Kamis, 22 Maret 2007

Hakikat Suka & Duka

Sekali waktu kita akan tertawa, di saat yang sama air mata telah menyiapkan dirinya untuk satu bahkan berkali-kali usapan. Di waktu lain, kita akan larut oleh kemalangan, tangan-tangannya yang mengerikan seolah memerangkap kita begitu kuat sehingga kegelian akan sesuatu yang patut atau tidak patut disunggingi senyuman seperti biasanya terasa hampa saja. Di saat-saat seperti itu kerapuhan seolah menunjukkan dirinya. Akan terlihat seperti apa wajah kekuatan dan bagaimana rupa kelemahan.

Sesungguhnya kehidupan adalah parade kerapuhan! Demikian pesan petaka, datang pada kita lewat makna-makna derita yang mengikutinya. Hanya mata yang awas akan dapat menangkapnya.

Lalu tibalah mereka itu, orang-orang yang telah datang dari lembah kemalangan. Ditanggalkannya luka itu, tapi bukan untuk kembali ke rumah duka melainkan tiada kemana-mana. Sebab sejak saat itu, seluruh sudut kini adalah rumah duka baginya dan seluruh makhluk kini adalah kawan berbagi duka. Tetapi tidak juga ia datang membawa dukanya bagi mereka melainkan mengambil dan mengangkat duka-duka mereka ke atas punggungnya sendiri sehingga terlihatlah oleh mereka itu kalau tiada lagi yang pantas mereka sesali dan tangisi.

Aku terlibat dalam sebuah kelompok pecinta alam atau tepatnya penggiat alam bebas. Semula, aku menjalaninya atas dasar minat. Tetapi apa yang kudapatkan lebih dari yang kuharapkan. Di sanalah kesadaranku yang pertama tentang kehidupan kemanusiaan tergelitik. Bahwa kehidupan di alam luas tidak semata-mata ada kegembiraan, tetapi juga ada kepedihan; kepedihan yang lahir dari kegembiraanku.

Beberapa kali kami melakukan ekspedisi ke gunung-gunung dan pedalaman. Beberapa kampung yang pernah kami datangi akhirnya lenyap tersapu longsor dan banjir. Aku berduka dan sangat menyesalinya.

Di beberapa tempat yang dahulunya kuakrabi itu, aku mendapati sisa-sisa kemalangannya di lembar-lembar koran, berita, di TV, manusia. Sementara aku mengabunginya, ada kulihat empati dan simpati yang mengalir. Tetapi semua itu tak mampu menggantikan rasa yang hilang pada diriku, terlebih pada mereka. Dan hati kita memang sudah busuk, dalam keadaan seperti itu kita masih ingin mengambil manfaat untuk kepentingan diri dan kelompok kita sendiri; promosi dan pencitraan, bisnis dan politik. Bahkan dengan kejam kita masih sempat membuat tuduhan dari balik lembaran-lembaran kertas kerja kita, bahwa petaka itu akibat dari kesalahan mereka sendiri.

Aku berada di antara kehidupan kotaku yang modern dan kehidupan mereka yang sederhana dan bersahaja. Untuk kembali ke kehidupan lamaku yang penuh optimisme dan ambisi kubaui kesia-siaannya, tetapi menjalani kehidupan seperti orang-orang desa aku belum mampu.

Sungguh, hidup ini saling jalin menjalin dan tak ada satupun yang benar-benar lepas satu dengan lainnya; bahwa dalam sepotong kebahagiaanmu terkandung duka derita setiap mahluk, di setiap sudut kepedihanmu ada kepuasan dan kegembiraan semesta. Kebahagiaan dan penderitaanmu adalah masa depan kehidupan, nikmat dan pedihmu itulah kebahagiaan, nikmat dan pedihmu itulah penderitaan. Yang perlu kau kuatirkan hanyalah bila kau sudah mati rasa, sebab itulah petakamu yang sesungguhnya, petaka kemanusiaan.

Maka seyogyanya setiap kegembiraanku tidak membawa penderitaan bagi mahluk lain, atau biarkan kesukaranku merekahkan senyum bagi mereka yang menderita dan lagi, biarkan kesenanganku terbagikan menjadi kesenangan setiap makhluk. Bukankah ini semangat yang telah lenyap itu? - dream blog -

0 komentar: