Cewek hedon..
Penampilan modis lagaknya mirip artis
Gonta ganti HP merk Sony-Ericsson
Ditanya ini-itu cuman bisa mringas-mringis
Otak buntu kebanyakan nonton sinetron
Gosip selebritis, kuis, dan acara hedon sejenis
Anjrit!
Cantik-cantik kok stupit
Bisanya ngabisin duit pake kartu kredit
Pusing 7 keliling ama urusan perawatan kulit
Watak pelit, gak pernah ngerasain hidup sulit
Baca buku dikitlah biar tuh wawasan gak sempit
Jangan cuma komik serial cantik atau novel Teenlit
Soal invasi Israel doi gak peduli
Asal masih bisa party, happy-happy tiada henti
Baca berita jarang kecuali yang berbau tsunami
Karena gw tau pasti, loe takut keburu mati!
Berharap ada terapi yang bisa bikin hidup abadi
Jangan mimpi!
Hua! Beginikah potret mudi generasi kini?
Harga diri terbeli oleh hegemoni kapitalisasi?
- dream blog -
Kamis, 21 September 2006
Cewek Hedon
/ Kamis, September 21, 2006 0 komentar
Kategori: Syair
Sabtu, 16 September 2006
Ultah ke-50 Unhas: Bagi-Bagi Bogem Mentah
Baru-baru ini unhas membuat pesta besar dalam rangka ulang tahunnya yang ke-50. Dalam pesta tersebut ada yang bahagia ada pula yang bersedih. Tapi aku mengatakan bahwa pesta ulang tahun yang dibuat oleh birokrasi kampus tersebut, seperti “orang tua yang berulang tahun tanpa melibatkan anak-anaknya”.
Pada acara tersebut tepatnya sabtu, 9 september 2006, yang bertepatan pula dengan datangnya 02 RI; Yusuf Kalla, beberapa mahasiswa merayakan ulang tahun unhas dalam versi yang berbeda, yaitu dengan melakukan aksi damai dan bagi-bagi selebaran yang berkaitan dengan isu ke-unhas-an; dalam hal ini mereka mencoba menggambarkan sisi lain dari unhas, seperti fenomena dosen malas, dosen proyek, serta beberapa kebijakan yang tidak berpihak kepada mahasiswa dan rakyat kecil. Tetapi mimpi apa kita semalam, “orang tua-orang tua” kita yang ada di birokrasi kampus justru menganggap bahwa mahasiswa yang melakukan aksi damai tersebut adalah oknum-oknum yang harus dibersihkan karena merusak citra unhas katanya, sehingga teman-teman mahasiswa yang merayakan ulang tahun kampusnya dengan cara yang berbeda tersebut dibersihkan (dikejar, digebuki kayak pencuri ayam, bahkan diculik) oleh Paspampres, Polisi, Tentara serta satpam yang mungkin memang digaji untuk menjaga kekuasaan. - dream blog -
/ Sabtu, September 16, 2006 0 komentar
Kategori: Diari
Senin, 04 September 2006
Solidaritas Untuk Mahasiswa Kehutanan Unhas
Adigum bahwa Universitas Hasanuddin adalah kampus terbaik dan terkemuka (dalam hal kapasitas akademik dan profesionalisme) di Indonesia Timur harus dipertanyakan kembali. Daftar panjang catatan kelam dunia pendidikan di kampus ini nampaknya tak kunjung berakhir. Setelah sekian banyak ketimpangan yang 'terang-terangan' menciderai aspek intelektualitas yang selama ini digembar-gemborkan - mulai dari bobroknya pengelolaan transparansi anggaran sampai pada kualitas sistem pendidikan yang tak pernah baik - kini birokrasi kampus mulai menunjukkan sikap represif dan intervensif terhadap lembaga kemahasiswaannya.
