikan tugasnya memberikan bantuan kepada korban bencana.
"Saya ke sana mau ngapain, nonton? Apa yang mau dilakukan sebagai Ketua DPR. Nanti setelah BNBP bekerja kita datang, kita awasi bagaimana pengucuran dananya," jelas Marzuki.
Marzuki kemudian meminta semua komisi yang akan ke luar negeri tidak membatalkan misinya. Sebab, menurutnya DPR butuh suntikan ilmu dari studi banding ke luar negeri.
"Jadi jangan Komisi V tidak berangkat. Yang ke luar negeri suruh pulang? Untuk apa, nanti yang orang relawan bantu nggak dapat tiket. Jangan seolah-olah semuanya DPR, eksekutor kan pemerintah," tutupnya.
http://www.detiknews.com/read/2010/10/28/172342/1477924/10/ketua-dpr-tugas-dpr-hanya-pengawasan-bukan-tanggap-darurat
Bacotmu Juk, Juk..
Ketika bangsa lain, negara tetangga, artis hollywood, bahkan tukang mabok tukang judi dengan sisa-sisa ketulusannya turut berbela sungkawa atas bencana alam yang melanda Indonesia...
Yang dipertuan, Your majesty, Sang "ketua dewan perwakilan rakyat" kita sendiri cuma bilang; pindah aja ke daratan, tinggal di pulau itu resiko, kalo takut ombak jangan tinggal di pantai!
Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia
Suatu hari Tuhan tersenyum puas melihat sebuah planet yang baru saja diciptakan- Nya. Malaikat pun bertanya, "Apa yang baru saja Engkau ciptakan, Tuhan?" "Lihatlah, Aku baru saja menciptakan sebuah planet biru yang bernama Bumi," kata Tuhan sambil menambahkan beberapa awan di atas daerah hutan hujan Amazon. Tuhan melanjutkan, "Ini akan menjadi planet yang luar biasa dari yang pernah Aku ciptakan. Di planet baru ini, segalanya akan terjadi secara seimbang".
Lalu Tuhan menjelaskan kepada malaikat tentang Benua Eropa. Di Eropa sebelah utara, Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluang dan menyenangkan seperti Inggris, Skotlandia dan Perancis. Tetapi di daerah itu, Tuhan juga menciptakan hawa dingin yang menusuk tulang.
Di Eropa bagian selatan, Tuhan menciptakan masyarakat yang agak miskin, seperti Spanyol dan Portugal, tetapi banyak sinar matahari dan hangat serta pemandangan eksotis di Selat Gibraltar.
Lalu malaikat menunjuk sebuah kepulauan sambil berseru, "Lalu daerah apakah itu Tuhan?" "O, itu," kata Tuhan, "itu Indonesia. Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan di sana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah, suka menolong dan berkebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni."
Dengan terheran-heran, malaikat pun protes, "Lho, katanya tadi setiap negara akan diciptakan dengan keseimbangan. Kok Indonesia baik-baik semua. Lalu dimana letak keseimbangannya? "
Tuhan pun menjawab dalam bahasa Inggris, "Wait, until you see the idiots I put in the government." (tunggu sampai Saya menaruh 'idiot2' di pemerintahannya)
http://www.suranegara.com/2010/08/negara-terkaya-di-dunia.html
Selasa, 19 Oktober 2010
Tukang Becak, Mbak Tukang Jamu, Penjual Kacang, & Juru Ketik
1. Si Tukang BecakHidupku gak pernah jelas, walaupun juga gak pernah berubah. Dari dulu sampe sekarang begini-begini aja.
Panas-panasan seharian. Liat aja kulitku, item kayak areng, walaupun basah dan bau asem apek gak kayak areng.
Atau ujan-ujanan ngadu nasib ngelawan petir atau pohon jatuh. Untung masih selamet.
Jangan bilang aku pemales. Keliatannya emang kadang aku diem aja bengong nggak karuan. Tapi itulah aku dengan hidupku. Apa lagi yang bisa aku lakukan: Aku si tukang becak?