Betapa tidak, preseden buruk inipun menimpa Badan Eksekutif Mahasiswa Kehutanan (Sylva Indonesia PC. Unhas), ketika mencoba mengapresiasikan ketidaksepakatannya terhadap kebijakan birokrasi di jurusan Kehutanan. Berawal dari, kebijakan jurusan yang secara sepihak memaksa mobilisasi mahasiswa kehutanan ke Hutan Pendidikan Unhas (Bengo-bengo, Kab. Maros) dalam rangka menyukseskan penyerahan sumbangan rusa oleh beberapa pejabat daerah. Anehnya, pemaksaan ini dibarengi dengan dalil naif bahwa siapapun yang tidak mengikuti kegiatan tersebut akan terancam nilai matakuliahnya. Hal ini disebabkan adanya kebijakan pengalihan matakuliah ke tempat tersebut, lagi-lagi dengan alasan yang irasional dan tak memiliki korelasi apa-apa yaitu: demi suksesnya kegiatan tersebut.
Implikasinya pada aksi damai oleh BEM Kehutanan untuk menolak kebijakan birokrasi tersebut - sesuatu yang seharusnya wajar dan alamiah di tengah-tengah tuntutan transparansi di negeri ini. Aksi tersebut mengusung dua tuntutan yaitu; a) Transparansi pengelolaan Hutan Pendidikan Unhas, dan b) Menolak mobilisasi untuk mengikuti matakuliah umum di tempat tersebut. Bukannya mencoba membuka ruang komunikasi dan partisipatif terhadap aspirasi mahasiswa ini, birokrasi jurusan malah menunjukkan sikap antipati serta keras kepala dengan mengeluarkan kebijakan fatalis dan sangat merugikan mahasiswa yaitu 'meng-error-kan' seluruh matakuliah yang sedang diikuti oleh 12 orang mahasiswa, hanya karena alasan mereka adalah 'dalang' dari aksi damai tersebut.
Ironis memang, kebijakan keras ini tentunya tak bisa dibiarkan sebab sesungguhnya tak ada hubungan apa-apa antara ancaman penilaian dalam proses akademik dengan kebebasan mahasiswa untuk menyatakan pendapatnya. Apalagi ini menyangkut independensi lembaga kemahasiswaan dalam berekspresi dan berkreatifitas. Bahkan kebijakan ini berbuntut pada terancam DO (Drop Out)-nya beberapa mahasiswa pada Evaluasi Akademik I (empat semester).
Sayangnya, berbagai cara diplomasi dan persuasif yang ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan ini tak pernah ditanggapi serius, bahkan tak jarang birokrasi kampus malah melempar-lempar tanggungjawab. Ini menunjukkan sikap otoritarianisme oleh seluruh jajaran kampus ini.
Sikap yang sama kembali diperlihatkan oleh birokrasi kampus dengan tetap tidak mengindahkan tuntutan mahasiswa (aksi SMUK, jum'at, 11/08) untuk menyelesaikan intervensi dan kejahatan akademik di jurusan Kehutanan. Padahal, secara terbuka birokrasi kampus (PR I) telah mengakui adanya 'surat sakti' hasil rapat jurusan untuk mengintervensi nilai matakuliah kedua belas mahasiswa yang terlibat aksi tersebut. Fakta tersebut ternyata tak menggugah jajaran birokrasi kampus ini untuk mengembalikan hak mahasiswa.
Ingat, gelombang perlawanan akan semakin membesar seiring dengan watak keras jajaran birokrat kampus ini. Mari berkata tidak atas kesewenangan terhadap kemanusiaan kita. - dream blog -
/ Senin, September 04, 2006 0 komentar
Kategori: Opini
Jumat, 25 Agustus 2006
The Sleeping Giant
Konstruksi dialektisis analisa raincorp
Intelengensi mutakhir legenda fakta konspirasi terkorup
Ion fitnah mulai hitamkan aktor
Monopoli pers kelabui makna subjektif teror
Spionase dan sabotase
Setiap barikade konsumtif morse
Ide terbidak Pentagon samarkan kode
Vietnam hingga Afganistan, Kuningan, Baghdad dan Palestina
Marriot, Bali, Sudan hingga Chechnya
Warisan peluru dari misteri nyawa John F Kennedy
Konspirasi sepanjang masa
Neraka arogansi adi daya tunggal hendak berkuasa
Demokrasi dunia para pelacur Lucifer
Proyek order tender pembantaian wajib merger
Deklarasi Balford dan penghianatan terbarter
Kultur sesat di pusat Zoroaster
Eksklusifitas infiltrasi teritorial Freemansonry
Parsial rasialis di setiap kontribusi genosida
Teokrasi di sumbu teritori tanpa batas
Hiforgensi ras dan kesenjangan kelas
Liberalis pasar modal clubelisasi terbebas
Membakar batas monopoli ekonomi kelas atas
Setiap jerit kekuatan manipulasi kapital disana
Di atas tanah busung dada Colombus
Diantara degradasi moral kebenaran yang kian mampus
Pentagon atau di gedung putih Washington
Strategi teroris dunia sebenarnya beraksi
Mainkan invasi
Dari busuknya sebuah konspirasi
Maka PBB adalah nostalgia
Mitos kepemilikan Demokrasi beribu liter darah
Konstruksi monumental
Proporsi berdalih menetralisir
Kemunafikan teroris abadi yang terorganisir
Fitnah pemusnah masal
Disetiap atraksi sang pembunuh tanpa wajah
Komprador devide et impera
Obral mengobral nyawa
Kriminalisasi ekonomi kelabu yang tertata
Pecinta tata
Di atas kamuflase sensasi CNN
Kosovo Balkan dan fitnah Al Qaeda menjadi tren
Antara pipa minyak dan bank dunia
Kepentingan struktur intelektual wall Street
Bursa efek yang menjadi bursa darah jutaan umat manusia
Diktatoriat pintu pembuka armagedon dunia
Revolver bisnis
Pedagang senjata, kokain dan CIA
Otak jelata intisari teroris dunia
Ambigu Spielberg dan cuci otak kosong Saving Private Ryan
Fantasi yang terjebak invasi baru
Batalyon Dreamwork dan Universal Studios
Phsycho motorik hedonisme intelegensi nol besar
Konklusi loyalitas yang terjebak sinkrenitas moderatik
Parasit warisan dinasti Rotschild
Jaringan Soros Proloton
Budaya dan ekonomi sebagai poros proton
Berlin baru di sungai Nil hingga Tiggris
Ketika teroris berteriak teroris
Genetika penglaris katalog darah
Bagi tanah para nabi yang terjajah
Maka bangunlah para biarawan malam
Legenda penghunus pedang surga pilihan
Kesturi impian setiap syuhada
Perlawanan hingga akhir jaman
Karena tidak akan pernah ada perang
Seteror perang tehadap Zionisme
Jumat, 18 Agustus 2006
Kita Belum Merdeka!
Bulan Agustus, bagi bangsa Indonesia, tentu merupakan bulan yang istimewa, mengingat pada bulan itu dirayakan Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia, 17 Agustus 1945. Mulai dari RT sampai tingkat nasional, berbagai kegiatan meramaikan hari istimewa itu. Kegiatannya juga macam-macam, mulai dari renungan, doa, sampai tentu saja dangdutan yang diiringi dengan kemaksiatan. Di antara hiruk-pikuk perayaan tersebut, pertanyaan yang pantas kita lontarkan adalah, benarkah kita sudah merdeka? Apa yang kita dapat setelah 61 tahun kita merdeka?
Kita bisa mengevaluasi perjalanan bangsa ini melalui tujuan-tujuan yang ditulis oleh para pendiri negara ini saat memerdekakan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dalam pembukaan UUD 1945, "Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia...".
Tentu saja, tidak begitu sulit kita mengatakan, bahwa tujuan-tujuan tersebut belum tercapai, meskipun sudah 61 tahun kita 'merdeka'.