Kerjaku emang cuma itu. Ngegenjot becakku si rongsokan hartaku paling mahal; nganter orang ke mana aja - dari ibu-ibu gembrot dengan belanjaannya, nyonya-nyonya bahenol yang mau berangkat arisan, gadis-gadis SMU yang bikin ngiler, sampe nganter orang mau melahirkan juga pernah.
Aku tinggal bengong sendiri di atas becakku kalau gak ada kerjaan. Ngerokok Ji Sam Su di tengah hari bolong, atau ngerumpi sama si Tatang dan tukang becak lainnya.
Temenku yang paling setia cuma rokok lisong sama pelacur. Pelacur paling murahan yang paling murah yang masih ada, itupun kalo ada dan kalo dia mau.
Dan musuhku si polisi-polisi semprul dan petugas-petugas kamtib tukang gerebek haram jadah. Jangan lupa si mobil-mobil mewah yang sering sliweran seenak jidat.
Begitulah idupku yang gak pernah jelas selalu butek gak pernah bening ini. Kencingku pun kuning butek.
-------------------------------------------------------------------------
2. Mbak Tukang JamuMbak tukang jamu, mbak. Selamat siang. Siang panas kering berdebu, jalan sendirian bawa botol-botol dalem keranjang di atas punggung diiket kain. Keringetan, panas, capek, berat. Bawa jamu menyusur rel kereta api 2 jalur lewat jalan raya lewat jalan kecil lewat gang. Sendal jepit tipis kering kerontang kepanasan ampir putus.
Mbak tukang jamu, mbak. Selamat sore. Sore dingin basah becek, jalan sendirian bawa botol-botol dalam keranjang di atas punggung diiket kain. Keringetan, dingin, capek, berat. Bawa jamu menyusur rel kereta api 2 jalur lewat jalan raya lewat jalan kecil lewat gang. Sendal jepit tipis basah kuyup berlumpur udah putus.
Mbak tukang jamu, mbak. Selamet malem. Malem bernyamuk pengap bau sampah kotor. Berdua dalem rumah botol-botol kosong bediri kecapekan digendong seharian. Keringetan ngos-ngosan capek punggung sakit. Nyusur malam jam 2, suami mati anak sakit.
-------------------------------------------------------------------------
3. Penjual KacangJalanan becek, air kecoklatan menggenangi lubang-lubang jalan. Di mana di pinggirnya seorang penjual kacang rebus tengah jongkok di pinggir gerobaknya. Membaca koran.
Abis ujan lagi. Biasanya dingin-dingin gini banyak yang beli.
Parlemen, demokrasi, duta besar. Alah ngomong apa sih ni koran.
Bangun dari jongkok, melipat koran, kemudian ia lepaskan plastik penutup gerobaknya. Uap air mengepul-ngepul dari kacang tanah yang menggunung.
Kulitnya hitam legam. Gurat-gurat urat tampak menonjol di pelipis dan betisnya. Tatapannya dalam tanpa senyum.
Sebatang rokok ia nyalakan.
Lalu lewatlah benda itu. Sebongkah mobil mewah melabrak jalan dan genangan-genangan airnya. Air kecoklatan muncrat, menciprati gerobak dan kakinya.
Sejurus tatapan mengikuti. Tajam.
Sundala.
-------------------------------------------------------------------------
4. Juru Ketik
Jajang Salimah Sungsang, itu namaku. Jajang entah karena apa, mungkin hanya karena orang tuaku tak terpikirkan nama yang lain lagi. Sementara Sungsang - kata yang tentu saja aneh untuk dijadikan nama - karena aku terlahir sungsang. Lalu Salimah adalah nama ibuku, yang juga terlahir sungsang.
Tetapi sudahlah tentang nama itu. Karena memang tidak begitu penting. Kau bisa memanggilku dengan nama Jajang, Ujang, Jang, atau apapun yang kau mau. Karena selama ini pun selalu begitu. Tidak ada yang pernah perduli pada nama lengkapku. Akupun sesungguhnya tidak perduli padanya.
Aku seorang laki-laki. Ya, tentu saja seorang laki-laki yang mendapat nama Jajang. Berumur tiga puluh tujuh tahun. Tetapi sampai hari ini pun aku tidak tau kapan tanggal lahirku. Hanya saja yang selalu dikatakan ibuku dari tahun ke tahun adalah, "kau sudah tiga puluh tujuh tahun", "kau sudah tiga puluh enam tahun", "kau sudah tiga puluh lima tahun", dan begitu seterusnya sejak aku berusia dua puluhan.