Pertama, memajukan kesejahteraan umum. Dengan jumlah penduduk miskin yang besar, ditambah tingginya biaya hidup, kesejahteraan rakyat Indonesia sangatlah rendah. Berdasarkan The Imperative for Reform yang dikeluarkan oleh World Bank, dengan standar garis kemiskinan adalah pendapatan $2 (sekitar Rp17.000) perhari, pada tahun 2002 terdapat 55,1% penduduk Indonesia yang terkategori miskin. Itupun kalau dihitung dengan rata-rata, karena tentu saja tidak semua rakyat Indonesia berpenghasilan Rp17.000,- perhari atau Rp510.000,- perbulan. Dengan pendapatan yang demikian rendah, jangankan untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan sekunder, kebutuhan primer untuk makan, pakaian, dan rumah saja sulitnya luar biasa. Kesejahteraan semakin terpuruk dengan diabaikannya kebutuhan asasi rakyat seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan transportasi.
Kondisi kesejahteraan yang rendah ini tidak bisa dilepaskan dari ekonomi global Indonesia yang anjlok. Posisi utang Indonesia sangat luar biasa, yaitu sekitar Rp745,- triliun utang luar negeri dan Rp655,- triliun dalam negeri. Selain jepitan utang, Indonesia juga menghadapi dilema pengangguran. Republika (Rabu, 18/06/2003) melaporkan bahwa pada tahun 2002 pertumbuhan sektor manufaktur hanya 2,7% dan sektor pertanian hanya 2,5%. Kedua sektor ini termasuk tulang punggung sektor real dan penampung tenaga kerja terbesar. Rendahnya pertumbuhan pada sektor ini telah menyebabkan pengangguran meningkat dari 8% menjadi 9,1% pada tahun 2002 dan diperkirakan akan mencapai 10% pada tahun 2003.
Kedua, mencerdaskan kehidupan bangsa. Sungguh mengejutkan, justru saat ini Indonesia mengalami kemunduran dalam bidang SDM yang paling tidak mencerminkan keberhasilan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian The Political And Economic Risk Consultancy (PERC) pertengahan september 2001, SDM Indonesia paling rendah di antara 12 negara Asia; bahkan lebih rendah dari Vietnam yang baru lepas dari konflik perang. Belum lagi kualitas Perguruan Tinggi Indonesia yang jauh tertinggal. Jangan dibandingkan dengan pendidikan tinggi di Eropa dan Amerika. Pada tingkat Asia saja, total skor yang diperoleh dari keseluruhan kriteria, menempatkan UI pada peringkat 61, sementara UGM pada peringkat 68 (www.depdiknas.go.id). Ironisnya, dengan alasan untuk meningkatkan mutu, komersialisasi pendidikan malah semakin menjadi-jadi. Sudah SDM rendah, pendidikan pun semakin mahal.
Ketiga, melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan ini tentu saja berhubungan dengan kemampuan politik luar negeri Indonesia. Secara faktual, kemampuan politik luar negeri Indonesia pun jauh merosot. Kalau pada masa Orde Baru, Indonesia masih di-'tua'-kan dalam gerakan Non-Blok, saat ini Indonesia tidak banyak dianggap lagi di dunia Internasional. Logikanya, sederhana saja, bagaimana mungkin bisa berpengaruh di dunia Internasional, kalau kondisi nasionalnya saja berantakan. Contoh sederhana, pelanggaran pesawat F-18 Hornet milik AS yang memasuki wilayah kedaulatan Indonesia merupakan bukti rendahnya penghargaan bangsa-bangsa lain terhadap Indonesia. Jangankan mengecam, berkomentar saja pemimpin negeri ini tidak bisa.