Tentu saja ibuku bukan seorang robot yang sepanjang hari hanya mengulang-ulang kata-kata semacam di atas sepanjang tahun setiap tahunnya. Bukan. Maksudku adalah, itu, atau yang semacam itulah, yang selalu diucapkan ibuku untuk mengingatkanku tentang usiaku. Tentang bahwa hingga usia tiga puluh tujuh tahun aku masih belum mendapat pekerjaan yang lebih baik daripada yang pernah kudapatkan. Kurang lebih begitu pula sewaktu aku berumur tiga puluh enam tahun, tiga puluh lima tahun, tiga puluh empat tahun, dan seterusnya.
Maksudnya tentu saja baik, aku tidak menyangsikannya dan jangan salah sangka. Aku sama sekali tidak menganggap ibuku cerewet atau terlalu banyak menuntut, tentu saja tidak. Sesungguhnya tanpa perlu selalu diingatkan oleh ibuku pun aku selalu menginginkan sebuah pekerjaan yang bisa menghidupiku. Ya, tentu saja.
Kenapa demikian adalah karena sekarang aku telah berusia tiga puluh tujuh tahun. Dan tahun lalu aku tiga puluh enam tahun, tiga puluh lima tahun di tahun sebelumnya, ya, dan seterusnya.
Setiap tahun umurku bertambah, seperti yang diketahui semua orang. Bahkan seharusnya Mak Lampir pun tau. Yang kumaksud bukan tentang usia, tapi ibuku semakin tua dari tahun ke tahun. Tahun ini sudah enam puluh satu tahun umurnya, tahun lalu enam puluh. Sementara aku anak yang satu-satunya sekarang ini, karena dua kakakku telah meninggal. Dan begitu pula dengan ayahku, sudah meninggal. Aku tidak terlalu ingat lagi padanya, ia meninggal sewaktu aku masih kecil. Kata orang sewaktu aku berumur empat tahun, dan kata orang pula tertabrak kereta listrik. Ayahku, maksudku.
Ibuku semakin tua, dan akan terus bertambah usianya. Tahun depan ia enam puluh dua tahun. Lalu enam puluh tiga. Dan seterusnya. Tetapi seperti yang sudah kukatakan, aku belum memiliki pekerjaan hingga hari ini.
Padahal sudah sering-sering kukirimkan lamaran pekerjaan ke kantor-kantor, juga ke kantor pemerintah, ke manapun. Dan aku akan terima pekerjaan apapun. Tetapi sulitnya tidak pernah ada yang mau menerima. Sepertinya karena sekolahku yang hanya sampai kelas dua SMP. Aku berhenti sekolah karena dua kali aku tidak naik kelas. Guruku bilang aku tidak ada harapan lagi. Terlalu di bawah rata-rata katanya. Mungkin memang begitu, aku merasa sedikit bodoh dibandingkan teman-temanku, memang. Tetapi kurasa pula, masih lebih mending daripada Somat tetanggaku yang hilang ingatan sejak lahir itu.
Urusan menghafal dan menghitung aku memang tidak mampu. Tetapi kalau hanya menghitung tahun aku masih bisa. Seperti kukatakan tadi, sekarang aku tiga puluh tujuh tahun. Satu-satunya yang aku benar-benar mampu hanyalah mengetik.
Sejujurnya kemampuanku mengetik justru di atas rata-rata, mungkin karena tidak dibutuhkan hafalan dan hitungan untuk sekadar mengetik. Mungkin butuh sedikit hafalan, yaitu letak masing-masing tombol huruf. Tapi aku tidak merasa menghafalnya. Dan aku memang tidak pernah merasa hafal.
Ya, mengetik adalah satu-satunya kemampuanku. Aku bisa mengetik sepuluh jari. Lebih dari itu aku bisa mengetik sepuluh jari dengan cepat sekali. Aku juga bisa mengetik sangat lama dengan tidak beristirahat. Aku pun hampir tidak pernah melakukan kesalahan dalam mengetik. Sesungguhnya aku cukup bangga dengan kemampuanku mengetik.
Tetapi aku tidak tau dari mana asal-usulnya kemampuanku itu. Yang kuingat hanyalah dulu ketika masih tinggal di kampung pemulung, aku menemukan sebuah papan ketikan bekas. Aku bermain dengannya tiap hari. Bahkan kubawa tidur. Ya, aku sempat berkelahi karena memperebutkan papan ketik itu dengan temanku. Atau karena aku terlahir sungsang dengan tangan yang terlebih dahulu keluar, aku tidak tau yang mana yang benar. Ibuku sendiri tidak tau.
Dulu aku beberapa kali mendapatkan pekerjaan sebagai juru ketik. Beberapa kali di kantor swasta, tetapi lebih sering di kantor pemerintah. Di sana pekerjaanku cuma mengetik. Karena memang cuma itu kemampuanku. Mereka tidak pernah menyuruhku menghitung. Syukurlah. Mereka hanya menyuruhku mengetik. Setumpuk kertas-kertas yang harus disalin, atau mengetik apapun yang diucapkan oleh atasanku. Bagaimanapun caranya aku bisa. Aku pernah menyalin satu buku tebal penuh hanya dalam beberapa hari waktu itu. Lalu pernah juga aku bekerja di kantor kelurahan. Tetapi kemudian aku dikeluarkan karena katanya mereka tidak bisa menggaji orang yang hanya bisa mengetik saja.
Sekarang aku belum mendapatkan pekerjaan lagi. Tentu saja yang kuinginkan adalah pekerjaan menjadi juru ketik, karena hanya itu kemampuanku. Aku bisa mengetik cepat dan lama dan hampir tanpa kesalahan. Tetapi pekerjaan apapun sesungguhnya akan kuterima. Ya, asalkan ada pekerjaan saja, karena ibuku semakin tua.
Tetapi sepertinya sekarang sudah tidak ada yang membutuhkan juru ketik lagi. Entah karena apa. Mungkin karena sudah tidak ada apapun yang perlu diketik. Atau mereka sudah melakukannya secara otomatis. Mungkin juga seperti kata orang-orang di kantor kelurahan itu, mereka butuh orang yang mempunyai kemampuan lebih dari hanya mengetik saja. Entah karena apa, tapi sepertinya memang juru ketik sudah tidak diperlukan lagi. Atau hanya karena belum dibutuhkan seorang juru ketik. Aku tidak tau.
Padahal tidak ada kemampuan lain yang kumiliki. Kemampuanku cuma mengetik. Ya. Dan kadang aku bingung harus diapakan kemampuanku ini. Kalau aku seorang pemain piano atau pemain gitar, mungkin aku akan terkenal dengan jari-jariku yang bisa bergerak sangat cepat ini. Kadang memang mengherankan, mereka sama-sama hanya menggunakan jari-jarinya, kecepatan jariku pun tidak kalah dari kecepatan jari mereka, bahkan mungkin masih lebih cepat jari-jariku ketika mengetik. Temanku katakan karena mereka menghasilkan musik, tetapi aku pun menghasilkan hasil ketikan. Aku pernah menyalin satu buku tebal dalam beberapa hari, kataku. Aku masih tidak mengerti.
Tetapi sudahlah. Aku akan menjadi pusing kalau berpikir terlalu keras. Itu pernah terjadi sewaktu aku memikirkan yang semacam tadi itu. Pernah juga aku menjadi pusing dan hampir muntah-muntah sewaktu mencoba untuk benar-benar mengerti tulisan yang atasanku minta untuk diketik.
Itu ibuku pulang. Ia pergi ke warung tadi. Mungkin habis bayar hutang. Atau justru baru menghutang beras lagi. Entah, tapi sepertinya wajahnya suntuk. Mungkin ia akan mengingatkan aku lagi tentang usiaku yang sudah tiga puluh tujuh tahun
Tetapi tidak, aku tidak kesal karenanya. Aku tidak bosan mendengarnya. Karena memang apa yang dikatakannya benar. Aku memang bertambah usia dan memerlukan pekerjaan. Sekarang aku tiga puluh tujuh tahun. Tahun depan tiga puluh delapan.