Tidak hanya gagal mencapai tujuannya, kemerdekaan Indonesia juga telah mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang tidak beradab dan bermoral. Atas dasar kemerdekaan berekspresi, kemaksiatan dilembagakan. Di negeri yang mayoritas Muslim ini, eksploitasi seksual yang dilakukan oleh artis-artis malah dibela habis-habisan. Pelacuran berkembang, seakan tidak bisa dihentikan. Gaya hidup seks bebas, homoseksual, gay, pornografi, dan lain-lain dengan bangganya dipertontonkan kepada publik atas nama 'kebebasan'. Sekali lagi, ini terjadi di Indonesia yang mayoritas Muslim. Ekses yang nyata dari kebebasan ini adalah tingkat pemerkosaan yang terus meningkat, terutama pada anak-anak. Data Pusat Krisis Terpadu untuk Perempuan dan Anak (PKT) RSCM Jakarta hingga oktober 2002 mencatat 284 korban kekerasan berupa perkosaan terhadap anak perempuan di bawah 18 tahun. Sebelumnya, tahun 2001 terjadi 103 kasus. Berdasarkan catatan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), yang dilaporkan menonjol adalah kasus kekerasan seksual (sexual abuse). Dalam kurun waktu antara 1992-2002, yayasan ini mencatat kasus kekerasan seksual 2611 kasus, (65,8 persen) dari 3969 kasus kekerasan seksual dialami anak-anak di bawah usia 18 tahun. Dari jumlah itu, 75 persen korbannya adalah anak perempuan (Bali Post, 5/02/2003).
Ketimpangan sosialpun menjadi sesuatu yang nyata. Seakan tidak peduli banyak rakyat yang miskin, sekelompok orang konglomerat dan perusahaan asing, atas nama kebebasan pemilikan, menguasai sumber-sumber kekayaan alam di Indonesia secara rakus; tanpa peduli bahwa kekayaan alam tersebut sesungguhnya merupakan hak rakyat. Tidak aneh, meskipun Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya, rakyatnya miskin.
Sumberdaya alam Indonesia sangat besar dan melimpah sehingga dunia menyebutnya sebagai negara super biodiversity. Luas Indonesia hampir 1,3 persen dari wilayah bumi dengan 17.000 pulau. Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Menurut World Bank (1994) Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis yang terbesar di Asia-Pasifik, yaitu kurang lebih 115 juta hektar. Indonesia juga merupakan negara yang memiliki pesisir terpanjang di dunia, yaitu 81.000 kilometer atau sekitar 14% dari seluruh pesisir di dunia. Potensi kandungan ikannya mencapai 6,2 juta ton pertahun atau setara dengan Rp 74 triliun pertahun. Kandungan emasnya, yang di bumi Papua saja yang dikelola PT. Freeport Indonesia, disinyalir termasuk yang terbesar di dunia. McMoran Gold and Coper telah menanamkan investasi yang sangat besar untuk aktivitas produksi PT. Freeport di Papua.
Potensi sumberdaya alam yang demikian besar ternyata tidak menambah apapun bagi rakyat selain kemelaratan yang terus menghimpitnya. Bulan lalu para petani di Semarang, Jawa Tengah, melakukan aksi pembakaran gabah. Membanjirnya beras impor telah merontokkan harga gabah hingga jatuh menjadi Rp900 perkilogram (Republika, 17/06/03). Harga ini jauh di bawah biaya produksi tanam dan biaya pupuk. Sebenarnya, kebijakan impor beras bukan untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, tetapi lebih demi pencarian keuntungan yang lebih besar dan cepat. Melalui kegiatan impor ini miliaran rupiah mengalir dengan cepat ke sebagian kantong pejabat Dolog/Bulog dan kalangan importir yang saling menggurita sebagai mafia. Ketika petani menjerit mengharapkan peran pemerintah melalui Bulog, justru pemerintah menginstruksikan Bulog untuk memberikan $26 juta (Rp213,- miliar) sebagai uang muka pembelian Sukhoi dari Rusia. Sejak Orde Baru hingga masa reformasi ini, Bulog lebih berfungsi sebagai sapi perahan daripada sebagai lembaga yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.
Rata-rata hasil hutan di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai $8 miliar (Kompas, 10/02/2001). Dari hasil tersebut hanya 17% yang masuk ke kas negara, sedangkan sisanya sebesar 83% masu ke kantong pengusaha HPH. Eksploitasi hutan oleh pengusaha HPH akan menyebabkan kepunahan hutan di Sumatera pada tahun 2005, sedangkan hutan di Kalimantan akan punah pada tahun 2010. Sementara itu, hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing Exxon/Caltex, Atlantic Richfield/Arco, dan Mobil Oil.
Sistem ekonomi kapitalisme liberal inilah yang telah menenggelamkan masyarakat Indonesia ke dalam krisis multidimensional yang berkepanjangan. Sistem ini hanya membuat sebagian orang saja (baca: para kapitalis) yang menikmati pengeksploitasian kekayaan umum berupa sumberdaya alam, sementara rakyat jatuh terpuruk dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Posisi utang Indonesia sangat luar biasa.
Para konglomerat, artis, dan selebriti, pejabat publikpun tidak malu mempertontonkan kerakusan dan kemewahannya di hadapan rakyat yang menderita. Ini bisa dilihat dari daftar kekayaan yang tercatat (tentunya belum tentu semuanya jujur) oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN); pejabat memiliki dana miliaran, rumah mewah, mobil mewah, dan tanah berhektar-hektar. Betapa ironisnya, saat rakyat banyak menahan sakitnya karena biaya obat mahal, seorang artis merayakan ulangtahunnya yang ke-17 dengan biaya 1 miliar. Inikah hasil kemerdekaan kita?
Dihimpun dari berbagai sumber. - dream blog -
Kamis, 10 Agustus 2006
Segelas Susu
Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan dari pintu ke pintu, menemukan bahwa dikantongnya hanya tersisa beberapa sen uangnya, dan dia sangat lapar. Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda membuka pintu rumah. Anak itu
tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air.
Wanita muda tersebut melihat, dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu. Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya, "Berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini?" Wanita itu menjawab: "Kamu tidak perlu membayar apapun". "Ibu kami mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk kebaikan" kata wanita itu menambahkan. Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata:"Dari dalam hatiku aku berterima kasih pada anda."
Sekian tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang sangat kritis. Para dokter dikota itu sudah tidak sanggup menanganinya. Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, dimana terdapat dokter spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut.
Dr. Horward Kelly dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si wanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata dokter Kelly. Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumah sakit, menuju kamar si wanita tersebut. Dan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu.
Ia langsung mengenali itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali keruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa wanita itu. Mulai hari itu, Ia selalu memberikan perhatian khusus pada kasus wanita itu.
Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperoleh kemenangan....Wanita itu sembuh!! Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan. Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar tagihan, dan kemudian mengirimkannya kekamar pasien.
Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa Ia tak akan mampu membayar tagihan tesebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya. Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi.."Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu!!" tertanda, Dr Horward Kelly.
Air mata kebahagian kehilangan membanjiri matanya. Ia berdoa: "Tuhan, terima kasih, bahwa cintamu telah memenuhi seluruh bumi melalui hati dan tangan manusia."
Sekarang terserah anda, Anda dapat mengirimkan pesan cinta ini kepada orang lain, atau mengabaikannya dan perpura-pura bahwa kisah ini tidak menyentuh hati Anda.
Sumber: dari kiriman email seorang teman. - dream blog -
Minggu, 06 Agustus 2006
Momok Hiyong
Momok hiyong si biang kerok
Paling jago bikin ricuh
Kalau situasi keruh
Jingkratjingkrat ia
Bikin kacau dia ahlinya
Akalnya bulus siasatnya ular
Kejamnya sebanding nero
Sefasis hitler sefeodal raja kethoprak
Luar biasa cerdasnya
Di luar batas culasnya
Demokrasi dijadikan bola mainan
Hak azazi ditafsir semau gue
Emas doyan hutan doyan
Kursi doyan nyawa doyan
Luar biasa
Tanah air digadaikan
Masa depan rakyat digelapkan
Dijadikan jaminan utang
Momok hiyong momok hiyong
Apakah ia abadi
Dan tak bisa mati?
Momok hiyong momok hiyong berapa ember lagi
Darah yang ingin kau minum?
(30 september 96)
Widji Thukul
Sabtu, 29 Juli 2006
Cinta & Perkawinan Menurut Plato
Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)” Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya”
Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta”
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?” Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?” Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan”.
Selasa, 27 Juni 2006
Kampus Muak!
Aku muak denganmu. Aku muak mendengar celoteh remeh temeh kalian. Aku datang ke sini bukan untuk itu, taukah kalian? Aku dan orang-orang yang kucintai telah berkorban agar aku bisa ada di sini! Tapi ternyata lihat apa yang kudapat.. Sekelompok orang dungu yang berkoar-koar tentang ilmu. Sebentar. Jadi itukah yang kalian sebut ilmu? Heh? Yang benar saja! Itu hanya lelucon yang cocok kau dengungkan untuk anak ingusan, bego!
Aku berpikir, aku ada di sini hanya untuk mendapatkan huruf-huruf atau angka-angka yang sama sekali tak berarti. Aku berada di sini hanya untuk meraih gelar simbolis sampah. Karena aku salah jika aku mengharapkan ilmu di ruang yang penuh dengan kemunafikan ini.
Aku ingin segera pergi dari sini!
----
Hari ini aku kembali jalan-jalan ke salah satu tempat favoritku, sebuah danau buatan di dalam kampus Unhas. Menurutku tempat ini adalah tempat terindah yang ada di kampus Unhas. Suara kicau burung lebih sering terdengar ketimbang suara bising kendaraan, atau suara gosip yang sering terdengar dari koridor-koridor kampus.
Di sini tidak ada kemunafikan. Segala sesuatunya berjalan dengan semestinya. Segala yang ada di sini bertingkah sebagaimana adanya.
Daun-daun melambai lembut tertiup angin, begitulah mereka apa adanya. Capung-capung terbang merendah di atas air. Kaki-kakinya yang kecil mungil menyambar dan membentuk gelombang halus di permukaan air, dan memang begitulah mereka seharusnya. Mereka adalah sesuatu yang mempunyai harga diri.
"Aku mencintai sesuatu yang mempunyai harga diri. Alam memilikinya. Oleh karena itu, aku mencintai alam."
Kampus mulai sesak dengan kepura-puraan. Lihatlah model rambut ala vokalis band yang lagi naik daun. Coba dengar sorak sorai dari kantin. Sekarang mahasiswa lebih senang memegang kartu domino ketimbang buku. Dan lebih parah lagi, celana jeans superketat yang diadopsi dari acara-acara TV, di mana si pemakai tidak canggung sama sekali ketika belahan pantatnya tersingkap. Betapa jelas terlihat kepincangan kampus ini. - dream blog -
Selasa, 20 Juni 2006
Di Balik Kontes Adu Bakat
Dari awal saya jujur tidak suka dengan acara-acara seperti kontes AFI. Mereka menjual mimpi kepada para pemuda Indonesia. Dengan iming-iming menjadi orang terkenal, menjadi artis, kebanyakan dari kami mengorbankan apa yang kami miliki, tapi lihat hasilnya. Re-post dari postingan udung.blogspot.com ini mungkin dapat membuka mata kita pada realitas yang terjadi.
-------
Dibalik Kontes Adu Bakat
re-post dari postingan kaskus.com
http://kaskus.com/showthread.php?t=314260
dari irchfan - Radmilla, Node A Level IV Kampus FEMA IPB
Derita para Peserta AFI
Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang personel AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka.
Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.
Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.
Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 2005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500.000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem and kehidupan glamor, lha makan aja susah.
Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll.
Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.
Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.
Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.
*************************************
beda AFI, & mungkin IDOL di Indonesia ama di Amrik...
masih berminat untuk ikutan kontes adu bakat ?? - dream blog -
/ Selasa, Juni 20, 2006 0 komentar
Kategori: Re-post